x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Setelah Teman Ahok, Muncul Jogja Independent

Gerakan Teman Ahok mulai menular ke daerah. Di Jogjakarta dideklarasikan gerakan rakyat Jogja Independent. Koreksi untuk partai?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Setelah Ahok ‘Basuki Tjahaja Purnama’ maju sebagai calon perorangan dengan dukungan Teman Ahok, di daerah lain sudah ada yang menyusul. Di Jogjakarta, sejumlah figur masyarakat menggelorakan semangat untuk menemukan calon-calon walikota Kota Gudeg melalui jalur perorangan.

Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas dan mantan komisioner Ombudsman Indonesia Budi Santoso ikut menggagas dan memotori gerakan rakyat Jogja Independent (JOINT) yang hari Minggu, 20 Maret 2016, ini dideklarasikan. Mereka mengajak warga Jogja untuk mencari figur yang dapat dicalonkan dalam pemilihan walikota tahun 2017. Sejumlah orang sudah menyatakan bersedia untuk dibakal-calonkan melalui jalur ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para penggagas JOINT mengajak masyarakat Jogja untuk mencari figur alternatif di luar calon-calon yang bakal diusung oleh partai-partai politik. Banyak warga masyarakat yang niscaya punya potensi untuk memimpin tetapi tidak terjaring oleh partai politik. Seperti yang sudah-sudah, partai lazimnya lebih mengedepankan kader-kadernya sendiri ataupun figur-figur publik yang populer di masyarakat namun tanpa atau kurang berpengalaman dalam organisasi.

Sebagai contoh, ada sejumlah aktor dan pemusik yang diusung jadi calon gubernur, bupati, dan walikota atau wakilnya lantaran ketenarannya mampu mendulang suara. Partai tidak peduli apakah aktor dan penyanyi tersebut mampu mengemban tanggungjawab sebagai pejabat pemerintahan daerah. Yang penting, calonnya terpilih. Kita dapat bertanya, lantas apa tujuan partai politik mengusung calon-calon seperti ini?

Langkah Teman Ahok maupun Jogja Independent agaknya merupakan bentuk koreksi atas kerja partai politik yang menjadikan calonnya dalam berbagai pilkada sebagai kepanjangan tangan partai atau kerap diistilahkan sebagai ‘petugas partai’. Ketika akhirnya terpilih sebagai kepala daerah (gubernur, bupati, ataupun walikota), menjadi tidak mudah bagi figur terpilih untuk sepenuhnya mengedepankan kepentingan rakyat.

Campur tangan partai dalam menentukan kebijakan pemerintahan sukar untuk ditepis, terlebih lagi jika pejabat ini tidak berpengalaman dalam dunia politik maupun pemerintahan. Meskipun dibantu oleh staf-staf berpengalaman di jajarannya, pada akhirnya gubernur/bupati/walikota dan wakilnya yang mesti mengambil keputusan akhir. Bagaimana seorang figur yang tidak berpengalaman, bahkan tidak pernah tinggal di satu tempat kemudian menjadi pejabat pemerintahan di tempat tersebut?

Figur-figur alternatif dari jalur bukan partai memang mesti ditemukan sepanjang partai politik belum menunjukkan kesungguhan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Figur dari jalur perorangan diperlukan untuk mengisi kekurangmampuan partai dalam menyiapkan kader kepemimpinan yang tepat untuk jabatan pemerintahan. Bukan saatnya lagi partai mengusung seorang figur hanya karena dia populer di mata publik.

Upaya partai-partai tertentu untuk memperberat syarat calon perorangan dalam pilkada jelas merupakan upaya untuk menjegal munculnya calon-calon dari masyarakat. Elite partai ini panik dan cemas jika kemudian calon yang mereka usung kurang diminati oleh khalayak pemilih. Jika calon yang diusulkan partai memang tangguh, elite partai tidak perlu mengkhawatirkan calon dari jalur perorangan dengan mengambil langkah mengubah aturan main. Yah, tapi memang beginilah repotnya bila pemain sekaligus juga pembuat aturan. (foto: Jogjakarta/Tempo) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler