Kalau menyimak demonstrasi massa dari masa ke masa, sejak jaman Orde baru sampai dengan sekarang ini banyak yang berakhir anarkis. Demonstrasi anarkis dipicu oleh emosi masa yang cenderung tidak terkendali, ada provokasi-provokasi terselip di antara kerumunan yang menyebabkan emosi orang-orang yang berkerumun itu tersulut. Gelegak adrenalin yang cenderung panas, ditambah dengan suasana kisruh, cuaca panas dan aneka provokasi dari para orator, seperti mengelus-elus macan yang sedang lapar. Pada titik jenuh emosi, logika menjadi tidak jalan. Siapapun yang ada di depannya akan sasaran kemarahan.
Pada peristiwa demonstrasi 27 Juli, demonstrasi besar-besaran yang berlangsung sekitar 12 Mei 1998 di Sepanjang Thamrin, Gatot Soebroto, Jl Kyai Tapa, Semanggi yang akhirnya memakan banyak korban. Pada peristiwa Trisakti banyak aktifis demonstran menjadi korban saat terjadi bentrokan antara mahasiswa dan Aparat Militer dengan Mahasiswa. Demoonstrasi yang dipicu dari sebuah peristiwa mengecewakan yang dilakukan orde baru dan membuat para mahasiswa secara masif bergerak serentak menentang hegemoni pemerintahan orde baru yang penuh korup. Peristiwa anakrkis itu menjadi tonggak sejarah bangkitnya demokrasi dengan tumbangnya rezim orde baru.
Demonstrasi yang akhirnya berakhir anarkis itu juga menjadi sumbu dari peristiwa-peristiwa demonstrasi yang menghiasi perkembangan demontrasi pasca orde baru. Para mahasiswa banyak menterjemahkan demonstrasi sebagai jalan- satu-satunya untuk menumbangkan sebuah rezim. Orde baru tumbang, orde reformasi datang tapi sejak persitiwa berdarah di Semanggi dan Trisakti banyak orang yang terlibat dalam kerumunan masih lebih sering mendapat ujian. Ujian itu berupa emosi masa yang mudah terbakar. Lebih memalukan lagi demontrasi yang tujuan sebenarnya adalah mulia ternodai oleh anarkisme sebagian masa yang membelokkan visi mulia demontrasi.
Ada yang berusaha memancing di air yang keruh. Ada provokator yang masuk dalam kerumunan dan membuat masa yang marah semakin marah. Ketika emosi tidak terkendali yang menjadi sasaran amuk massa adalah fasilitas umum, orang-orang yang tidak bersalah, mobil-mobil yang terjebak dalam arus massa atau orang orang yang dicurigai menjadi penyusup atau mata-mata.
Ada pertanyaan menggeliltik, mengapa demonstrasi harus berakhir anarkis?Adakah misi tersembunyi orang-orang yang berusaha memanfaatkan demonstrasi untuk sengaja membuat negara tintrim khaos, tidak tentram dan akhirnya negara-negara tetangga melakukan upa travel warning atau boikot pada negara yang demen demonstrasi.
Menjawab pertanyaan pada paragraf di atas ada beberapa jawaban yang mengapa demonstrasi berakhir anarkis. Demo anarkis terjadi karena lemahnya perangkat hukum , ada provokasi dalam kerumunan massa tersebut sehingga demonstrasi yang semula dilakukan dengan cara damai harus berakhir ricuh bahkan tidak jarang merusak fasilitas public yang dananya didapat dari pajak yang berasal dari rakyat. Peristiwa demonstrasi yang berakhir ricuh banyak terjadi ketika kerumunan massa yang tidak terkontrol dan tidak dikelola dengan rapi. Banyak penyusup yang memanfaatkan situasi dan membawa konsekwensi masa di dalamnya terpantik emosinya dan akhirnya hilang akal dan melakukan tindakan kontra produktif.
Peristiwa terkini demonstrasi yang berakhir rusuh adalah demonstrasi yang dilakukan oleh para pengemudi taksi (22 Maret 2016) Para supir taksi itu melakukan tindakan anarkhis dengan melakukan perusakan taksi teman mereka sendiri yang tidak ikut demonstrasi. Mencegat mobil yang disinyalir dari perusahaan jasa transportasi online. Para sopir taksi merasa kecewa terhadap keberadaan jasa tranpostasi berbasis online (Grap Car dan Uber)yang telah merebut lahan rejeki mereka.
Mereka mengacu pada undang-undang lalu Lintas no 2 tahun 2009 tentang Angkutan Umum dan lalu lintas jalan Raya. Keberadaan transportasi online dinilai para supir taksi telah melanggar undang-undang tersebut.
Demonstrasi apapun bentuknya tidak boleh bersifat anarkis. Indonesia harus lebih banyak belajar tentang perilaku demonstrasi yang damai. Demonstrasi memang dilindungi undang-undang (Undang-Undang no 29 tahun 1998)tentang kebebasan berpendapat di muka umum. Namun demonstrasi yang berakhir dengan perusakan fasilitas public jelas termasuk tindakan kriminal. Pada pasal 5 dalam Undang-Undang tersebut disebutkan:
- Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain,
- Menghormati aturan-aturan moral orang lain;
- Mentaati peraturan dan ketentuan peraturan;
- Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum;
- Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Nah pasal-pasal di atas perlu menjadi renungan bagi siapa saja yang yang ingin berdemonstrasi. "Demontrasi kan hak. Kalau sudah anarkis dan merusak itu pidana. Saya minta diproses hukum kalau anarkis," kata Jonan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta, Selasa, 22 Maret 2016.
Demonstrasi para sopir taksi patut disayangkan terjadi di masa pemerintahan yang sedang menggalakkan revolusi mental. Lalu ke mana nurani para demonstran?
Sumber: https://nurmansyahdwisurya.wordpress.com
Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.