x

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Aziz. TEMPO/Frannoto

Iklan

mohammad mustain

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

POLEMIK: Ketua BPK Belum 'Clear'

Ketua BPK Harry Azhar Azis atau pihak lain yang namanya masuk Panama Papers meng-clear-kan dirinya sendiri. Bisakah hal ini diterima akal sehat?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Harry Azhar Azis ketua BPK  menyatakan dirinya sudah clear terkait persoalan perusahaan Sheng Yue International Limited miliknya, yang terbongkar setelah dokomen Panama Papers dipublikasikan. Harry memang sudah berbicara dengan presiden, juga  datang ke Direktorat Jenderal Pajak. Tapi, apa setelah itu lantas persoalan dianggap clear?

BACA:Menunggu Jokowi Menindak Ketua BPK

Harry tidak sendiri, Wapres Jusuf Kalla juga sempat memberi pernyataan klarifikasi atas keterlibatan saudaranya dalam perusahaan offshore semacam milik ketua BPK itu. Isi klarifikasi itu juga sama: tak ada yang salah dengan kepemilikan perusahaan itu dan saudara Jusuf Kalla tidak bersalah. Lantas, apa persoalan juga sudah dianggap clear?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sandiaga S Uno pun juga melakukan  hal serupa. Pemilik   beberapa perusahaan offshore yang juga tercantum dalam dokumen Panama Papers itu menyatakan perusahaan itu tak menyalahi aturan. Perusahaan itu didirikan untuk mendukung  bisnisnya di dunia international. Jadi, dia tidak merasa bersalah dan tetap siap maju jadi cagub DKI. Jadi, persoalan dianggap sudah clear?

Daftar masih panjang, dan sangat mungkin semuanya menyatakan tidak bersalah. Walaupun, semua juga tahu perusahaan offshore di negara-negara surga pajak itu, memiliki kerahasiaan tinggi, menyamarkan pemilik aslinya termasuk lalu lintas keuangannya. Dan yang pasti, ada pajak sangat kecil atau nol. Dengan sifat rahasianya itu pula, pemiliknya bisa terbebas dari kewajiban membayar pajak di negerinya sendiri.

Tindakan meng-clear-kan diri sendiri itu mengingatkan saya akan film Mr Bean saat main golf sendiri. Dia atur sendiri permainan itu, bola yang sulit masuk dimasukkan sendiri, nilainya di buat sendiri tentu setinggi mungkin. Hasil akhirnya: Mr Bean juara main golf!!!

Hal serupa juga muncul dalam film Tom & Jerry. Tom juga main golf sendiri (tentu dengan gangguan Jerry). Tom juga mengatur masuknya gol dengan seenaknya sendiri, nilainya pun dia tulis sendiri. Hasilnya: Tom juara main golf!!!

Masih ada lagi, di Film Masha and The Bear juga ada adegan dengan pola cerita sama. Kali ini, bukan permainan golf, tapi catur. Pak Beruang memainkan peran ganda, sebagai pemain yang memainkan bidak putih dan pemain yang memainkan bidak hitam. Dua ekspresi yang berbeda dan lucu, dipertontonkan Pak Beruang. Hasilnya, bidak putih yang menang, seperti yang diinginkan Pak Beruang.

Tindakan pejabat atau siapa saja yang terlibat di Panama Papers, meng-clear-kan diri sendiri, punya korelasi dengan rasa etis yang melekat pada mereka. Ketika etika seseorang baik, dia tentu akan sangat berhati-hati dalam mengambil tindakan. Terlebih jika itu menyangkut persolah benar atau salah, ada nilai moral yang sakral, yang patut jadi pertimbangan.

Sebaliknya, jika etika diabaikan, yang terjadi adalah sikap  merasa benar sendiri, menang sendiri, atau tak bahkan tak punya rasa malu sebagai pengendali diri yang utama. Istilah orang Jawa untuk orang-orang seperti ini adalah "ngrumangsa ning ora bisa ngrumangsani".

BACA:Ketua BPK terseret Panama Papers, Busyro: Kalau Dasarnya Kuat, mundur saja 

Secara hukum, untuk membuktikan seseorang yang namanya tercantum dalam Panama Papers harus melalui serangkaian proses yang memakan waktu. Tidak bisa hanya dengan  ‘bim salabim aba kadabra’ lantas dinyatakan tidak bersalah. Harus diperiksa dulu oleh PPTAK, Ditjen Pajak, juga KPK. Harus diteliti rekam jejak keuangan yang bersangkutan beberapa tahun ke belakang. Harus diteliti pula kemungkinan-kemungkina  lain, terkait kemungkinan uang hasil korupsi, dan lainnya.

Itu bukan pekerjaan mudah dan bisa selesai satu atau dua hari. Ditjen Pajak harus bekerja sama dengan otoritas pajak di luar negeri. KPK pun juga harus melakukan hal serupa, meneliti keberadaan perusahaan. Termasuk yang paling sulit, memperoleh nomor rekening pemilik perusahaan offshore itu.

Dalam kasus Ketua BPK Harry Azhar Azhis sebagai pemilik perusahaan Sheng Yue International Limited, yang alamat pemegang sahamnya menggunakan alamat DPR, korespondensi di Hongkong, untuk anaknya yang kini menikah di Chile, tentu perlu hal serupa. Tidak bisa dirjen pajak atau menteri keuangan langsung mengatakan clear. Demikian juga ketua KPK. Perlu penelitian mendalam.

Saat mendirikan perusahaan itu 2010 lalu, Harry Azah Azis menjabat ketua Badan Anggaran DPR. Konsekuensinya, harus diteliti adakah hubungan antara jabatannya sebagai ketua Badan Anggaran dengan pendirian perusahaan ‘rahasia’ itu. Perlu diteliti, kasus-kasus keuangan yang mungkin terjadi pada Badan Anggaran DPR. Juga patut diteliti, adanya isu pelarian uang ke luar negeri terkait booming kayu ilegal, batu bara,  dan pertambangan migas. Semua harus dikaji.

Di luar negeri, KPK juga harus melakukan kerja sama dengan badan antikorupsi dunia, untuk meneliti rekam jejak Harry Azhar Azis di dunia perusahaan offshore. Keberadaan rekening anak Harry bahkan keluarga Harry yang lain,  baik di Chile atau negara lain di seluruh dunia, juga harus diteliti. KPK tentu tak bisa hanya mengatakan, ‘’Sudahlah, bawa saja uang itu ke Indonesia.”

Secara etika, langkah Harry Azhar Azis mendirikan perusahaan Sheng Yue International Limited, yang katanya telah dijual seharga USD 1, dan tak jadi miliknya sejak 1 Desember 2015, jelas salah. Salah karena meski hanya bernilai USD 1, tapi tak dilaporkan dalam LHKPN. Salah karena Harry Azhar menggunakan alamat Dewan Perwakilan Rakyat untuk urusan perusahaan offshore. Oleh karena itu, Harry Azhar Azis tidak bisa serta merta mengklaim dirinya tak bersalah.

Sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas audit keuangan negara, ketua BPK tentu sadar benar tentang kesulitan melacak jejak transaksi di perusahaan offshore. Hambatan undang-undang perbankan, kerja sama antar otoritas pajak dunia yang baru berlaku efektif 2018, serta sulitnya menjalin kerja sama dengan otoritas pajak negara lain saat ini, tentu sudah diketahuinya.

Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro dalam wawancara khusus dengan Tempo (Investigasi Panama Papers) mengakui kesulitan itu. Data intelijen yang dimiliki departemennya menunjukkan potensi uang orang Indonesia di luar negeri, dengan tempat favorit di British Virgin Islands, Cook Island, Singapura, Mauritius, Jersey, atau Cayman Islands.

Namun, informasi intelejen itu tak serta merta bisa merta menindak para wajib pajak itu. Untuk itu diperlukan data resmi yang diperoleh dari lembaga resmi pula. Sementara kerjasama exchange of information baru efektif berlaku 2018. Artinya baru dua tahun lagi. Saat ini, bisa saja dilakukan pertukaran informasi data dengan negara tertentu, namun itu bersifat tukar informasi. Sementara Indonesia masih harus merevisi UU Perbankan, terkait kerahasiaan rekening nasabah bank. “ Siapa yang mau tukar kalau tidak ada timbal balik?”

Kondisi itulah yang membuat muskil pernyataan Ketua BPK Harry Azhar Azis atau yang lain, bahwa mereka telah clear. Sebuah pernyataan yang terlalu memudahkan urusan dan terburu. Padahal, setidaknya diperlukan waktu lebih dari dua tahun untuk menelusurinya –dua tahun menunggu automatic exchange of information dan langkah lanjutannya.

Meski demikian, tulisan ini juga sekedar pendapat warga negara biasa. Kalau misalnya yang berwenang mengusut, Ditjen Pajak, PPATK, KPK mau buru-buru meng-clear-kan ketua BPK atau yang lain, ya monggo saja. Mungkin bukti yang diperoleh sudah cukup. Tapi juga jangan salahkan rakyat, kalau ada yang mencatat: Itu kok rasanya muskil, aneh bin ajaib, dan tak logis.

 

Salam.

Ikuti tulisan menarik mohammad mustain lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan