x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

POLEMIK: Panama Mercedes, Indonesia Bajaj?

Para pemilik modal mencari tempat yang paling menguntungkan dengan risiko paling kecil.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Isu Panama Papers mestinya belum selesai bila pemerintah memang bersungguh-sungguh menjernihkan dokumen ini, tapi bisa pula data itu berlalu bagaikan angin berembus—menderu-deru kencang di awal dan memancing sedikit kehebohan, lantas berubah jadi angin sepoi-sepoi, dan kemudian berlalu dalam damai. Banyak orang pada akhirnya lupa. Bukankah seperti itu yang terjadi dengan kasus ‘papa minta saham’? Terbawa angin lalu, entah kemana.

Setelah dokumen Panama bocor dan dipublikasikan secara serentak oleh sekitar 100 media massa seluruh dunia, DPR seperti terkena sengatan listrik—para anggota Parlemen buru-buru berbicara tentang mendesaknya pembuatan undang-undang pengampunan pajak. Aturan yang hendak dibuat ini dianggap sebagai jurus yang ampuh untuk menarik kembali dana orang-orang kaya Indonesia yang diparkir di luar negeri. Harapannya seperti itu, kenyataan bisa berbeda.

Di tengah wacana tentang pengampunan pajak itu, ada komentar menarik yang dilontarkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Aziz, yang namanya tercantum dalam Panama Papers. Seperti dikutip sebuah media, Harry mengatakan bahwa kebijakan pengampunan pajak menggambarkan kurang menariknya investasi di dalam negeri. “Sehingga para pemilik modal berbondong-bondong menanamkan modalnya di luar negeri,” ujarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masyarakat bertanya-tanya, apakah karena alasan yang sama maka Ketua BPK membuka perusahaan di luar negeri tapi dengan alamat pemegang saham di Gedung Parlemen? Secara tidak langsung, komentar tadi telah menjawab pertanyaan tersebut. Komentar itu menimbulkan kesan bahwa Ketua BPK menganggap ‘Panama itu Mercedes, dan Indonesia itu Bajaj’—meminjam ungkapan yang ia gunakan saat mengomentari alamat lahan RS Sumber Waras yang dibeli Pemprov DKI (‘Jalan Kyai Tapa itu seperti Mercedes dan Jalan Tomang Utara itu seperti Bajaj’). Maksudnya, menanam modal di luar negeri lebih menggiurkan dibanding berinvestasi di dalam negeri.

Para kapitalis pada umumnya memang mencari jalan untuk melipatgandakan kapital yang sudah dimiliki, tak peduli di manapun tempat melipatgandakan kapital itu, sekalipun bukan di negeri sendiri. Kepada Tempo, Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro mengatakan ada tempat-tempat favorit yang potensial bagi orang Indonesia untuk menyimpan uang mereka, seperti British Virgin Islands, Cook Island, Singapura, Mauritius, Jersey, maupun Cayman Islands.

 “Kalau di dalam negeri masih sangat membutuhkan kapital, mengapa menanam kapital di luar negeri? Itu tidak nasionalis dong!” komentar sebagian orang. Jawabannya: “Untuk urusan ini, tidak usah mengaitkannya dengan nasionalisme. Para pemilik modal hanya mencari tempat yang paling menguntungkan bagi dirinya.” Arus globalisasi kapital dan finansial yang begitu kencang telah mengurangi peran negara.

Dana yang amat besar niscaya akan sangat bermanfaat bagi rakyat banyak bila diinvestasikan di dalam negeri. Secara normatif memang seperti itu. Kegiatan ekonomi masyarakat dapat digerakkan secara teratur dan lapangan kerja dapat tercipta dalam jumlah banyak. Ketimpangan sosial juga dapat dikurangi—harap maklum, jumlah pengangguran terus bertambah, Rasio Gini pun menurut BPS sudah mencapai 0,42.

Sayangnya, ada cara-cara lain yang lebih disukai oleh para pemilik kapital bila menurut mereka negeri sendiri kurang menarik, di antaranya dengan memarkir uangnya di luar negeri. Cara-cara ini diharapkan dapat mengurangi risiko penurunan nilai kapital, bahkan justru mengembangkannya hingga berlipat ganda. Ibarat kata, ‘Panama itu Mercedes, Indonesia itu Bajaj’ diam-diam mereka amini; kendati tidak menampik kemungkinan adanya motif-motif lain.

“Masak iya sih begitu?” kata seorang kawan. “Ah, kamu iri saja sama orang-orang yang duitnya berkarung-karung. Kalau kamu kaya raya, jangan-jangan namamu juga ada di Panama Papers.”

“Mungkin juga ya? Memang tidak ada yang mustahil di dunia ini.” ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini