Perempuan Perempuan Perkasa

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Benarkah perempuan Jawa canrik, setia, nrimo, panas di ranjang tetapi otaknya kosong?

Judul: Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX

Penulis: Peter Carey dan Vincent Houben

Tahun Terbit: 2016

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia                                                               

Tebal: xiv + 114

ISBN: 978-602-6208-16-3

 

Dalam buku-buku sastra tulisan penulis Belanda di era Hindia Belanda, perempuan Jawa digambarkan sebagai perempuan yang cantik, nrima, setia, panas di ranjang tetapi kepalanya kosong (hal. 2). Benarkah perempuan Jawa seperti itu? Bukankah Raden Ajeng Kartini adalah seorang perempuan Jawa? Bukankah R.A. Kartini berani mendobrak tradisi dengan mengupayakan pendidikan bagi kaumnya? Carey dan Houben memberi gambaran yang sebaliknya. Carey dan Houben menunjukkan bahwa sebenarnya perempuan Jawa itu adalah perempuan-perempuan perkasa. Mereka bukan kaum lemah yang hanya menjadi penghangat para lelaki. Jadi seperti apa gambaran perempuan Jawa di abad XVIII dan XIX?

Penggambaran perempuan Jawa harus dilihat dari tokoh-tokoh perempuan dalam pewayangan dan dalam mitos-mitos Jawa. Dalam cerita pewayangan, dikenal tokoh-tokoh perempuan yang menonjol. Tokoh tersebut adalah Srikandi (hal. 6), Sembodro (hal. 7) dan Drupadi (hal. 5). Srikandi adalah seorang perempuan prajurit. Istri Arjuna ini adalah seorang pemanah professional. Srikandi bahkan mencapai puncak karier sebagai panglima perang pada saat Baratayudha. Srikandi berhasil membunuh panglima perang lawan. Sedangkan Sembodro yang digambarkan sebagai perempuan lembut dan halus adalah seorang istri yang berani hidup sejajar dengan suaminya. Sembodro tidak tunduk pasrah kepada Arjuna suaminya. Sembodro adalah istri yang bisa memberi pertimbangan dan kadang perlawanan kepada Arjuna. Namun Sembodro adalah istri yang setia yang memilih mati daripada dilecehkan oleh lelaki lain. Drupadi adalah perempuan yang berkemauan keras. Istri Yudhistira ini memilih melepas konde dan tidak akan menggelung rambutnya sampai dia bisa mengeramasi rambutnya dengan darah Dursasana.

Cerita pewayangan tersebut memberi gambaran bagaimana pandangan Jawa terhadap perempuan. Perempuan adalah makhluk yang bisa mengemban tugas-tugas laki-laki (Srikandi), menjadi pasangan sederajad dengan lelaki (Sembodro), setia dan teguh dalam menjaga kesucian (Sembodro) dan memiliki keinginan yang kuat (Drupadi).

Dalam mitos Jawa dikenal Batari Durga, seorang perempuan yang membawa petaka. Meski Batari Durga adalah perempuan jahat, namun dalam bentuk lain, Batari Durga adalah Dewi Uma yang memberi kemakmuran melalui hasil pertanian. Jadi orang Jawa selalu berupaya untuk membuat Batari Durga tampil sebagai Dewi Uma. Upacara Sekaten yang waktunya bertepatan dengan hari ulang tahun Nabi Muhammad sebenarnya adalah upacara perayaan panen, atau ucapan syukur kepada Dewi Uma dan suaminya Joko Sadono. Selain Sekaten, upacara Maesa Lawung di Keraton Surakarta adalah bentuk sesaji kepada Batari Durga.

Legenda lain yang muncul di Jawa adalah tentang Ratu Kidul. Ratu Kidul yang merupakan penjelmaan putri Pajajaran. Ratu Kidul adalah dewi pelindung Kerajaan Mataram dan istri gaib para raja Mataram (hal. 13). Itulah sebabnya raja-raja Mataram harus mengunjunginya untuk melaksanakan tugasnya sebagai suami. Dengan demikian Ratu Kidul dengan semua tentara makhluk halusnya akan melindungi Kerajaan Mataram dari segala gangguan.

Dari cerita Batari Durga/Dewi Uma dan Ratu Kidul kita bisa melihat penggambaran perempuan dalam pandangan Jawa. Perempuan memiliki kekuatan penghancur sekaligus pembangun. Laki-laki akan kuat apabila bisa menggunakan kekuatan perempuan tersebut. Kisah Ken Dedes yang vaginanya bersinar adalah contoh lain dari pandangan Jawa ini. Ken Arok, seorang biasa yang mengawini Ken Dedes kemudian menjadi raja di Singasari. Pada era Suharto, ada cerita bahwa sesungguhnya Ibu Tienlah yang sesungguhnya kewahyuan, memiliki derajad sebagai penguasa Jawa/Indonesia.

Peter Carey dan Vincent Houben menggunakan pandangan Jawa yang diambil dari cerita pewayangan dan legenda Ratu Kidul untuk menampilkan perempuan-perempuan perkasa, khususnya di Keraton Jawa tengah selatan. Peran-peran seperti yang digambarkan dalam pandangan Jawa ternyata ada contohnya dalam kehidupan keraton Jawa tengah selatan.

Pada era Hamengkubuwono (HB) II di Jogja dan Pakubuwono (PB) V di Surakarta, perempuan telah berperan sebagai prajurit yang mumpuni. Pengawal HB II dan PB V adalah prajurit perempuan yang pandai menggunakan berbagai jenis senjata. Para prajurit perempuan ini juga piawai dalam mengendarai kuda.

Perempuan teguh dicontohkan melalui Raden Ayu Yudokusumo istri HB III dan Nyai Ageng Serang. Keteguhan Raden Ayu Yudokusumo tetap mendampingi sang suami, meski keraton sedang diserang oleh Inggris. Dalam kondisi kakinya tertembak, istri HB III ini tetap mendampingi suaminya (hal. 28). Sedangkan Nyai Ageng Serang, seorang keturunan Sunan Kalijaga secara teguh mengobarkan perlawanan kepada Belanda dari tempatnya di Demak.

Kesetaraan dengan suami seperti yang digambarkan dalam sosok Sembodro juga ditemukan dalam praktik di keraton. Perempuan Jawa, khususnya yang berkerabat dengan para pembesar keraton memiliki hak waris yang sama seperti laki-laki (hal. 43). Selain hak waris, perempuan Jawa di abad XVIII dan XIX bisa meminta cerai dari suaminya. Perjanjian taklek dalam pernikahan memberi jaminan kepada perempuan yang ditelantarkan oleh suaminya untuk cerai. Bahkan perempuan bisa meminta cerai dengan kehendaknya sendiri dengan cara mancal, yaitu memberi tebusan kepada suaminya. Contoh perceraian dari inisiatif perempuan juga terjadi di kalangan elite keraton. Ratu Bendoro (anak dari HB I) meminta cerai dari R.M. Said (Mangkunegoro (MN) I (hal. 55). Hal yang sama dilakukan oleh Raden Ayu Notodiningrat (cucu MN II) yang meminta cerai dari Bupati Probolinggo yang menelantarkannya (hal. 55). Kesetaraan untuk menentukan nasib sendiri ditunjukkan oleh ratu Kencono Wulan, istri HB II yang menolak untuk ikut diasingkan. Kesetaraan juga ditunjukkan oleh Raden Ayu Sekar Kedaton dari Kasunanan Surakarta yang memilih untuk tidak menikah supaya bisa diangkat menjadi Raja di Surakarta.

Perempuan Jawa juga mampu mengelola bisnis. Meski contoh yang ditampilkan adalah contoh yang rakus, namun contoh ini menunjukkan bahwa pikiran dan keterampilan bisnis ada pada perempuan Jawa. Ratu Kencono Wulan, istri HB II berhasil memanfaatkan posisinya untuk mengeruk keuntungan dari proyek-proyek yang dilakukan oleh keraton. Ratu Kencono Wulan juga memungut bayaran untuk kenaikan pangkat dari para punggawa keraton (hal. 39). Pada umumnya pengelola keuangan dalam keluarga Jawa dilakukan oleh perempuan. Sebab perempuan memiliki keahlian yang lebih tinggi dalam mengelola uang.

Seperti legenda Ratu Kidul, perempuan Jawa juga menjadi pelindung. Banyak istri raja berasal dari pedesaan, atau memiliki hubungan dengan desa-desa di luar istana. Hubungan dengan desa-desa di luar istana ini sering menjadi kekuatan bagi raja dalam kondisi terdesak. Perjuangan Diponegoro dan R.M Said adalah contoh bagaimana kedua tokoh ini menggunakan dukungan dari pedesaan yang berasal dari perempuan-perempuan di sekitarnya untuk perjuangannya.

Melalui buku kecil ini Carey dan Housen membuktikan bahwa perempuan Jawa tidak seperti yang digambarkan dalam sastra Hindia Belanda. Perempuan Jawa adalah perempuan yang memiliki kemampuan untuk sejajar dengan lelaki. Pandangan Jawa tentang perempuan yang sudah terbukti ini seharusnya terus dipelihara sehingga peran perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tetap langgeng. Sebab dengan berperannya perempuan secara sejajar telah memberi bukti bahwa keadaan menjadi lebih baik.

Dalam pengantarnya Carey mengapresiasi tindakan Presiden Joko Widodo yang mempercayai perempuan untuk hal-hal besar, seperti pemilihan pimpinan KPK. Carey juga berharap bahwa keteladanan perempuan-erempuan perkasa di abad XVIII-XIX bisa diteruskan oleh para perempuan di abad XXI.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua