x

Iklan

Leny Suryani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Serbet Lusuh Pekerja Rumah Tangga

PRT adalah pekerja

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ditulis oleh Leny Suryani, bekerja di Jakarta, sebagai Pekerja Rumah Tangga

Bagi kebanyakan orang, profesi Pekerja Rumah Tangga, merupakan pekerjaan rendahan. Istilah pembantu atau asisten atau istilah streotif lain kuli, jongos, pembokat banyak dikenal dimasyarakat kebanyakan. Namun, bagiku, PRT tetaplah sebuah pekerjaan sama seperti profesi pekerjaan lain, seperti pekerja kantoran bahkan para majikan, karena terdapat unsur upah, jenis pekerjaan, dan perjanjian kerja baik berupa lisan maupun tertulis (kontrak). Hal ini yang kupelajari dari organisasi Serikat Pekerja Rumah Tangga Sapulidi dimana aku bergabung saat ini. Belum genap setahun aku bergabung dalam organisasi ini, namun aku mendapat banyak manfaat dimana aku bisa berbagi cerita dengan teman-teman sesama PRT, memperoleh informasi baru, dan khususnya aku lebih percaya diri sebagai PRT. Disisi lain, masih banyak PRT yang mengalami kondisi yang menyedihkan karena mereka bekerja berlebihan dari subuh hingga malam, tak ada jam istirahat kecuali makan siang, upah rendah, tanpa hari libur, dan kadang mengalami penyiksaan yang di luar batas kemanusiaan.

Saat ini aku bekerja live out, pulang pergi pada dua apartemen dibilangan elit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Aku cukup beruntung karena bos ku merupakan majikan yang baik, mereka bekerja di perusahaan minyak, BP. Awalnya aku kesulitan berkomunikasi dengan mereka, karena mereka hanya bisa berbahasa Inggris. Namun, lama kelamaan, karena aku sering belajar sendiri dan tambahan kursus Bahasa Inggris yang disediakan di SPRT Sapulidi, aku sedikit bisa.    

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jumat lalu, jam 12.00 aku masak, sesuai permintaan majikan, pumpkin soup, tofu edamame salad dan grill salmon with herb. Sambil masak, karena mendekati hari lebaran, dalam hati aku berbisik "Semoga siang ini bos ku memberi gaji dan THR ku”. “Braaakkk”, suara keras pintu membuyarkan lamunanku, dan ku mendengar langkah kaki semakin mendekat kearah dapur, dan sebuah suara lantang tak asingpun menggema, "hello Leny, how are you?.”. Kaget, majikan ku pulang masuk ke apartemen. Ku jawab "Hi Mister, I am fine, thank you." Dan kemudian, dia segera memanggilku, tanpa basa basi bos berkata dengan Bahasa Inggris yang disesuaikan dengan kemampuan ku ,"Yesterday, you go shopping at Thamrin for hari raya?, katanya sambil tersenyum. Segera ku jawab “no Sir, I am waiting holiday allowance (baca: THR) and my salary from you”. Dia membalas, “oh, I think you go shopping”. “Yes, I will give you but not too much follow contract letter”. Aku pun berpikir keras, kenapa kok si bos ngomong “not too much follow contract”. Aku kemudian memberanikan diri menanggapi bos ku “ok, Mister, we can talk about holiday allowance and my public holiday too on Monday afternoon ok?". Dia pun setuju. Singkat kata, saat lebaran, si bos memberikan seluruh hak ku, THR, gaji dan cuti lebaran. Aku berkesimpulan, bila aku berani menyatakan pendapatku, paling tidak orang akan tahu isi kepalaku, apapun hasilnya, diterima atau tidak.

Tentu saja, tidak semua temanku sesama PRT bisa seberuntung aku, hari ini aku mendengarkan cerita temen PRT sebut saja "N" dia bekerja dari awal Januari tahun 2016 sebagai pengasuh bayi disalah satu keluarga kedutaan, namun menjelang lebaran, saat mudik ke kampungnya di Jawa Tengah, majikannya memecat N hanya melalui SMS. Beruntunglah, saya kemudian menyarankan N melaporkan kasus PHK sepihak ini kepada organisasi SPRT Sapulidi yang berjejaring dengan LBH Jakarta untuk dibantu advokasi kasusnya. Ini manfaat lain dari berorganisasi.

Kami pun sering saling dukung atas kolega PRT kami yang sedang menghadapi kasus hukum, termasuk Toipah dan Ani yang disiksa oleh majikan mereka. Kami memberikan dukungan moril kepada mereka termasuk hadir saat sidang. Sebagai PRT, orang bisa menganggap kami pekerja rendahan tapi kami berkontribusi besar terhadap baju rapi yang dipakai bos dan anggota keluarganya setiap hari ke kantor, ke sekolah. Kami juga membuat rumah bersih, memastikan ketersediaan asupan gizi keluarga dari makanan dan minuman yang kami masak. Kami juga membuat para bos, laki dan perempuan bisa beraktifitas produktif di luar rumah. Kami jugalah yang mengajar anak-anak mengaji, bila orang tua anak tidak bisa mengaji. Kami membantu mereka membuat pekerjaan rumah pelajaran agama dan bahasa daerah. Dari gaji kami, kami bisa memastikan anak-anak kami tetap bersekolah dikampung.

Kami para PRT paham, masih banyak pejabat yang merasa PRT belum perlu diatur melalui kebijakan, namun bila mereka melihat lebarnya jurang kesenjangan antara pekerja formal dan PRT, mereka akan paham. Ketika pekerja lain mendapat upah minimum, cuti mingguan, jam kerja pasti, jam istirahat, perlindungan asuransi kesehatan, kami tidak. Kami menuntut hak kerja layak seperti yang dinikmati oleh pekerja lainnya, agar kami tidak bekerja hampir 18 jam sehari, agar kami bisa bisa dapat upah yang layak, agar bisa dapat cuti mingguan dan istirahat cukup. Karena kami sama seperti pekerja lain, PRT adalah pekerja.  

 

Ikuti tulisan menarik Leny Suryani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB