x

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, berpidato saat Halal Bihalal di Markas Teman Ahok, Pejaten, Jakarta, 27 Juli 2016. Ahok mengaku hal tersebut sudah ia lihat setelah melihat dukungan dari tiga partai politik yang datang, yakni Partai NasDe

Iklan

Ahmad Taufik

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Warga Dikacangin, Ahok (Bakal) Dikadalin Partai

Tak ada nama Basuki Tjahja Purnama alias AHok di daftar calon perseorang/indepen untuk pemilihan Gubernur DKI Jakarta

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pendaftaran atau penyerahan berkas bakal calon Gubernur Perseorangan (independen) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sudah berakhir. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sudah menutup diri dari calon perseorangan. Sampai batas waktu berakhir delapan orang mendaftarkan diri dan semuanya dinyatakan tak memenuhi syarat berkas dukungan saat mendaftar.

Dari delapan calon yang mendaftar, tak ada nama Basuki Tjahja Purnama alias AHok, petahana Gubernur DKI Jakarta saat ini. Artinya kesempatan AHok bertanding melalui jalur perseorangan tertutup sudah. Jadinya, di DKI Jakarta tak ada calon Gubernur dari jalur perseorangan.

Berkas fotocopy KTP dan dukungan terhadap AHok, melalui Teman AHok, selama ini yang mengaku sudah mengumpulkan satu juta dukungan tak digunakan alias sia-sia. AHok memindahkan dukungan itu, dan dibantu Teman AHok kepada tiga partai politik (Nasdem, Hanura dan Golkar).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perlakuan Teman AHok dan tentu saja juga dengan restu AHok, atas fotocopy KTP dan dukungan warga tentu saja mengecewakan. Warga yang menitipkan dukungannya pada AHok adalah untuk maju melalui jalur perseorangan. Namun, ternyata “dijual” untuk mendapat tempat di partai politik. AHok tentu menduga dengan dukungan dan usungan partai politik lebih “aman” , dari “mainan” institusi lewat verifikasi.

Cara main “aman” ala AHok ini ke depan justru bisa menjadi bumerang. Alih-alih “aman” malah bisa menjadi tak nyaman. “Nyawanya” kini berada di dalam genggaman partai politik. Selain harus menuruti keinginan partai politik pengusungnya, AHok bisa menjadi cuma sapi perahan. Mungkin, saja dana “palakan” partai politik bukan dari kantong AHok sendiri, seperti Rp 30 milyar yang diperoleh Teman Ahok lewat konsesi dari taipan atau pengembang yang mendapat proyek tertentu.

Yang lebih ngeri bagi AHok, jika partai politik mengusungnya ada yang “main mata”. Last minute, pencalonan (pendaftaran calon)salah satu partai politik saja menarik diri dari usungannya. Berakhirlah riwayat AHok. Seperti kita ketahui, kelakuan partai politik, terutama pengurus atau elit-elit partai, tak punya sikap amanah apalagi istiqomah. Apalagi Partai Golkar, bisa bagai belut, licin, tak pisa dipegang.

Bukan tdak mungkin jika Walikota Surabaya, Tri Risma Harini, masuk ke Jakarta lewat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan beberapa partai lainnya, pastilah “karpet merah” disediakan untuknya. PDIP tak bakal mau kehilangan muka, dengan segala upaya partai politik yang sekarang masih (berencana) mengusung AHok dilobi untuk melepaskan dukungannya. Dalam pepatah politik dikenal dengan menarik taplak meja, tanpa menjatuhkan makanan di atasnya.

Nah, kalau sudah terjadi seperti demikian AHok yang ngacangin warga DKI Jakarta- yang ingin calon independen, malah di akhir hayat politiknya dikadalin partai politik. Prilaku AHok yang merendahkan partai politik, bakal menjadi senjata untuk menusuk dirinya. Penulis melihat AHok akan menjadi kelinci percobaan, sebagai “sampah” atau “racun” politik kita saat ini. Belum lagi jika kasus-kasus yang terkait dirinya dan sudah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dinaikkan ke tingkat yang lebih serius. (***)

Jakarta, 10 Agustus 2016.

Ahmad Taufik, Master Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Bandung

Ikuti tulisan menarik Ahmad Taufik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini