x

Penjaga stan pameran memperlihatkan olahan rumput laut dalam acara Sarasehan Nasional Masyarakat Pesisir Indonesia Seaweed Forum (ISF) di Hotel Sahid Jaya, Makassar, 12 November 2015. TEMPO/Fahmi Ali

Iklan

Kristian Arie

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rumput Laut Terancam Dihapus dari Daftar Pangan Organik

Rumput laut Indonesia adalah pemasok kebutuhan industri dunia terbesar mencapai sekitar 50%.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Komoditas Rumput Laut saat ini menghadapi ancaman yang cukup serius. Pasalnya, komoditas itu dihadapkan pada wacana akan dikeluarkannya rumput laut dari daftar pangan organik yang saat ini sedang dibahas oleh berbagai lembaga di Amerika Serikat (AS).

“Ancaman ini cukup serius karena telah melalui mekanisme yang konstruktif, baik diawali dari temuan riset lalu dilanjutkan dengan konvensi ilmiah dan publikasi yang dilakukan oleh institusi perguruan tinggi di sana,” kata Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis di Menara Kadin, (11/8/2016).

Seperti diketahui, institusi perguruan tinggi, Joanne K. Tobacman M.D. dan LSM Cornucopia dari negara pengguna (USA) telah meminta kepada National Organic Standards Board (NOSB) untuk mengeluarkan Carrageenan dan Agar dari daftar (delisting). Menurut Safari, target delisting itu secara resmi akan diberlakukan pada tahun 2018.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Indonesia harus segera melakukan persiapan defense (pembelaan) untuk menindaklanjuti persoalan ini,” kata Safari.

Dia menuturkan, kesempatan untuk melakukan defense  bisa dilakukan pada Sunset Meeting yang akan dilaksanakan pada Novemver 2016 di Missouri, Amerika Serikat. Upaya itu juga sebagai tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya pada bulan April 2016 di Washington D.C., AS.

Dia menjelaskan, rumput laut Indonesia adalah pemasok kebutuhan industri dunia terbesar mencapai sekitar 50%. Rumput laut banyak diekspor ke negara-negara produsen olahan rumput laut seperti China, Filipina, Chile dan negara lainnya.

“Meski kita tidak ekspor langsung ke AS, tetapi rumput laut kita banyak diserap oleh negara-negara produsen olahan rumput laut yang mengekspornya ke AS. Ini yang menjadi perhatian kita,” ungkap Safari.

Dia juga mengatakan, selama ini rumput laut telah menjadi penggerak perekonomian masyarakat pesisir dan pulau terutama di daerah Indonesia timur. Apabila delisting itu benar diberlakukan, ada beberapa kerugian besar yang akan dialami, yakni masyarakat pesisir dan kepulauan akan kehilangan sumber mata pencaharian dan kemakmuran sehingga dikuatirkan akan terjadi ketimpngan sosial ekonomi, selain itu ekspor bahan baku maupun produk olahan rumput laut akan menurun.

“Kami harapkan adanya koordinasi yang baik diantara kementerian terkait dengan para pelaku usaha serta peneliti. Perlu dibentuk satuan tugas khusus dari berbagai lembaga yang terkait dan dipimpin oleh Kementerian Perdagangan yang juga didukung oleh Kementerian Koordinator Maritim dan Kementerian Kelautan dan Perikanan juga Kementerian Perindustrian. Sejauh ini memang belum ada respon yang berarti dari pihak-pihak itu,” pungkas Safari.

Ikuti tulisan menarik Kristian Arie lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler