x

Ilustrasi - Penggunaan aplikasi Partmaps. Mahasiswa ITS punya aplikasi anti begal. dok KOMUNIKA ONLINE

Iklan

Tasroh

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kampanye Terselubung Pilkada

Kebijakan KPU yang mengatur masa dan jadwal kampanye masih menggunakan logika primitif, yang hanya menghitung kampanye dengan model offline-physical medium

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Era Pemilihan kepala daerah langsung serentak tahun 2016/2017 akan kembali digelar. Data KPU terkini menyebutkan memasuki tahun 2017, setidaknya tercatat sebanyak 274 daerah (propinsi, kabupaten, kota) di seluruh Indonesia akan menunaikan hajat demokrasi lokal tersebut untuk memilih kepala daerah terbaik secara Luber dan Jurdil (jujur dan adil).

Salah seorang komisioner KPU, Hadar Gumay, menyebutkan tantangan terbesar dalam pesta demokrasi lokal adalah menyelenggarakan pesta politik lokal itu dengan penuh kejujuran, keadilan sebagai manifes ultima makna demokrasi yang azali.

Sayangnya, meskipun secara prosedural, gelaran pesta demokrasi politik lokal yang di Indonesia seperti disebutkan pakar politik Australia, A. Riedl dalam bukunya, "Local Sense of Democracy" (2011) sebagai model seleksi kepemimpinan lokal yang paling "megah", harus diakui bahwa gelaran pesta demokrasi politik lokal semestinya tetap menjunjung tinggi asas-asas demokrasi politik itu sendiri, antara lain bersama semua komponen bangsa merenda nilai-nilai kejujuran dan keadilan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu aksi untuk mengimplementasikan nilai kejujuran dan keadilan adalah dengan sejak dini merencanakan, mengatur, mengoprasikan dan mengawasi serta menindak tegas dan tuntas bagi semua yang terlibat langsung dalam pilkada itu sendiri agar pesta demokrasi lokal tak sekedar mrmilih kepala daerah secara demokratis, tetapi juga mampu melahirkan pimpinan daerah yang amanah, jujur dan adil dalam membangun daerahnya kelak.

Untuk mencapai visi tersebut tidaklah mudah. Apalagi berbagai persoalan mendasar selama proses penjaringan oleh parpol atau perseorangan serta proses kampanye sebagai medium sosialisasi dan bedah track record calon, dibiarkan tanpa kepastian justru oleh penyelenggara Pilkada itu sendiri.

Salah satunya adalah "pembiaran" pada tradisi kampanye terselubung yang kini mulai marak dimana-mana dengan memanfaatkan berbagai media baik offline ataupun online.

Disebut demikian lantaran hingga detik ini Kebijakan KPU khususnya yang mengatur masa dan jadwal kampanye masih menggunakan logika primitif, yang hanya memandang dunia kampanye dengan model offline- physical medium, yakni mengabaikan medium online sebagai bentuk sarana kampanye yang legal dan kini justru tak banyak diatur secara tegas dan tuntas.

 

Pengendalian Total

Hingga kini Harus diakui, pengaturan dan pengendalian kampanye terselubung memang dilematis jika masih memandang bahwa semua calon kepala daerah berperilaku sesuai asas-asas pemilu itu sendiri.

Kampanye terselubung menurut pakar politik, Hanta Yudha (2016) didefinisikan sebagai tindakan politik mempengaruhi calon pemilih di luar masa dan jadwal kampanye resmi. Biasanya model kampanye itu tak hanya "mencuri waktu dan masa kampanye" resmi, tetapi juga sering memanfaatkan berbagai media, forum non politik untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Kampanye terselubung mulai marak karena dinilai hemat tapi pesan kampanye tersampaikan dengan lebih bsik.

Fakta berdasarkan kajian lembaga riset politik, Poltracking Institute (2016), justru menyebutkan bahwa seratus persen semua calon yang akan bertarung akan memanfaatkan berbagai media untuk kebutuhan dan kepentingan kampanye politiknya tanpa batas. Salah satunya melalui kampanye "terselubung" berbasis online digital yang jauh lebih mudah, murah dan lebih luas serta tepat sasaran.

Kampanye model online yang masih terselubung itu kian massif dan tak banyak diatur oleh regulator lantaran hingga kini regulator dan penyelenggara pilkada belum memiliki landasan hukum yang terstandar, sehingga tak mampu dikendalikan secara online pula. Uu ITE juga tak banyak berperan untuk penegakkan hukumnya. Demikian juga dalam UU Pilkada bahkan tak terdapat definisi kampanye terselubung, bahkan tak ada klsusal yang khusus mengatur kampanye online.

Padahal pemanfaatan media kampanye via online, khususnya medsos dan jejaring sosial seperti disebut A. Riedl diatas, sudah tak lagi didominasi pemilih di kota-kota, tetapi sudah merambah hingga ke pelosok kampung dengan tanpa mengenal sekat usia dan status sosial.

Di sisi lain, kampanye terselubung online perlu dikendalikan penyelenggara pilkada lantaran ketidakterbatasan akses langsung atau tidak akan berpengaruh pada kualitas "keterpilihan" figur calon dominan secara absolut, dengan menegasikan potensi calon lain yang selama ini "senyap".

Jejaring sosial pun akhirnya "dikuasai" oleh kelompok - kelompok dominan yang merajai nietizen secara lebih "idiologis".

Tak jarang kampanye terselubung online ini juga berkolaborasi dengan iklan-iklan layanan sosial dan politik sehingga tak jarang memendam sekam konflik yang kian sulit diprediksi. Kasus pembakaran gedung DPRD Gowa beberapa waktu lalu komon juga dipicu oleh calon kepala daerah yang memanfaatkan kampanye terselubung online untuk menghasut massa melakukan tindakan brutal dan perusakan fasilitas negara. Pengamat politik LIPI, Syamudin Harris, mengingatkan bahwa pemanfaatan media kampanye online dan offline harus diatur dan dikendalikan negara dan penyelenggara pemilu karena berpengaruh luas pada kualitas pillkada sekaligus kualitas calon kepala daerah itu sendiri.

Oleh karenanya, beberapa model pengendalian kampanye terselubung online juga harus dipersiapkan oleh KPU/D, Bawaslu dan perangkat pengawas pemilu di setiap lini baik offline atau online. Pengendalian itu berawal dari hulunya yakni mempetsiapkan SDM khusus IT agar sukses mengatur dan mengawasi perilaku calon dan tim pemenangnya untuk sedini mungkin menguraikan langkah-langkah pemenangan calonnya, keterbukaan pemanfaatan media, sarana dan dana kampanye serta dari hilirnya yang mencakup pengawasan tertib masa dan jadwal kampanye. Pengendalian kampanye terselubung diharapkan tak hanya untuk kelancaran ritual pilkada, tetapi sekaligus menjadi barometer kualitas kepala daerah terpilih untuk menjadi teladan rakyat membangun daerah dengan amanah, jujur dan adil. Karemanya, untuk menghasilkan pemimpin daerah demikian, masa kampanye harus dikendalikan dengan tertib dan tuntas!

 

Tasroh, SS,.MPA,.MSc

pegiat Banyumas Policy Watch dan Alumnus Ritsumeikan Asia Pacific University, Japan

Ikuti tulisan menarik Tasroh lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler