x

Dian Sastro bersiap membaca puisi dalam acara #17anTempo yang bertema Merayakan Chairil Anwar, di gedung Tempo, Jakarta, Senin 15 Agustus 2016

Iklan

Muhammad Rois Rinaldi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Deklamator Terbaik Indonesia (Bagian 3) Selesai

Melanjutkan tulisan yang sebelumnya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

TOTO ST RADIK

Toto ST Radik adalah penyair Indonesia kelahiran Singarajan, Serang, Banten. Lahir pada 30 Juni 1965 dari ayah H. Mohamad Suhud dan ibu Hj. Ratu Tuchaeni. Lelaki berperawakan kecil ini termasuk penyair yang berpengaruh di Banten. Konsistensi dan eksistensinya diakui atau tidak, memberikan stimulus kepada penyair-penyair muda Banten untuk turut menghidupkan dunia sastra di Banten.

Karya-karya yang telah ia hasilkan di antaranya Mencari dan Kehilangan (Serang: Lingkaran Sastra dan Teater, 1996); Indonesia Setengah Tiang (Tangerang: Komunitas Sastra Indonesia, 1999); Jus Tomat Rasa Pedas (Serang: Sanggar Sastra Serang dan Suhud Sentrautama, 2003); dan Pangeran [Lelaki yang Tak Menginginkan Sorga] (Serang: Rumah Dunia, 2004).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cara Toto mendeklamasikan sajak terbilang tidak unik, biasa saja. Tetapi sebagai penyair yang sudah khatam soal-soal panggung dan persajakan, membuat penampilan-penampilan Toto di atas panggung selalu menyenangkan dan menegangkan. Selain itu, Toto memiiki karakter suara yang kuat dan bening.

JEFRY AL-MALAY

Jefri al Malay lahir pada 16 Oktober 1979 di  Bengkalis-Riau. Penyair yang deklamator yang kini bekerja sebagai reporter di Koran Riau Pos ini lebih dikenal sebagai deklamator ketimbang ia sebagai penyair. Terlebih setelah ia memenangkan sayembara deklamasi tingkat Asia Tenggara di Tanjung Pinang tahun 2011. Secara umum, cara Jefri membacakan sajak sebenarnya lazim saja, sebagaimana kebanyakan orang membacakan sajak. Bahkan pada beberapa video yang diunggah di Youtube, kesalahan teknis seperti menutupi wajahnya yang tertutupi kertas beberapa kali dilakukannya. Tetapi tidak dipungkiri, Jefri memiliki olah napas yang prima dan vokalnya yang bening serta lengkingan merdu nan lembut menjadi daya tarik.

Cirri khas Jefri (meski ini juga dilakukan oleh banyak deklamator) adalah nyanyian atau senandung di awal atau di tengah deklamasi. Sedangkan untuk eksplorasi tubuh, Jefri tidak melakukan secara ekstrem, masih lazim-lazim saja.

NANA RISKHI SUSANTI

Perempuan kelahiran di Tegal, Jawa Tengah, 2 Oktober 1990. Penyair yang satu ini memiliki kemampuan membaca puisi yang baik. Dalam membaca puisi, Nana lebih banyak memanfaatkan produksi suara yang mumpuni ketimbang memaksimalkan gerakan. Meski demikian, dalam perlombaan membaca puisi, Nana merupakan lawan berat bagi peserta lainnya. hal ini, lantaran karakter Nana sesuai dengan kaidah perlombaan sebagaimana umumnya, tidak banyak melakukan eksperimen pemanggungan.

Nana lebih memilih ranah aman, di mana ia sungguh-sungguh menumpukan deklamasi pada kekuatan vokalnya. Selain pendayagunaan ekspresi wajah yang yang proporsional. Meski demikian, teknik vocal yang Nana miliki boleh dikatakan tidak terlalu variatif. Jangkauan nada Nana juga tidak terlalu lebar.

Nana telah mendapatkan penghargaan deklamasi puisi, di antaranya: peraih Piala Rendra (Juara 1 Lomba Baca Puisi Tingkat Nasional) Tahun 2009; Aktris Terbaik Festival Monolog Tingkat Nasional tahun 2006; The Best of The Best Declamator pada Festival Baca Puisi tingkat Internasional tahun 2007; dan Penyair panggung terbaik II se-asia tenggara, 2011.

PERI SANDI HUIZCHE

Peri, mungkin, lebih pas disebut sebagai actor ketimbang seorang penyair, meski ia juga menulis puisi. Karena jika dilihat jejaknya, ia lebih banyak mengekspresikan jiwanya melalui panggung-panggung teater atau membacakan puisi penyair lain seperti W.S Rendra, Chairil Anwar dan sebagainya. Lelaki yang belum berusia kepala tiga ini, kerap juga mengunggah video-video deklamasi sajaknya di youtube.

Meski demikian, Peri pernah memenangi lomba Puisi-Esai yang digagas oleh Denny JA. Sebelum akhirnya Denny JA digugat oleh banyak sastrawan Indonesia karena dianggap telah melakukan penipuan public dengan menyebut dirinya (Deny JA) sebagai sastrawan baru Indonesia, sedangkan ia hanya seorang pengurus LSM yang mencoba peruntungan di dunia sastra dan membayar sastrawan Indonesia untuk mendukung peruntungannya tersebut. Terlepas dari polemic tersebut, Peri bagaimanapun adalah pemenang lomba Puisi-Esai.

Lelaki kelahiran Sukabumi yang pernah kuliah di STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung) jurusan Teater ini memiliki gestur yang lentur dan ekspresi yang natural. Kemampuannya tersebut membuat penampilannya selalu memberi kesan menarik kepada para penonton. Terlebih penampilan-penampilan monolognya. Peri juga dipercaya mewakili Jawa Barat dalam Pertemuan Sastra MPU (Mitra Praja Utama), sebuah pertemuan tahuan sastrawan yang diikuti oleh 11 provinsi Indonesia.

NI PUTU PUTRI SUASTINI

Perempuan kelahiran 7 Januari 1966 di Denpasar, Bali ini seorang deklamator yang kuat mempertahankan sisi etnisnya. Ia kerap mendeklamasikan sajak dengan langgam Bali yang kental. Selain deklamator, ia juga seorang penyanyi yang kerap menyanyikan lagu-lagu daerah Bali. Kekuatan yang paling mendasar dari seorang Ni Putu Putri Suastini adalah kemampuan olah vokalnya yang mumpuni. Ia sanggup memproduksi suara dengan baik, sehingga ketika ia mendeklamasikan puisi, terdengar sangat bulat dan dinamis.

Sama halnya seperti Nana, ia juga jarang melakukan eksperimen gerak. Selain itu—masih sama dengan Nana—rentang suaranya tidak terlalu lebar, kalau naik tidak terlalu tinggi dan kalau turun tidak sampai benar-benar rendah.

Dalam dunia deklamasi sajak, ia sudah dikenal secara luas dan kerap diundang dalam berbagai acara. Ia menjadi salah satu icon deklamator Bali yang memiliki kualitas pembacaan puisi yang tidak diragukan lagi.

GODI SUWARNA

Berbicara mengenai deklamator yang bernuansa etnis, Di Bali ada Ni Putu dan di Jawa Barat ada Godi Suwarna. Penyair, actor, dan sutradara kelahiran Tasikmalaya 23 Mei 1959 ini memang salah satu icon Tataran Pasundan dalam dunia kesenian, tidak terkecuali dalam dunia perpanggungan puisi atau deklamasi. Ganyanya yang tidak lepas dari nuansa Sunda menjadikannya selalu tampil berbeda. Terlebih, kini, ia membentuk grup Fiksi Mini Sunda, ia makin memantapkan dirinya sebagai orang Sunda yang benar-benar ‘Nyunda.

Ia kerap tampil dengan gendang dan beberapa instrument music lainnya. Rambut panjang berwarna gading dengan mimic yang unik, gesture tubuh yang lentur, dan langgaman-langgaman Sunda yang magis menjadi paket lengkap yang dimiliki Godi saat mendeklamasikan puisi/sajak, baik puisi/sajak berbahasa Indonesia maupun berbahasa Sunda.

BAMBANG EKA PRASETYA

Penyair kelahiran Kepanjen, Jombang, Jawa Timur, 5 Desember 1952 yang kerap dijuluki “Penyair Pengembara” ini memiliki gaya deklamasi yang aktraktif. Ia, meski usainya sudah tidak muda, sering melompat-lompat, bahkan jika deklamasi dilakukan di ruang terbuka, ia tidak segan-segan memanjat pohon; dari satu pohon ke pohon yang lain. Pada beberapa penampilan, ia tampil sangat dramatis. Totalitasnya di atas panggung—apapun jenis panggungnya—benar-benar teruji dan kuat. Mungkin ia mewarisi darah perpanggungan dari pasangan pasangan seniman ludruk, Cak Ngarman dan Ismi Hajati. Yang tidak lain adalah kedua orang tuanya.

Ia kini masih mengembara dari satu kota ke kota yang lain; dari satu pulau ke pulau yang lain; dari satu negeri ke negeri yang lain. Sebagai Penyair Pengembara, ia tidak segan melangkahkan kakinya di dunia kesusastraan. Ia tidak ragu tampil sebagai deklamator alam yang tampil alamiah, tapi aktraktif dan dramatis. Tentu saya tidak akan membicarakan teknis-teknis dasar yang harus dimiliki seorang deklamator kepada dirinya, ia telah khatam soal-soal itu.

DIAN SASTROWARDOYO

Dian Sastrowardoyo merupakan aktris Indonesia kelahiran di Jakarta, 16 Maret 1982. Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang aktris film, ia kerap tampil sebagai deklamator puisi. Puisi-puisi yang biasa ia bacakan karya kakeknya sendiri, yakni Subagio Sastrowardjoyo, Sutan Takdir Syahbana, Chairil Anwar, dan W.S Rendra. Dikarenakan itulah Dian Sastrowardoyo didaulat sebagai pembaca puisi dalam lagu Alhamdulillah karya Too Phat.

Cara Dian Sastro medeklamasikan sajak menggunakan teknik Poetry Reading. Di mana pembacaan tersebut cocok untuk model pembacaan di dalam studio semisal radio, televisi, atau rekaman sebagai bagian dari sebuah lagu. Suaranya yang lembut dan intonasinya yang tepat dan mengena membuat Dian Sastro menjadi salah satu deklamator sajak yang banyak dinanti oleh penggemarnya.

Jika dilihat dari karir keaktrisannya, tentu tidak diragukan lagi kualitas dan kiprahnya. Ia telah mendapatkan banyak pengakuan dan penghargaan: Aktris Terbaik pada Festival Film Asia Deauville, Perancis, dalam film Pasir Berbisik; Aktris Terbaik pada Festival Film Internasional Singapura ke-15 dalam film Pasir Berbisik; Aktris Terpuji pada Festival Film Bandung dalam film Ada Apa dengan Cinta?; Aktris Layar Lebar Terfavorit (2003-2007) versi responden DetEksi Jawa Pos 2003; dan Aktris Berbakat pada Festival Film Asia Pasifik, Kuala Lumpur, Malaysia.

TAMARA BLESZYNSKI

Tamara Bleszynski merupakan aktris yang aktif di dunia teater. Perempuan kelahiran Bandung, 25 Desember 1974 ini, semenjak kemunculannya di tahuan 90-an, memang sangat menarik perhatian lantaran ia selalu tampak total dalam setiap peran dan pementasannya.

Sebagai akrtris dengan kualitas acting yang memukau, tentu menjadi sangat istmewa ketika ia membacakan sajak di depan publik. Ekspresi yang kuat, suara yang bulat, intonasi yang tegas, dan artikulasi yang sangat jelas menjadi hal yang perlu dicatat dari seorang Tamara Bleszynski. Salah satu deklamasi yang paling mencengangkan darinya ialah ketika ia membacakan sajak untuk mengenang Tsunami Aceh 2004 karya Jose Rizal Manua. Sungguh persembahan yang sulit dilupakan.

Sebagaimana Dian Sastro Tamara juga merupakan aktris yang cukup banyak mendapatkan pengakuan dan penghargaan: Most favorite actrees for Panasonic Award 2004; Most favorite actrees for Panasonic Award 2005; People Choice award – The Best Protagonist Actrees 2004 (SWA Magazine); People Choice Award – The Best Model 2004 (SWA Magazine); Best Make Up Actress at Johny Andrean Awards 2007; Nominasi Panasonic Awards 2006 sebagai Aktris ‎Terfavorit; dan Artis Tercantik & Termahal dari berbagai media.

Dari sekian nama, sekali lagi, mungkin banyak yang terlewat, dikarenakan dokumentasi dan ingatan manusia memang sangat terbatas. Ada beberapa nama yang urung dicatat, dikarenakan belum tampak betul apa yang perlu dicatat semisal Corneli Agata, Rike Diah Pitaloka, dan Happy Salma (lebih di pementasan drama). Selain juga para deklamator yang tidak dapat saya paparkan sebab kekurangan referensi, terutama profile pribadinya seperti Dato' Teja Alhabd (Tanjungpinang) dan (Mahdiduri (Banten).

Artikel terkait

Ikuti tulisan menarik Muhammad Rois Rinaldi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB