Pak JokoWi, saya adalah satu dari rakyat Anda yang dulu kagum dengan kesederhanaan dan kedekatan anda dengan masyarakat. Anda kesampingkan seluruh protokoler istana karena anda ingin dekat dengan rakyat tanpa ada jurang yang terlalu dalam antara penguasa dan rakyat. Anda tak segan-segan berbelanja sendiri yang mungkin belum pernah dilakukan oleh para pemimpin terdahulu.
Pak JokoWi, saya dulu sangat simpatik kepada anda. Yang tak segan-segan 'blusukan' di pasar-pasar kumuh dan bercengkrama akrab dengan masyarakat cilik. Anda dengarkan keluh kesah mereka dengan kesabaran dan menampung aspirasi mereka. Itu dulu alasan anda, ingin lebih dekat dengan rakyat untuk memahami keluhan dan keinginan mereka. Pedagang kaki lima, tukang becak terasa akrab dengan anda. Saya benar-benar jatuh hati kepada sikap kepemimpinan anda.
Pak JokoWi, itu dulu.. Sungguh saya dibuat kecewa oleh sikap anda menghadapi umat (baca: rakyat) yang ingin mengetuk rumah anda. Sebagai tuan rumah, jangankan anda sambut dengan wajah ramah dan senyum, tapi justru anda memilih pergi. Meninggalkan umat (baca: rakyat) yang sudah begitu lama menunggu sekedar ingin mengadukan kegelisahannya. Mereka begitu banyak Pak. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia yang merindukan anda menjadi pembela mereka. Mereka datang dengan keinginan sendiri dan dana dari kantong sendiri, meninggalkan keluarga tercinta mereka, menempuh perjalanan yang panjang untuk bisa berjumpa dengan anda. Mereka juga bukan orang sembarangan pak. Mereka adalah orang-orang yang kami hormati sebagai para ulama pewaris para nabi. Tapi anda kemana Pak? Apakah perjalanan anda tak bisa ditunda? Kami tahu anda sibuk melayani masyarakat dan mengurus negeri ini. Tapi tak bisakah luangkan waktu barang sebentar Pak?
Pak JokoWi, nasi sudah menjadi bubur. Tapi sebagai harapan terakhir kami kepada anda, buktikan janji anda Pak. Tegas, cepat dan transparan itu yang anda janjikan dan kami akan selalu ingat. Jangan sampai umat kecewa kepada anda untuk kedua kalinya. Menuntaskan kasus penistaan dan penodaan agama kami yang juga adalah agama anda. Bukankah sebagai bagian umat Muslim seharusnya anda juga marah Pak? Melihat agama dan keyakinan anda ternoda dan kedudukan anda sebagai penguasa negeri ini memungkinkan anda berbuat lebih untuk membela agama anda. Saya mencintai anda karena Allah SWT, mengingatkan anda juga karena Allah SWT untuk senantiasa takut hanya kepada Allah SWT saja. Dialah yang telah memberikan kita kehidupan atau mengambilnya kembali. Semoga Allah SWT menggerakkan hati anda untuk bersegera menuntaskan kasus ini dengan keadilan bagi umat mayoritas negeri ini. Aamiin Yaa Rabbal'alamiin.
Salam takzim
Ikuti tulisan menarik Susilawati Nadya lainnya di sini.