x

Iklan

Maria Dika

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menyoal Pengaturan Pengelolaan Dana Desa

Dua tahun implementasi penyaluran Dana Desa memberi harapan baru bagi pembangunan desa, namun diwarnai persoalan inefektivitas dan tarik-ulur kewenangan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dua tahun implementasi penyaluran Dana Desa (DD) memberi harapan baru bagi pembangunan desa. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa selama perjalanannya, pengelolaan DD juga diwarnai persoalan inefektivitas dan tarik-ulur kewenangan pengelolaan DD. Pemerintah Pusat seolah belum sepenuhnya rela menyerahkan keleluasaan mengatur kepada desa. 

Lahirnya UU No. 6/2014 tentang Desa memposisikan desa sebagai pemerintahan hybrid dengan memadukan semangat self governing community dan local self government, berbeda dengan pengaturan sebelumnya yang mendudukkan desa secara hierarkis di bawah kabupaten/kota menurut prinsip local state government. Asas rekognisi dan subsidiaritas menjadi dasar UU Desa memberikan pengakuan dan kedaulatan yang lebih luas kepada desa dan mengamanatkan sejumlah kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Sebagai konsekuensi logis, diberikan pula alokasi pendanaan yang lebih besar melalui DD. Merujuk pada roadmap Dana Desa yang disusun Kementerian Keuangan, alokasi APBN untuk desa terus meningkat dan pada Rancangan APBN 2017, Pemerintahan Jokowi telah mengumumkan kenaikan alokasi DD menjadi 60 triliun dari sebelumnya sebesar 20 triliun di tahun 2015 dan 46,96 triliun di tahun 2016.

Kehadiran UU Desa sebenarnya memperkuat argumen bahwa desa perlu diberi kesempatan dan kepercayaan untuk mengelola DD dalam melaksanakan kewenangannya demi kesejahteraan masyarakat. Sejumlah desa terbukti mampu bangkit menjadi desa mandiri (Koran tempo Edisi 15 Oktober 2016). Di sisi lain, kekhawatiran sejumlah pihak mengenai keterbatasan kapasitas pemerintah desa mengelola dana besar secara bertanggung jawab menjadi kenyataan dengan adanya sejumlah kasus penyelewengan dana desa. Di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku ada enam kepala desa ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan korupsi penyalahgunaan DD tahun 2015. Kasus serupa juga terjadi di Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Barito Kuala, dan Kabupaten Pamekasan. Kapasitas pemerintah desa menjadi kunci keberhasilan pengelolaan DD sehingga langkah penguatannya merupakan agenda mendesak untuk dilaksanakan. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Agenda penguatan kapasitas pemerintah desa tidak terlepas konstelasi hubungan antara desa dengan pemerintah supradesa (Kabupaten/Kota, Provinsi, Pusat). Efektivitas pengelolaan DD tidak hanya menjadi tanggung jawab desa semata, melainkan juga peran pembinaan dari pemerintah supradesa sesuai dengan kewenangan masing-masing yang telah diatur dalam UU maupun peraturan pelaksananya. Dalam praktiknya, ternyata beberapa pengaturan DD belum sesuai dengan semangat UU Desa.

Pengelolaan Dana Desa diatur dalam PP No. 60 Tahun 2014 Jo PP No. 22 Tahun 2015 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN. PP ini mengatur prioritas  penggunaan DD hanya untuk pembangunan dan pemberdayaan. Prioritas penggunaan DD per tahunnya akan ditetapkan dengan Permendesa. Lebih lanjut, terbit pula PMK No. 49/2016 Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, dan Pemantauan, dan Evaluasi  Dana Desa. Pengaturan ini jelas menunjukkan dominasi peran supradesa dan membatasi kewenangan desa yang dalam UU Desa diberi keleluasaan menjalankan kewenangan di empat bidang: pemerintahan, pembangunan pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan. Penggunaan dana desa. Pelaksanaan DD semestinya cukup mengacu pada perencanaan desa (RPJMDesa) yang disusun berdasarkan musyawarah desa.

Selain itu, terdapat dualisme pengaturan tentang kewenangan desa (Permendesa No. 1/2015 tentang Pedoman Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa  dengan Permendagri No. 44/2016 tentang Kewenangan Desa) yang menyulitkan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa dalam menyusun peraturan tentang daftar kewenangan desa. Berdasarkan temuan kajian PKDOD LAN 2016, ketiadaan dasar hukum tersebut menyebabkan kebingungan pemerintah desa di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Lebak dalam menjalankan kewenangannya.

Lebih lanjut, PP No. 43/2014 Jo PP No. 47/2015 tentang Pelaksanaan UU Desa mengamanatkan kepada Bupati/Walikota untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan (Ps. 154). Bupati/Walikota dapat mendelegasikannya kepada camat. Namun, Permendagri No. 113/2014 mengatur kewenangan kecamatan hanya pada aspek evaluasi perencanaan dan pertanggungjawaban (laporan realisasi). Sedangkan, pada aspek pelaksanaan dan penatausahaan tidak diatur.

Kewenangan kecamatan sangat tergantung pelimpahan dari kabupaten dan praktik di lapangan bervariasi, ada kecamatan yang secara aktif memberikan fasilitasi kepada desa, namun ada juga yang terkesan seadanya. Padahal, peran kecamatan sebagai pembina kewilayahan yang terdekat dengan desa sangat krusial dalam pengelolaan DD, khususnya sebagai titik temu sinkronisasi perencanaan kabupaten/kota dengan desaa. Dengan demikian, semestinya kecamatan mendapat kewenangan dan sumberdaya yang lebih; bukan untuk mendominasi peran desa, tapi menyediakan bantuan sepenuhnya bagi kemandirian desa.

Dari sisi pelaksanaan kewenangan yang diberikan (evaluasi perencanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban) kepada kecamatan, tidak adanya pedoman baku evaluasi mengakibatkan hasil evaluasi kecamatan tidak dapat langsung digunakan oleh kabupaten dan memperlambat proses pencairan DD. Saling lempar tanggung jawab ini terjadi di Kabupaten Bandung.

Ke depan, mandat UU Desa yang bertumpu pada asas rekognisi, subsidiaritas, serta menekankan akuntabilitas desa harus terus diupayakan. Dari aspek regulasi, pemerintah pusat semestinya segera menanggalkan ego sektoral, mengintegrasikan, dan menyelaraskan peraturan perundang-undangan turunan terkait pengelolaan DD, baik pada level pusat maupun kebijakan di provinsi, kabupaten/kota. Sedangkan dari aspek organisasi pelaksana, optimalisasi peran kecamatan dalam pengelolaan DD dengan memberikan kewenangan yang jelas dan sumber daya yang mendukung menjadi langkah strategis untuk diwujudkan.

 

Sumber foto: http://www.mandailingonline.com/tag/dana-desa/

Ikuti tulisan menarik Maria Dika lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan