x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 10 Juni 2019 12:56 WIB

Capres 2024, Capres Dinasti?

Dinasti politik sedang membentuk dirinya. Bukan hanya Mega dan SBY yang mempersiapkan anak mereka, tapi juga figur-figur nasional lainnya. Tapi satu hal penting yang perlu didudukkan masalahnya sedini mungkin ialah jangan sampai dinasti politik merintangi munculnya calon-calon pemimpin berkualitas dari sumber-sumber lain.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Sebagai upaya melancarkan komunikasi politik, kunjungan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke sejumlah tokoh tampaknya membuahkan hasil positif. Ia beberapa kali bertemu Presiden Joko Widodo dan disambut baik oleh keluarga Megawati Sukarnoputri—yang bisa jadi merupakan pertanda membaiknya hubungan Megawati dengan SBY. Ia juga bertamu kepada B.J. Habibie.

Kunjungan tersebut memperlihatkan sikap realistis terhadap perkembangan situasi politik. Sukar dipahami jika AHY melangkah tanpa sepengetahuan dan sepertujuan SBY, ayah yang sekaligus jadi mentornya. SBY tentu memikirkan masa depan politik AHY yang telanjur keluar dari dinas kemiliteran. Ia merasa harus bergerak cepat bahkan sebelum Mahkamah Konstitusi menyidangkan gugatan pasangan Prabowo-Sandi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Melihat sepak terjang Partai Demokrat yang mencalonkan AHY agar jadi gubernur DKI Jakarta maupun pendamping calon presiden dalam Pilpres 2019, sasaran utama AHY bukanlah duduk di kabinet. Ia ingin meraih target yang lebih tinggi dengan berusaha dapat terjun berkompetisi dalam Pilpres 2024. Walaupun masih dini, namanya sudah disebut-sebut sebagai calon potensial untuk berpasangan dengan Puan Maharani, putri Megawati.

Kemungkinan terwujudnya pasangan potensial itu memang terbuka karena bertemunya dua kepentingan, baik organisasional maupun personal. Baik PDI-P, yang sedang berjaya, maupun Demokrat, yang pernah memerintah, ingin melanjutkan dominasinya. Secara personal, baik Mega maupun SBY berkepentingan akan kelanjutan peran keluarga mereka di negeri ini maupun masa depan politik anak-anak mereka.

Dinasti politik memang sedang membentuk dirinya, sebab bukan hanya Mega dan SBY yang mempersiapkan anak mereka, tapi juga figur-figur nasional lainnya. Bahkan, figur lain membangun dinasti politik di daerah masing-masing. Inilah realitas politik yang kita hadapi saat ini.

Memang hak tiap warga negara untuk terjun ke dunia politik, tapi satu hal penting yang perlu didudukkan masalahnya sedini mungkin ialah jangan sampai dinasti politik merintangi munculnya calon-calon pemimpin berkualitas dari sumber-sumber lain. Justru rakyat akan diuntungkan bila banyak calon pemimpin bagus yang lahir dari berbagai sumber.

Salah satu rintangan yang mungkin membatasi tampilnya banyak calon pemimpin berkualitas ialah presidential treshold. Aturan ini pula yang barangkali telah dipikirkan oleh SBY, sebab dalam pemilihan legislatif kali ini, PDI-P mengantongi suara rakyat sekitar 20 persen, sedangkan Demokrat sekitar 8 persen. Dengan mendekati PDI-P saat ini, Demokrat berharap bahwa duet kedua penerus dinasti tersebut dapat terwujud, meskipun keduanya juga memperhitungkan keinginan partai koalisi PDI-P saat ini--terutama Golkar, PKB, dan Nasdem--yang mungkin juga ingin menerjunkan elitenya ke gelanggang Pilpres 2024.

Aturan presidential treshold sangat merintangi munculnya lebih banyak calon presiden, yang berarti pula membatasi pilihan rakyat. Aturan inilah yang membuat para elite politik bisa mengatur siapa yang bisa menjadi capres-cawapres. Jika aturan presidential treshold dilonggarkan, sangat mungkin kita memiliki tiga pasangan capres-cawapres. Rakyat lebih leluasa dalam menentukan pilihan dan konflik diametral seperti yang terjadi dalam Pilpres 2019 berpotensi diperkecil.

Lebih dari itu, kita perlu membangun kultur kompetisi politik yang lebih fair. Jika aturan presidential treshold dipertahankan pada angka 20 persen, fairness dalam proses menuju Pilpres 2024 akan sukar tercipta karena banyak calon presiden potensial terhambat jalannya. Rakyat berkepentingan agar gelanggang Pilpres 2024 menghadirkan calon-calon yang lebih segar dan visioner wawasannya, lebih mandiri dalam bersikap, lebih global dalam berpikir. Jika kran kompetisi dibuka lebar sejak dini, sangat mungkin kita mendapatkan bibit capres yang sangat layak pilih, bukan disodori calon-calon yang dipilih karena tak ada pilihan lain. >>>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler