x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 5 Juli 2019 14:16 WIB

Tak Perlu Lepas Sarung, Pak Ma’ruf

Walaupun pak Ma’ruf siap jika harus memakai pantalon dan berjas rapi demi menghormati tamu-tamunya, dalam hemat saya, pak Ma’ruf tak perlu melepas sarungnya dan berganti kostum. Pak Ma’ruf jadi brand ambassador sarung Indonesia yang kaya corak dan motif.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Jika sebagai wakil presiden ada kewajiban untuk selalu memakai celana panjang, KH Ma’ruf Amin menyatakan siap melepas sarungnya dan berganti kostum dengan busana yang lebih formal. Hanya saja wapres terpilih itu mengaku sudah terbiasa memakai sarung dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Bagi kaum Nahdliyin, sarung juga menjadi busana kebanggaan yang tidak lepas dari tubuh kecuali kalau sedang mandi.

Kita juga sama-sama tahu, sarung merupakan salah satu identitas keindonesiaan. Apapun sukunya, kita umumnya punya sarung dengan ragam corak, warna, dan bahan yang beraneka. Di tiap rumah lazimnya tersedia sehelai dua helai sarung, bahkan mungkin ada mengoleksinya dalam jumlah banyak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fungsi dan kegunaannya pun beragam. Sarung cukup untuk menutup aurat pria ketika shalat, menjadi selimut di kala tidur untuk menahan serangan nyamuk atau melindungi tubuh dari udara malam yang dingin, menjadi teman bersantai sembari ngopi di teras rumah, ngobrol dengan tetangga di ruang tamu, sampai jadi kostum serba guna untuk ronda keliling kampung.

Tapi pak Ma’ruf kan inginnya boleh memakai sarung juga untuk urusan formal, seperti menerima tamu dari mancanegara. Mereka umumnya datang dengan berjas lengkap dan berdasi. Bolehkah dan layakkah wapres menerima tamu asing dengan sarungan? Walaupun pak Ma’ruf siap jika harus memakai pantalon dan berjas rapi demi menghormati tamu-tamunya, dalam hemat saya, pak Ma’ruf tak perlu melepas sarungnya dan berganti kostum.

Dengan memakai sarung pun, penghormatan kepada tamu tidak berkurang, asalkan sarungnya tidak kumal. Sarung juga tetap bisa membuat pemakainya terlihat rapi, apa lagi pemakainya juga masih bisa mengenakan kemeja dan jas walau tanpa berdasi. Keindonesiaan seorang wapres justru dapat lebih terlihat manakala sarungnya tetap dipakai.

Karena Indonesia punya beragam corak maupun jenis kain sarung, kebiasaan pak wapres terpilih ini bisa menjadi sarana promosi sarung tradisional. Katakanlah, pak Ma’ruf jadi brand ambassador sarung Indonesia yang kaya corak dan motif. Artinya, ia bisa mengoleksi lebih banyak sarung dari berbagai daerah dan mengenakannya berganti-ganti. Dengan bersarung pun, ia masih bisa memakai sepatu tanpa terkesan janggal.

Kita mungkin bisa membuka kembali foto-foto U Nu. Tokoh bangsa Burma ini, yang menjadi pemimpin pada tahun 1950an, selalu memakai sarung dan berkemeja tradisional ketika menghadiri berbagai acara nasional maupun internasional. U Nu tampil percaya diri dengan bersepatu dan berbincang dengan tamu-tamunya tanpa merasa minder.

Jadi, jika memakai sarung pak Ma’ruf merasa nyaman, ya biarkan saja wapres pakai sarung. Sarungnya tak perlu dilepas, pak! >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler