x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Senin, 8 Juli 2019 12:31 WIB

Pelajaran Humas dari Pak Sutopo

Pak Sutopo, Humas BNPB telah pergi. Ada pelajaran humas di era digital yang telah beliau berikan. Humas yang sederhana tapi informatif. Apa saja kontribusi Pak Sutopo terhadap kehumasan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ikut berduka cita atas wafatnya Sutopo Purwo Nugroho.

Langka, sesungguhnya sosok almarhum Kepala Pusat Data Informasi dan Humas (Pusdatinmas) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).  Pak Sutopo ini patut menjadi pelajaran bagi dunia kehumasan. Sekalipun mengidap penyakit kanker paru-paru, ia tetap loyal dan berdedikasi dalam menjalankan fungsi hubungan masyarakat. Humas, sebuah cara dalam mengelola informasi dan komunikasi antar organisasi dengan publiknya.

Di balik sosok Sutopo pula, cara pandang banyak orang tentang figur humas berubah. Humas yang dulu dikenal sosok yang parlente, necis, bahkan sedikit glamour kini berubah. Humas tidak harus ganteng atau cantik. Di balik penampilan Sutopo, fungsi humas "kembali ke khittah" untuk menyajikan informasi dan komunikasi yang lugas dan tidak multitafsir. Humas-humas yang kompeten. Humas yang bukan terpaku pada ”bungkus” lalau mengabaikan “isi”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dedikasi Sutopo dalam melayani dan meladeni informasi tentang bencana di Indonesia patut diacungi jempol. Informasi (saya tidak menyebut data) disajikan begitu cepat, akurat, dan lugas. Cepat, akurat, dan luas. Itulah kompetensi humas di era digital.

  • Cepatnya informasi yang disajikan itu penting. Karena bila telat atau terlambat maka peluang hoaks atau berita bohon menjadi terbuka. Maka pihak humas yang berwewenang harus cepat memberi informasi.
  • Akuratnya informasi yang diberikan pun sangat penting. Agar tidak menimbulkan informasi yang salah dan tidak multitafsir. Maka pihak humas harus teliti dan cermat atas suatu peristiwa yang terjadi.
  • Lugasnya informasi yang dipaparkan itu krusial. Karena informasi yang lugas hanya bertumpu pada pokok-pokok informasi yang perlu saja, bersifat apa adanya, tidak berbelit-belit lagi objektif.

Figur Sutopo, sungguh telah memberikan pelajaran baru tentang humas di era digital, pelajaran tentang cara menyajikan informasi dan komunikasi di tengah kesemrawutan informasi itu sendiri. Bahkan di tengah sakitnya, Sutopo sdangat tulus dan konsisten berjuang untuk sebuah kebenaran informasi dengan gaya komunikasi yang natural dan sederhana.

Berangkat dari pengalaman dan praktik selama ini. Bahkan di tengah era nafsu kekuasaan dan pertarungan nama baik seperti sekarang, hubungan masyarakat (humas) atau public relations bolehlah didefinisikan sebagai seni mengelola informasi dan pengertian yang lebih baik. Sehingga dapat meraih kepercayaan publik terhadap suatu organisasi. Namun faknya, tidak banyak petugas humas yang kompeten dalam menyajikan informasi.

Karena humas itu bukan bekerja atas data. Tapi atas informasi.

Sebab data itu fakta mentah yang tidak punya arti. Sementara informasi itu fakta yang sudah diolah dan memiliki arti. Nah itulah prinsip kehumasan, persis seperti yang dipraktikkan Pak Sutopo selama ini di BNPB.

Tapi bagaimana cara bisa mengelola pengertian publik di tengah era kebencian atau kegalauan seperti sekarang?

Maka, saya katakan. Humas itu bukan pengetahuan. Humas pun bukan pelajaran. Lebih dari itu, humas adalah sebuah sikap dan perilaku dalam memberikan informasi kepada publik melalui cara komunikasi yang efektif. Humas pun asal menyajikan data.

Sementara banyak humas lelet dan sering tidak menghargai waktu, justru Sutopo mengubah "image" itu semua. Di tangannya, humas harus cepat, akurat, dan lugas. Maka untuk mengukur bagus atau tidaknya humas sangat sederhana. Karena humas adalah kinerja + reputasi + promosi. Artinya, humas harus bekerja atas dasar "kinerja" alias prestasi kerja sehingga membentuk reputasi yang pantas dipromosikan.

Harus diingat dalam humas, tidak ada reputasi baik yang dihasilkan dari kinerja buruk. Reputasi baik hanya dimiliki orang yang berkinerja baik dan dilakukan berulang secara konsisten. Maka dari reputasi itulah akan ada sebutan tentang "citra" atau "image". Citra baik hanya lahir dari pemilik reputasi baik. Reputasi baik pun sama sekali tidak bisa direkayasa. Mau dikemas sebagus apapun, reputasi akan bicara seperti aslinya. Humas bukan bilang bisa padahal tidak bisa.

Di balik kepergian Pak Sutopo, ada pelajaran humas yang berharga di negeri ini. Bahwa siapapun dan organisasi apapun, sama sekali tidak perlu bilang orang lain jelek dan kita bagus. Karena yang bagus pasti bagus dan yang jelek pasti jelek. Dan untuk itu, humas akan membuktikannya. Maka fokuslah untuk menghasilkan kinerja bagus bukan berkata-kata bagus.

Lagi pula humas sama sekali tidak bisa didekati secara akademis. Apalagi teoretik dan penampilan fisik. Karena humas adalah pekerjaan lapangan, sesuatu yang harus terjun langsung. Selain butuh sikap, humas adalah perilaku, perbuatan nyata seperti yang dilakukan Pak Sutopo.

Ada pelajaran humas dari Pak Sutopo. Karena humas bukan “bungkus” tapi “isi”. 

Bertanyalah kepada diri sendiri. Bila banyak bagusnya maka kita sudah mampu menjadi humas yang baik. Bila banyak orang bicara jeleknya maka kita belum berhasil menjadi humas buat diri sendiri.

Jadi humas, adalah kinerja yang tetap pada diri sendiri bukan seberapa jago menunjuk orang lain. Selamat jalan Pak Sutopo... #TGS

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler