x

Iklan

Nando

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Maafkan Saya (Juga) Ahok, Telah Meninggalkan mu

Pilkada DKI Jakarta menghadirkan banyak dampak, mulai dari dugaan penistaan agama, potensi retaknya kebhinnekaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Maafkan Saya (Juga) Ahok, Telah Meninggalkan mu

Setelah membaca tulisan (Ahok, Maafkan Saya Meninggalkan mu) yang diposting oleh akun bernama Sinta pada Kamis (15/12). Keberanian saya untuk mengakui bahwa saya salah dalam menilai dan mendukung seseorang semakin bulat. Ternyata ada orang yang sama dengan saya pernah salah dalam menilai, dan dia berani mengungkapkan kekeliruannya.

Awalnya saya malu kepada diri sendiri, teman-teman dan orang yang pernah berseberangan pendapat kalau apa yang saya fikirkan selama ini adalah salah. Tapi mau mengakui juga rasanya seperti terhina, karena saya begitu ngotot mempertahankan kebenaran dari pemikiran diri sendiri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi sudahlah, yang namanya manusia pernah berbuat kesalahan. Dan menurut saya, orang yang mengakui kesalahan adalah pemberani. Saya akui kalau pendapat tentang sosok Ahok yang selama ini “Selalu” benar adalah kekeliruan utama saya. Saya tidak pernah membuka mata, telinga dan hati dalam menyikapi setiap persoalan. Logika berfikir saya menjadi tertutup oleh rasa kagum yang hanya saya dapat dari pemberitaan media, dan pencitraan gaya baru.

Jika kasus lahan Taman BMW, Sumber Waras, Trans Jakarta, reklamasi, ngomong kasar didepan umum, sampai penggusuran tidak membuat hati saya terbuka. Berbeda dengan kasus dugaan penistaan agama yang menyeret Ahok ke meja hijau, mata hati saya benar-benar terbuka.

Sosok yang mengaku telah sejak 2003 mendapat serangan terkait hal tersebut, kali ini dirinya sendiri yang mengucapkan sesuatu yang berbau unsur SARA. Ahok terkesan takut kehilangan kekuasaan, dan terancam jika dirinya kembali diserang dengan pernyataan serupa. Padahal kan Ahok sering mengucapkan kalau masyarakat Jakarta sudah cerdas, dan tidak terpengaruh. Tapi kenapa dia sendiri yang mengucapkan hal tersebut.

Ahok baru menyampaikan permohonan maaf setelah hampir dua minggu setelah dia menyampaikan pernyataannya di Kepulauan Seribu. Dan pernyataan itu baru keluar empat hari pasca dirinya dilaporkan ke polisi. Jika memang Ahok benar-benar minta maaf, seharusnya dia secepat mungkin mengutarakannya. Bukan menunggu sekian hari, seperti menghitung apakah ramai atau tidak dampak dari pernyataan tersebut. Tapi kenyataannya, setelah ramai baru Ahok menyampaikan permohonan maaf. Ahok seperti tidak peduli dengan perasaan umat muslim, dan dia tidak melakukan itikat baik. Minimal mendatangi MUI, atau ormas Islam lain untuk menyatakan penyesalannya.

Pasca ditetapkan sebagai tersangka, Ahok mengeluarkan pernyataan kontroversial lainnya. Dia kepada media asing menyebutkan kalau peserta aksi 411 adalah massa bayaran. Pernyataan itu makin menyakiti perasaan banyak orang, karena Ahok seperti menilai sesuatu hanya dari materi saja. Makin tidak menunjukkan rasa penyesalan dan membuat umat Islam marah. Ahok tidak juga menghargai perasaan orang yang telah dia sakiti, dan menambah kepedihan dengan tudingan baru. Keyakinan saya kalau Ahok tidak benar-benar menyesal semakin kuat dan terbukti.

Saat sidang pertama di PN Jakarta Utara, saya terkejut melihat bagaimana seorang Ahok bisa menangis. Sosok yang begitu keras, tegas dan tidak kenal takut tiba-tiba menangis didepan majelis hakim. Adegan yang diciptakan begitu menyentuh hati, dan dibuat agar muncul simpati kepada dirinya. Saya menjadi ingat bagaimana seorang Jessica juga menangis didepan majelis Hakim.

Kalau tangisan itu membuktikan kalau Ahok benar-benar menyesal. Seharusnya Ahok menangis sejak dari awal, kenapa menangisnya baru saat sidang. Ada yang aneh dengan kejadian ini, skenarionya sangat disusun secara rapi. Mungkin Ahok ingin meraih simpati hakim dan memanfaatkan siaran langsung persidangan untuk menunjukkan kepada masyarakat kalau dirinya tidak punya maksud untuk menistakan agama.

Tidak saja airmata, susunan kata-kata juga dibuat sesensitif mungkin agar orang yang melihat dapat menaruh simpati dan kasihan kepada Ahok. Dengan cara seperti itu, Ahok bisa meraih poin penilaian hakim yang memperkuat pernyataan kalau dirinya tidak berniat untuk menistakan agama.

Apakah airmata Ahok sama dengan airmata ibu-ibu yang dibilangnya dulu kayak pemain sinetron?. Mungkin Ahok lupa, roda kehidupan selalu berputar. Jika sekarang kita membuat orang menangis, suatu saat nanti kita mungkin yang dibuat menangis oleh orang lain.

Maafkan saya (Juga) Ahok, telah meninggalkan mu.

 

Ikuti tulisan menarik Nando lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu