x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Waktu Mengarus di Antara Fiksi dan Sains

Kita hanya dapat mengingat apa yang terjadi di masa lampau, sementara nyaris tidak punya pengetahuan apapun mengenai masa depan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 
Judul Buku: Time Travel: A History
Penulis: James Gleick
Penerbit: Pantheon Books
Edisi: 1, 2016
Tebal: 336 hlm.

 

Sejak zaman purba, waktu senantiasa mengusik pikiran manusia hingga kini dan entah sampai kapan. Waktu disebut-sebut berjalan terus ke depan dan tak mau berpaling ke masa lalu. Kita hanya dapat mengingat apa yang terjadi di masa lampau, sementara nyaris tidak punya pengetahuan apapun mengenai masa depan. Kita berjalan menuju ke masa depan yang membentang di hadapan kita bagaikan menyusuri gua yang gelap—jarak pandang kita sangat pendek.

Namun justru karakternya yang misterius itulah yang membuat manusia penasaran: apakah waktu itu memang benar ada ataukah hanya ada dalam pikiran kita? Ini adalah pertanyaan sukar yang disukai oleh James Gleick, yang sejak lama menjelajahi isu-isu sains yang menantang dan mengajak banyak ilmuwan dan pemikir untuk mendiskusikan topik-topik yang tidak lumrah. Tapi, melalui buku barunya ini, Time Travel: A History (diterbitkan oleh Pantheon Books, 2016, 336 hlm.), apakah Gleick mampu menjawab pertanyaan ihwal waktu?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di tangan Gleick, Time Travel bukanlah sekedar buku sains, meskipun ia menyusuri sejarah sains abad 20, khususnya fisika kuantum, dan berusaha menjelaskan ide-ide yang mewarnai diskusi tentang waktu. Lebih dari itu, Gleick mengajak kita untuk menjelajahi imajinasi temporal kita: mengapa kita memikirkan waktu, mengapa waktu membuat kita resah, dan apakah mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini akan menyingkapkan misteri terdalam kesadaran kita?

Seakan menguatkan semangatnya dalam mendorong berpadunya ‘sains dan seni’ untuk menelurkan ‘budaya ketiga’, Gleick memadukan pemahamannya tentang fisika dan filsafat untuk menjelaskan ‘waktu’ dengan katalis gaya penulisan sastrawi. Perpaduan beragam sudut pendekatan inilah yang menjadikan aktivitas membaca Time Travel: A History begitu mengasyikkan. Time Travel menjadi bacaan mendalam yang mengasyikkan untuk diikuti hingga halaman akhir. Narasi Gleick memadukan Albert Einstein dan T.S. Eliot, Euclides dan E.M. Foster, Paul Davis dan Jorge Luis Borges.  

Membaca buku ini mengingatkan pada keasyikan membaca The Time Machine, karya H.G. Wells, yang menjadi pembuka narasi Gleick. Diterbitkan pada 1895, karya pertama Wells muda ini menjadi sensasi internasional, yang disebut oleh Gleick sebagai titik penemuan makna time travel di era modern. Karya fiksi ini pula yang dianggap mengawali kegelisahan manusia modern terhadap waktu setelah Revolusi Industri.

Meskipun Wells tahu bahwa time travel itu mustahil secara ilmiah, tapi ia menciptakan estetika pikiran yang belum ada sebelumnya dan yang kemudian ikut membentuk kesadaran manusia modern. Bahkan, menurut Gleick, estetika yang diproduksi oleh Wells bukan hanya menembus budaya populer (sastra dan film fiksi ilmiah), tapi juga memengaruhi pikiran-pikiran besar seperti Stephen Hawking.

Gleick melacak evolusi time travel sebagai gagasan yang menjadi bagian dari budaya kontemporer—mulai dari Marcel Proust hingga Doctor Who, dari Jorge Luis Borges sampai Woody Allen. Jalinan antara fiksi sains dan fisika modern menjadi suguhan yang membuat kita merasa asyik dalam mendiskusikan topik yang kompleks ini.

Tapi untuk apa manusia terus memikirkan topik yang pelik ini ketika kita telah menempuh perjalanan angkasa sedemikain jauh dan cepat? Gleick menulis: “Untuk misteri. Untuk nostalgia. Untuk harapan. Untuk memeriksa potensi kita dan mengeksplorasi memori kita. Untuk melawan penyesalan atas kehidupan yang kita hidup di dalamnya, satu-satunya kehidupan, satu dimensi, dari awal hingga akhir.”

Barangkali bukan jawaban yang memuaskan, tapi setidaknya kita telah menikmati perjalanan gagasan yang memberikan kesenangan-kesenangan kecil. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler