x

Ilustrasi perampokan. shutterstock.com

Iklan

Flo K Sapto W

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rampok dalam Tautan Budaya

Sensus Hindia Belanda di Jawa pada 1930 mencatat lebih dari 1 juta orang menjadi kecu, begal, rampok, maling, dan tukang gangsir

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perampokan di Pulomas, Jakarta Timur pada Senin (26/12) menjadi catatan kelabu di akhir tahun 2016. Aksi perampokan yang menewaskan 6 orang itu menambah daftar panjang kisah-kisah kriminal di tanah air. Profesi rampok ternyata sebuah pekerjaan kejahatan yang sudah cukup tua. Sensus penduduk yang dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda di Jawa pada 1930 setidaknya mencatat ada lebih dari satu juta orang berprofesi sebagai kecu, begal, rampok, maling, dan tukang gangsir (Raap, 2013). Secara leksikal, profesi rampok, begal dan sejenisnya, seperti yang tertulis di kamus Baoesastra Djawa karya Poerwadarminta (1939), memang identik dengan sebuah aksi perebutan hak milik secara paksa. Misalnya, dirampok / dibegal artinya dirampas harta miliknya (di jalan).

Jauh sebelumnya, perampokan ternyata juga sudah mengganggu kehidupan di paruh abad 16. Syahdan rombongan Adipati Wirasaba berjalan beriringan hendak mempersunting putri Adipati Banyumas. Di tengah jalan, rombongan dihadang oleh sejumlah begal. Adipati Wirasaba beserta pengikutnya berhasil mengalahkan para begal. Peristiwa pembegalan yang terjadi pada hari Sabtu Pahing tersebut kemudian menjadi sebuah pamali bagi warga Banyumas untuk bepergian pada hari tertentu itu. Selebihnya peristiwa perampokan itu juga dijadikan sebuah tradisi dalam acara pernikahan. Isinya adalah nasehat-nasehat baik bagi calon pengantin yang dikemas dalam humor dan menjadi hiburan tamu undangan (begalan).  

Di dalam kisah pewayangan, rombongan Arjuna dalam perjalanan pulang sehabis melayat kematian Kresna juga dicegat oleh sejumlah perampok.  Penggalan cerita ini ada dalam bagian Mosalaparwa (Zoetmulder, 1985). Ironisnya, iring-iringan yang dipimpin oleh Arjuna -yang telah memenangkan pertempuran di padang Kurusetra- justru tak berdaya menghadapi para perampok. Sejumlah perhiasan dan wanita telah dirampas.

Rampok, sebagai salah satu jenis tindakan kriminal, memiliki korelasi kuat dengan pengangguran dan penghasilan rendah. Kesimpulan itu setidaknya sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Unversitas Negeri Ohio. Selama periode 1979 – 1992 kejahatan meningkat secara nasional sebesar 21 – 35 persen. Peningkatan kejahatan itu dipicu oleh rendahnya upah pekerja dan tingginya pengangguran dikalangan pekerja kurang terdidik. Sebaliknya tingkat kejahatan menurun pada periode 1993 – 1997 seiring peningkatan pendapatan pekerja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Korelasi gaji rendah dan tingkat pengangguran di satu sisi dengan kejahatan di sisi yang lain ini layak dicermati. Semakin rendah renumerasi pekerja dan tingginya jumlah pengangguran merupakan pendorong tumbuhnya kejahatan. Persentase yang tinggi atas sejumlah angkatan kerja yang terpinggirkan dalam mekanisme pasar kerja merupakan sebuah kegagalan manajemen sosial. Penyeimbangan antara jumlah pasokan tenaga kerja dan ketersediaan pasar kerja ini menjadi solusi mendasar bagi pencegahan kejahatan. Walaupun demikian pendekatan keamanan tetap diperlukan sebagai langkah-langkah taktis. Peningkatan patroli polisi dan partisipasi warga dalam pengkondisian keamanan bersama seyogyanya tetap dilakukan. Sehingga pencegahan maraknya aksi perampokan lebih bisa optimal.

Sementara itu, di Indonesia, jumlah orang yang termarjinalkan oleh sistem sosial rekrutmen tenaga kerja ini cukup besar. Berdasarkan laporan ILO tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia, terdapat 70 persen pengangguran yang berusia 15 – 29 tahun. Disamping itu ada 11.4 persen penduduk berada di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan kurang dari Rp 271.626 per bulan. Selanjutnya menurut data BPS, bidang pertanian masih menjadi penyerap tenaga kerja terbesar (35 %). Sedangkan jumlah pengangguran terbuka masih di angka 7.2 juta. Tentu fakta itu menjadi permasalahan tersendiri lintas kementerian.

Maka dari itu, seraya mendorong pemerintah mengupayakan langkah-langkah strategis bagi pengentasan pengangguran dan kemiskinan, masyarakat sipil juga bisa berperan dalam mencegah berbagai tindak kejahatan. Misalnya melalui pendekatan budaya khas tiap daerah. Prakteknya adalah dengan memunculkan kembali kearifan-kearifan lokal. Sebagai contoh, bagi masyarakat Bali, tindakan mengemis adalah sebuah pamali. Berbagai kegiatan lebih positif dalam kondisi paling tidak berdaya sekalipun masih bisa dilakukan -misalnya membuat canang-daripada sekedar mengemis. Sehingga di kebudayaan Bali, perbuatan mengemis sangat jarang -untuk tidak mengatakan tidak ada. Sementara itu, di beberapa kebudayaan lain, merampok justru lebih dipilih daripada mengemis. Salah satunya karena konsep kebudayaan yang dimaknai secara kurang tepat terhadap kepemilikan harga diri yang terlalu tinggi. Tindakan merampok dianggap lebih bermartabat daripada mengemis. Padahal, dari sisi kemanusiaan, tindakan merampok -apalagi disertai pembunuhan- malah semakin menjauhkan martabat kemanusiaan pelakunya (miskin hati / moral). Uniknya, di kebudayaan Jawa -yang bisa jadi salah satunya karena persinggungannya dengan berbagai budaya dan rentang panjang sejarahnya- memiliki hampir semua potensi karakter budaya (keras-lembut, jahat-baik, iba-sadis). Sehingga tidak aneh jika mendapati pengemis orang Jawa yang sangat pintar mengiba-iba. Di sisi lain, sejarah juga mencatat sejumlah pelaku kejahatan (perampok) orang Jawa yang sangat sadis (Kusni Kasdut, Slamet Gundul, dll.). Karakter-karakter kebudayaan lokal tersebut, akan bisa memberikan pengaruh positif jika dikemas dan ‘dijual’ bagi pencegahan berbagai ekspresi negatif dalam situasi ketidakberdayaan sosial (pengangguran, upah rendah).  

 

Oleh: Flo. K. Sapto W.

Penulis adalah praktisi pemasaran, penikmat karya sastra dan budaya.

Ikuti tulisan menarik Flo K Sapto W lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB