x

Asteroid Bennu. NASA

Iklan

margaretha diana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Antara Fitsa Hats dan 'Flat Earth'

Semakin ke sini, kita semakin ragu, benarkah pendidikan sepenting itu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Martin Burber pernah berkata, “The real struggle in not between east and west, or capitalism and communism, but between education and propaganda.“

Awalnya saya berpikir, pendidikan memang kunci utama bagi sebuah bangsa untuk maju, keluar dari kata ‘kebodohan’ . Dan itu pulalah yang mendorong Soekarno mengirimkan banyak sekali pemuda-pemudi negeri untuk belajar ke luar negeri. Sukarno berharapan sekembalinya dari sana, mereka bisa menjadi pengajar yang baik dan turut serta melaksanakan amanat UUD 45 tentang ikut mencerdaskan bangsa.

Tapi entah kenapa, semakin ke sini, saya semakin ragu, benarkah edukasi sepenting itu? Keraguan itu muncul saat saya menemukan banyak sekali orang dengan gelar berderet, tapi saat bicara logika, saya seolah menghadapi anak balita yang masih menggunakan khayalannya sebagai patokan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekarang sebut saja komunitas 'flat earth', sebuah komunitas yang percaya bumi itu datar. Awalnya saya hanya mengira itu sebuah komunitas 'having fun', yang anggotanya adalah remaja-remaja pecinta animasi--yang memang kerap berimajinasi melampaui kata wow. Tapi ternyata, memang hanya kata wow yang ada saat saya ’tersesat’ di antara mereka. Saat di belahan bumi lain sudah sibuk dengan Misi Kepler--misi NASA mencari planet yang berkarakter mirip dengan Bumi--di sini justru banyak sekali yang sibuk berantem dengan Prof. DR. Thomas Djamaluddin M.Sc, tentang sesuatu yang absurd, yaitu flat earth.

Entah kenapa--saya hanya bisa melongo mengetahuinya--banyak masyarakat kita yang keblinger dengan perkara flat earth ini hanya gara-gara klaim Bumi bulat itu yang bicara NASA, kafir--jadi tidak perlu dipercaya; percayalah saja dengan apa yang dikatakan oleh sesama saja.

Sejujurnya, saya ingin bertanya kepada si pelempar kalimat tersebut, ”Pak, bu, Anda sehat? Atau kepala anda juga retak, sama seperti kepala saya, sehingga logika ikut keluar, rembes dari retakannya?” Dan lucunya, yang ada di belakang komunitas flat earth juga bukan lulusan sembarangan. Beberapa di antaranya adalah lulusan universitas ternama, dengan usia yang juga jauh di atas saya. Jadi, bisa dipastikan pula, mereka belajar beberapa ilmu pengetahuan yang ditemukan oleh kafir.

Saat banyak sekali berita-berita hoax bersebaran, yang hanya karena karena ada stempel agama di depannya, dianggap sebagai kebenaran. Saya jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa sih yang dicari masyarakat kita sekarang? 

Aristoteles menulis, ”Veritas est adaequatio intelctus et rhei.” Kebenaran adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Sementara Marx berkata, ”Absolute truth is objective truth in its entirety, an absolutely exact reflection of reality.” Kebenaran mutlak adalah kebenaran yang lengkap, obyektif, yaitu suatu pencerminan dari realitas secara mutlak.

Dalam hal ini, agama adalah dogma, sebuah ajaran tentang keyakinan, sesuatu yang jauh dari ilmu pasti. Jadi, bagaimana mungkin mempergunakan agama sebagai landasan kebenaran sesuatu yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan dogma? Dan, propaganda ngawur ini justru terus-menerus disebar di antara masyarakat kita dengan embel-embel kebenaran (atau boleh saya bilang pembenaran) juga surga.

Pertanyaan yang tersisa kemudian adalah, pendidikan macam apa yang akan diwariskan pada generasi selanjutnya jika hal ini dibiarkan terus menerus? Adakah orangtua yang sengaja menyesatkan anak-anaknya dalam kegelapan? Agama itu penting, memang, bagi yang memercayainya, tapi bukankah setiap agama yang ada pun mengajarkan hal yang kurang lebih sama untuk tidak mengajarkan kebodohan terhadap sesama?

Entahlah. Kadangkala, saat tersesat di antara komunitas 'flat earth', saya iseng komentar, “Jika bumi ini datar, kenapa ada perbedaan waktu antara Indonesia bagian barat, tengah, juga timur?”

Tapi ternyata, pertanyaan saya seringkali jadi invisible di antara percakapan mereka hahahahahaha

Ikuti tulisan menarik margaretha diana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB