Arti ‘Berbatik’ bagi Puan Maharani
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBSeperti dikatakan Puan, dengan berbatik berarti “...turut menyejahterakan bangsa dan negara Indonesia”.
Apakah berbatik sekadar mengikuti tren, tuan-tuan?
Jawaban barangkali beragam di antara tuan-tuan: sebagian mengiyakan, sebagian lain memberi penolakan, sebagian yang lain lagi berimbang dan yang lain lagi mungkin tak dapat menjelaskan lewat kategori jawaban-jawaban yang sederhana.Tapi barangkali yang paling banyak bermunculan di antara ketiga jawaban ini adalah yang mengiyakan. Tak apalah, itulah tuan-tuan punya selera.
Tapi tuan-tuan, Puan Maharani punya alasan tersendiri dalam memaknai arti ‘berbatik’ atau ‘mengkonsumsi’ batik. Ingat, konsumsi tidak hanya menyangkut ‘apa-apa yang kita makan, tapi juga apa-apa yang kita pakai’.
Apa arti berbatik bagi Puan, tuan-tuan?
Pertama, ‘berbatik’ bagi Puan, tuan-tuan, merupakan bagian dari unjuk kebanggaan atas apa-apa yang dianggap bagian dari identitas kebudayaan kita. Batik mencerminkan identitas dan kebudayaan bangsa ini. Kita berkeyakinan bahwa ia (batik sebagai produk budaya) tumbuh, hidup dan terwariskan dari generasi ke generasi dalam bangsa ini.
Melalui kebanggaan ‘berbatik’, berarti diam-diam kita turut meneruskan kebanggaan atas ‘apa-apa’ yang hidup sebagai warisan nenek moyang kita. Kita turut melestarikan produk-produk budaya nenek moyang kita yang baik. Bukankah kebanggaan atas kebudayaan bangsa sendiri mencerminkan dari apa yang sering kita dengar dari salah seorang founding fathers, presiden pertama dan yang tak lain kakek Puan sendiri, Soekarno: “Jangan sekali-kali melupakan sejarah?”
Oleh sebab itu, kata Puan, kebanggaan ‘berbatik’ ini harus dijaga, perlu diteruskan. Jangan sampai terputus. Dalam ‘batik’ mengandung nafas cerita pendahulu kita, narasi sejarah dan narasi kebanggaan identitas kita. Saya selalu suka untuk mengutip kalimat manis dari Puan:
“Goresan canting di selembar kain sesungguhnya bercerita tentang kearifan budaya bangsa kita yang dinarasikan dan diajarkan bukan saja antargenerasi, melainkan juga intergenerasi”.
***
Lebih jauh, ‘berbatik’ – membudayakan diri dengan menggunakan batik atau memperluas tren penggunaan batik – selain berarti menunjukkan kebanggaan atas produk khas kebudayaan bangsa sendiri, juga mengandung dukungan diam-diam atas hasil industri kreatif bangsa sendiri. Semakin besar jumlah masyarakat menggunakan batik, semakin besar peluang industri kreatif batik, semakin besar peluang menyerap tenaga kerja dan semakin besar peluang untuk menolong rakyat dari garis kemiskinan. Ilustrasi di bawah ini mungkin bisa menggambarkan pernyataan ini.
Di salah sebuah pusat belanja di Thamrin City, letaknya sekitar 500 kaki atau lebih dari pusat belanja Tanah Abang, Jakarta Pusat, terdapat pusat belanja batik. Di salah satu pintu masuknya, terdapat tulisan besar: “batik nusantara”.
Pusat belanja batik itu menempati tiga lantai itu: lantai dasar, 1 dan 2. Batik-batik itu berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Ada batik Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Cirebon, Madura dan batik-batik daerah lain. Pengusaha-pengusaha batik di pusat belanja itu tergabung dalam pola pengorganisasian dagang berdasarkan daerahnya masing-masing. Mereka menyebutnya paguyuban batik.
Keberadaan pusat belanja batik itu sejauh ini telah menyerap banyak tenaga kerja baik dari daerah maupun yang berasal dari Jakarta sendiri. Pusat penjualan batik itu sangat membantu menghindarkan masyarakat dari ‘pengangguran’. Kita tak dapat membayangkan bagaimana seandainya yang terjadi sebaliknya: batik tidak lagi digemari, tidak lagi menarik pembeli dan akhirnya tidak lagi diproduksi. Berapa banyak tenaga kerja yang bakal kembali terserap menjadi ‘pengangguran’ lagi?
Ingat, Thamrin City hanyalah satu dari sekian pusat belanja batik lainnya. Dengan kata lain, banyak pusat belanja batik lainnya, yang lebih kecil atau lebih besar, yang tersebar di Jakarta atau di daerah-daerah lainnya.
Di sinilah poinnya bahwa kecintaan pada batik turut berkontribusi bagi perkembangan industri batik dan membantu menyejahterakan bangsa ini. Seperti dikatakan Puan, dengan berbatik berarti “...turut menyejahterakan bangsa dan negara Indonesia”.
Tentu saja Puan menyadari bahwa eksistensi budaya atau produk budaya, semisal batik, haruslah mengikuti irama perkembangan zaman, perkembangan model pakaian. Untuk itu, menurutnya, diperlukan jenis batik yang fashionable, kekinian dan yang digemari terutama kalangan muda.
“Sudah saatnya kita memperlihatkan lagi batik dengan cara yang beda. Anak muda sudah tertarik lagi dengan batik tapi modelnya harus disesuaikan dengan selera mereka”.
Mohammad At-Taturk
Penggiat Komunitas Pendidikan dan Pengentasan Buta Huruf, 'Alif'
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Arti ‘Berbatik’ bagi Puan Maharani
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBKomunisme, Kenapa Masih Harus Ditakuti?
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler