x

Iklan

Susianah Affandy

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Nilai Bhakti Muslimat NU

Muslimat NU adalah badan otonom organisasi Nahdlatul Ulama yang kini berkembang dengan layanan social, kesehatan, dakwah, pendidikan dan ekonomi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

*Susianah Affandy

Anggota Hukum-Advokasi & Litbang PP Muslimat NU

Apa yang kamu pikirkan tentang (warna) hijau? “NU”, demikian jawaban seorang murid dalam sebuah kursus bahasa Inggris menjawab pertanyaan guru yang (seorang) Native Speaker dari Australia. Apa yang terfikirkan tentang hijau? “Adem, ijo royo-royo, toto-tentrem, kerta rahardja”. Sebagai sebuah jawaban terhadap pertanyaan yang sifatnya “open question” tentu tidaklah salah karena justru itulah yang tergambar dalam pikiran seseorang tentang NU. Pun demikian, kita harus memahami mengapa banyak Ibu-Ibu dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi menggabungkan diri dengan Muslimat NU. Bisa jadi harapannya menurut orang di luar NU sesederhana seorang murid menjawab pertanyaan di atas tentang apa (yang terpikir) dengan warna hijau? Tulisan ini ingin merefleksi nilai-nilai yang menggerakkkan anggota Muslimat NU dalam perubahan sosial.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nilai Altruistik

Dalam suatu kegiatan launching Gerakan Tanam Pohon yang dimotori Muslimat NU Jombang Jawa Timur tahun 2007, sebanyak 14000-an kaum Ibu memadati alun-alun, turut mensukseskan gerakan hijau. Penulis berkesempatan melakukan indeep interview dengan pimpinan cabang setempat soal apa yang menggerakkan mereka datang dari jauh ke acara tersebut. Kaum Ibu yang juga banyak membawa putra-putrinya dalam Gerakan Kecil Menanam Dewasa Memanen ini terdorong oleh niatan suci yakni menuntut ilmu. Bagi kaum Ibu di pedesaan, bersilaturrahim dengan para ulama ahli ilmu akan mendatangkan dua manfaat yakni dapat pahala dan berkah menuntut ilmu serta mendapatkan pahala silaturrahim.

Mendengar ceramah yang disampaikan ulama sama nilainya dengan menuntut ilmu, dijamin pahalanya oleh Allah SWT. Apalagi dalam kegiatan launching Gerakan Tanam Pohon juga dibarengi dengan kegiatan Tahlil Qubro. Berduyun-duyun kaum Ibu hadir berdoa bersama, mengirim doa kepada leluhur yang telah meninggal dunia. Kaum Ibu ini membawa bekal dan mengongkosi sendiri pembiayaan perjalanan dari rumah ke tempat acara. Bahkan kaum Ibu-Ibu ini juga mensedekahkan rizkinya untuk mendoakan leluhur tersebut.

Niat kaum Ibu jelas, menjadikan Muslimat NU sebagai ladang ibadah. Dasarnya juga tegas termaktub dalam kita suci Al-Qur’an Surat Adz zariyat ayat 56 yang artinya “dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan mereka mengabdi kepada-Ku”. Makna Ibadah juga tegas dipahami oleh Ibu-Ibu NU yakni pertama ibadah mahdah (ibadah khusus kepada Allah SWT) seperti sholat, puasa, zakat dan haji. Kedua, ibadah ‘amma (ibadah umum) yakni ibadah untuk kemasalahatan ummat manusia di muka bumi. Pada kategori ibadah ‘amma (umum) dilakukan oleh Ibu-Ibu NU melalui kegiatan sosial-kemasyarakatan, pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

Maka ketika kita banyak menyaksikan ribuan kaum Ibu berseragam hijau berkumpul dalam suatu majlis ta’lim, mereka niatkan itu untuk menuntut ilmu. Ribuan kaum Ibu bahkan mencapai 70.000-an Ibu-Ibu memadati GOR Malang pada 26 Maret 2016, tujuannya juga ibadah menuntut ilmu, ibadah silaturrahim dan juga bersholat kepada nabi Muhammad beserta keluarganya.

Selain fokus pada hakekat penciptaan manusia, Ibu-Ibu NU menggabungkan diri dalam visi dan misi Muslimat NU karena terdorong oleh firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 110 dan Surat Al An’am ayat 165. Dalam hemat penulis, ayat inilah yang menjelaskan tentang operasionalisasi penciptaan manusia di muka bumi. Surat Ali Imran ayat 110 menjelaskan penciptaan kita dimuka bumi adalah untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Adapun Surat Al An’am ayat 165 menjelaskan kepada kita tentang mandat sang Khaliq kepada manusia di muka bumi adalah untuk memimpin atau sebagai khalifah yang mengurus bumi seisinya untuk kemakmuran bersama.

Ayat 110 Surat Al-qur’an Ali Imran dan Surat Al An’am ayat 165 tersebut di atas menginternalisasi dalam diri dan perilaku sehari-hari kaum Ibu yang tergabung dalam Muslimat NU. Semangat juang Muslimat NU di masyarakat dasarnya adalah pelayanan kepada umat manusia sebagaimana firman Allah SWT di atas. Kekuatan iman para pengurus dan anggotanya menjadikan Muslimat NU tangguh menghadapi semua rezim di republik ini.

Nilai gerakan sosial Muslimat NU yang bersumber dari ajaran agama oleh para filsuf dikategorikan sebagai nilai altruistic. Dalam kamus bahasa Indonesia (1997), disebutkan kategori nilai altuistik mengacu pada gerakan sukarela untuk kepentingan umum, digerakkan oleh naluri (mengharap ridho Alllah SWT) sehingga tidak mengarap upah. Penggunaan istilah altruistic pertama kali disampaikan oleh Sosiolog August Comte di permulaan abad ke-19. Dalam kajian Sosiologi klasik, Max Weber, Sosiolog Jerman menjelaskan mengapa dalam kehidupan masyarakat terdapat pemimpin kharismatik, itu juga tak lepas dari nilai altruistic yang dianut masyarakat.

Transformasi dan Perubahan Sosial

Motivasi melayani atau pengabdian yang dilakukan anggota dan pengurus Muslimat NU adalah karena mengharap ridho Allah SWT. Dalam penelitian penulis tentang Muslimat NU (2013) dapat kita singkap, tanpa adanya motivasi untuk mencapai ridho Allah seperti di atas menurut Nottingham (1997) boleh jadi tingkah laku keagamaan dan kemasyarakatan tidak akan dilaksanakan oleh anggota Muslimat NU. Para sarjana sosiologi melihat tingkah laku keagamaan masyarakat seperti di atas memiliki akibat-akibat positif bagi pemeliharaan masyarakat yang tidak disadari seringkali menurut Nottingham (1997) lebih penting dari tujuan mereka yang disadari. Fungsi yang tidak disengaja dari perilaku keagamaan masyarakat oleh para sarjana sosiologi disebut sebagai fungsi laten.

Besarnya animo anggota masyarakat pedesaan menggabungkan diri dalam organisasi Muslimat NU dalam pandangan penulis karena selain motivasi agama juga adanya kesadaran di antara masyarakat akan besarnya kompleksitas permasalahan hidup yang harus disikapi dengan efektif dan efesien. Kehidupan pedesaan yang semakin kompleks dan selalu berubah menjadi motivasi seseorang untuk ikut dalam proses perubahan tersebut. Dalam hal ini Himes (1976) dalam tesisnya menggambarkan bahwa masyarakat pedesaan cenderung mengalami empat hal yakni memudarnya sistem kekerabatan, masyarakat semakin mengenal spesialisasi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, cenderung mengembangkan sekularisasi kehidupan dan mengunggulkan rasionalitas dan dengan perubahan yang terjadi secara dramatis di pedesaan seperti tersebut di atas membuat masyarakat semakin terdorong akan kebutuhan organisasi.

Dengan berorganisasi meminjam tesisnya Etzioni (1982) masyarakat pedesaan memiliki harapan yang besar agar organisasi seperti Muslimat NU menjadi wadah yang ampuh dalam mengikat sumberdaya dan sumber manusia dari berbagai latar belakang keluarga, kekerabatan, suku sehingga organisasi seperti ini dapat mengikatkan anggota dengan pemimpinnya, menggabungkan kelompok (group), dan juga menggabungkan sarana produksi dan bahan mentah menjadi suatu hasil yang bernilai bagi kehidupan. Masyarakat pedesaan menaruh kepercayaan yang besar terhadap organisasi sebagai wadah pelayanan berbagai kebutuhan masyarakat dengan lebih efektif dan efesien dibandingkan dengan pengelompokan lainnya seperti keluarga, kekerabatan dan persabahatan.

Ketika kaum perempuan pedesaan bergabung dengan organisasi Muslimat NU, banyak isu yang sebelumnya dilihat sebagai kepedulian pribadi dan domestik seperti kesehatan Ibu, pendidikan anak, pendapatan keluarga dan gizi menjadi isu publik dan politik. Anggota masyarakat yang dulunya sebelum bergabung dengan Muslimat NU memiliki anggapan bahwa masalah domestik adalah hal tabu dibicarakan di ruang publik seperti kekerasan dalam rumah tangga, masalah kesehatan reproduksi, hak dan kewajiban suami istri, setelah bergabung di organisasi Muslimat sebagian besar dari mereka menjadi pionir baik itu sebagai ustadzah majlis taklim maupun sebagai guru di madrasah untuk mensosialisasikan masalah tersebut dengan bingkai nilai-nilai agama.

Kini, di usianya yang ke 70 tahun Muslimat NU memiliki lima layanan (data 2011) antara lain layanan sosial, layanan kesehatan, layanan di bidang dakwah, layanan di bidang pendidikan dan layanan ekonomi. Layanan di bidang sosial, Muslimat NU memiliki 104 tempat panti asuhan. Layanan di bidang kesehatan, Muslimat NU memiliki 103 Rumah Sakit/Rumah Bersalin atau Poli Klinik. Layanan di bidang pendidikan, Muslimat NU memiliki 9800 TK/RA, 14.350 TPQ, 14.350 tempat Pendidikan Anak Usia Dini, 1500 PKBM (Pusat Kelompok Belajar Masyarakat) dan 2223 Kelompok Bermain. Layanan di bidang ekonomi, Muslimat NU memiliki 104 koperasi primer, 355 Tempat Pelayanan Anggota Koperasi, 11 Balai Latihan Kerja, dan 146 KBIH.

Dari uraian di atas, kita dapat melihat bagaimana manfaat yang diperoleh oleh masyarakat dengan menggabungkan diri dalam organisasi Muslimat NU. Pertama, manifestasi penciptaan yakni beribadah sosial dan mengurus bumi (khalifah fil ardhi). Berorganisasi merupakan ladang silaturrahim yang dianjurkan dalam agama, memiliki manfaat panjang umur dan rizki. Kedua, transformasi dan jaringan sosial. Inilah nilai bhakti Muslimat NU. Wallahu a’lam bish showab

Sumber Foto : gerbangbengkulu.com

Ikuti tulisan menarik Susianah Affandy lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler