x

Iklan

Andi Ansyori

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Air Mata Buaya Anggota DPR RI, Miryam S Haryani

Kasus anggota DPR RI Miryam terkait E KTP

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Air mata buaya Anggota  DPR RI,   Miryam S Haryani

Saya tersenyum sendiri membaca berita di kompas.com, (24/3/2017),  bahwa salah seorang mantan anggota Komisi II DPR RI periode 2009-2014 Miryam S Haryani dari Fraksi Hanura , menangis tersedu sedu berurai airmata, ketika ia bersaksi dalam sidang Tindak pidana korupsi dalam perkara sekandal  mega proyek pengadaan E KTP di Pengadilan Negeri jakarta Pusat (kamis 3/3/2017).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 Saya menonton tangis  Miryam tersebut, tidak lebih hanyalah akting air mata buaya dan dengan akting berurai air mata  Miryam pura pura sedih ia berharap akan dapat  mengelabui orang banyak.. Sehingga melihat tangis Miryam baik Hakim maupun publik terenyuh dan percaya serta bersimpati kepadanya. Dan akhirnya Miryam berharap bamyak kepada majelis  Hakim  dapat memaafkan perbuatan dirinya .

Hanya itu saja . Hanya untuk mengelabui  orang lain

Tidak lebih !!!.   

 Alasan Miryam Menangis.

 Mengapa  Miryam menangis,  masih menurut  Miryam bahwa selama ini, ia  merasa tidak bersalah. Walaupun  ia merasa tidak bersalah,namun ia dipaksa  juga menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas namanya dirinya, karena pada saat dilakukan proses pemeriksaan di lembaga  anti rasuah kuningan Jakarta , Ia merasa mendapat tekanan dari penyidik KPK untuk mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak pernah dilakukannya . ,  Saat itu  ia merasa tak berdaya . Terpaksa ia membuat pengakuan palsu.  Oleh karena itu selaku wanita ia mencoba memanfaatkan  waktu saat bersaksi di persidangan dan  membantah semua isi BAP yang sudah ditanda tanganinya , termasuk ia juga membantah pernah menerima suap terkait uang haram E KTP.  Miryam berharap dengan akting menangis saat bersaksi di persidangan di PN Jakarta Pusat tersebut,  majelis Hakim akan terenyuh hatinya dan percaya apa saja yang diocehkan  terkait bantahannnya terhadap isi BAP tersebut.

 Majelis  Hakim tidak begitu saja  percaya

 Majelis Hakim yang menyidangkan perkara Korupsi E KTP, tentu saja tidak begitu saja percaya dengan akting air mata buaya yang dipertontonkan Miryam saat ia bersaksi dan  menjawab berbagai pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum maupun dari Majelis Hakim pada PN Jakrta Pusat.

 Majelis Hakim yang ,menyidangkan perkara korupsi E KTP dengan dua orang pesakitan  yakni Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto dan  Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, bukanlah hakim anak kemarin sore.

 Mereka sudah memiliki jam terbang yang banyak .Mereka sudah terbiasa dan tidak aneh lagi menonton akting para pesakitan . Merka sudah kapalan melihat akting air mata buaya sebagaimana yang dipertontonkan  oleh legislator Miryam saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.(23/3/2017) . Mereka sudah biasa melihat pesakitan yang menghibah hibah  kepada mereka dan mengaku tidak bersalah , Namun kemudian terbukti dan pada akhirnya  dipidana. Majelis Hakim yang mengadili perkara Korupsi E KTP bukanlah orang bodoh.    

 Bukti  majelis hakim yang memeriksa perkara E KTP , bukanlah  orang bodoh,  majelis hakim merasa  ada yang janggal terhadap bantahan Miryam. Sebab, menurut majelis hakim , dalam BAP Miryam dapat menjelaskan secara rinci kronologi penerimaan uang dalam proyek  e KTP.  Bahkan, Miryam menyebut nama-nama anggota DPR lain yang ikut menerima suap. ( Kompas com 23/3/2017)

Karena Ketua Majelis Hakim tidak percaya akan tangis air mata buaya Miryam,  lalu  untuk bahan pembuktian seperti yang di atur KUHAP, maka majelis hakim yang memeriksa perkara E KTP, meminta jaksa penuntut umum , untuk dapat menghadirkan penyidik yang pernah memeriksa Miryam ke muka persidangan berikutnya. Majelis Hakim juga minta rekaman saat pemeriksaan Miryam di lembaga anti rasuah tersebut  Rencananya hakim juga  akan mengkonprontir Penyidik dengan Miryam. Langkah langkah majelis hakim akan menghadirkan dan mengkonprontir penyidik pemeriksa  dengan Miryam, menunjukan bukti bahwa hakim tidak percaya begitu saja dengan batahan Miryam tersebut.

 Kekuatan BAP saksi di persidangan

Pasal 187 huruf (a) KUHAP.

 Berdasarkan : Pasal 187 huruf a KUHAP mengatur bahwa berita acara, termasuk berita acara pemeriksaan saksi (“BAP Saksi”) merupakan alat bukti surat. Mengenai BAP Saksi sebagai alat bukti surat dikuatkan dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1985 tentang Kekuatan Pembuktian Berita Acara Pemeriksaan Saksi dan Visum et Repertum yang dibuat di Luar Negeri oleh Pejabat Asing. Ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung ini memberi penegasan bahwa berita acara, termasuk berita acara pemeriksaan saksi, bukan hanya sekedar pedoman hakim untuk memeriksa suatu perkara pidana, melainkan sebuah alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian. Dalam hal ini merujuk pada Pasal 187 huruf a KUHAP BAP merupakan alat bukti surat, termasuk juga berita acara pemeriksaan saksi yang dibuat di luar negeri oleh pejabat asing.( sumber : Hukum on line com)

 Miryam mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP)

 Hal menarik selanjutnya ialah, bahwa  saksi Miryam ketika memberikan keterangan di depan persidangan tindak pidana korupsi di PN Jakarta Pusat (23/3/2017) ,  menarik/mencabut keterangannya yang telah dia berikan di dalam berita acara pemeriksaan saksi (BAP Saksi) yang dibuat oleh penyidik. Bahkan Miryam membantah seluruh isi BAP pemeriksaan atas dirinya ketika ia diperiksa penyidik di kantor KPK.

 Memang masalah pencabutan BAP saksi di persidangan ini , tidak ada pengaturannya  di KUHAP , maka berlakulah ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Dengan demikian, fungsi keterangan saksi tersebut pada berita acara pemeriksaan saksi yang dibuat penyidik dapat menjadi alat bukti petunjuk (Pasal 188 ayat [2] KUHAP).

 Seperti yang terjadi dengan Saksi Miryam, bahwa Miryam mencabut BAP nya di depan persidangan. Bahkan Miryam membatah seluruh isi BAP atas nama dirinya. Maka apabila terjadi perbedaan keterangan seperti ini, maka keterangan di depan persidanganlah yang lebih diutamakan

 Maka tepatlah langkah majelis hakim yang meminta jaksa peunutut umum untuk menghadirkan penyidik yang membuat BAP utuk diperiksa di muka persidangan. . Pejabat penyidik ini merupakan saksi verbalisant. 

 Berdasar Pasal 163 KUHAP, saksi boleh memberikan keterangan yang berbeda dengan yang terdapat pada BAP Saksi. Namun, hal yang penting di sini ialah, saksi tersebut harus memberikan alasan yang dapat diterima oleh akal sehat mengenai keterangan yang berbeda tersebut.

 Di sinilah letak peran hakim sebagai hakim yang aktif dalam mencari kebenaran materiil, yang merupakan ciri khas hakim pada sistem peradilan pidana negara yang menganut sistem civil law, ketika terjadi perbedaan keterangan yang diberikan saksi, maka hakim harus melihat apakah keterangan atau alasan yang diberikan saksi Miryam  secara logika dan masuk akal dapat mendukung terjadinya perbedaan keterangan tersebut. Sepanjang saksi tidak dapat meberikan alasan logis dan benar ,  berdasarkan KUHAP , maka BAP lah yang dipakai

 Maka tidak benar dugaan Miryam, bahwa dengan menggunakan akting tangis air mata buaya, maka serta merta majelis hakim akan memenuhi kehendaknya dan mengabaikan BAP . Tergantung apakah tangisan air mata buaya itu memang beralasan hukum , bahwa pembuatan BAP di bawah tekanan penyidik sehingga majelis hakim dapat mengabaikan BAP atau sebaliknya bantahan Miryam tidak beralasan hukum, sesuai KUHAP maka  yang dipergunakan adalah BAP hasil penyidikna,

Bila scenario terahir ini yang terjadi , maka tangisan air mata berderai  Miryam ketika bersaksi di PN Jakarta Pusat (23/3/2017) tidak lebih tangisan air mata buaya

Kembali ke judul :  Air mata buaya  anggota  DPR RI,   Miryam S Haryani

 

 

Ikuti tulisan menarik Andi Ansyori lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler