x

Iklan

Okki Trinanda Miaz

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dari Merek Jatuh ke Hati

Selain skala bisnis, apakah yang membedakan produk UKM dengan perusahaan raksasa? Manakah yang lebih penting, produk atau merek?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada satu hal menarik yang sering luput dari pengamatan pedagang ataupun pelaku UMKM Sumatera Barat. Jika seorang pelanggan berbelanja, apa yang menjadi perhatian pertama mereka? Apakah kualitas? Apakah harga? Apakah manfaat? Ternyata tidak.

Meskipun pada saat membeli sesuatu kita selalu membandingkan antara ketiga hal tersebut, dan kemudian memutuskan mana yang paling baik, namun yang paling diperhatikan pelanggan pertama kali adalah merek. Jika merek sudah dikenal, pertimbangan yang diambil tidak terlalu lama. Namun jika merek tidak dikenal, maka akan semakin banyak pula ia bertanya. “Barangnya sih bagus, harganya juga sudah sesuai. Tapi karena merek ini saya belum pernah dengar sebelumnya, saya masih ragu untuk membeli.”

Dalam kajian ilmu Manajemen Pemasaran, penentuan merek (branding)  serta desain kemasan (packaging) merupakan strategi utama dalam memperkenalkan produk ke pasar. Merek yang kuat, simpel dan mudah diingat dan dituliskan akan menjadi sebuah modal kuat bagi sang pemasar. Tidak percaya, lihatlah merek-merek terkenal di sekitar kita. Merek-merek tersebut biasanya paling sering dipalsukan. Karena, alasan konsumen membeli bukan lagi kepada fungsinya, tapi karena ingin memiliki merek tersebut. Seperti merek Louis Vuitton (LV) atau Prada dan lain sebagainya. Meskipun sangat jarang kita temukan produk aslinya di tengah masyarakat, namun tetap saja merek-merek tersebut dipalsukan dan dijual. Kenapa dipalsukan? Karena konsumen ingin mereknya, bukan sekedar tas saja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bahkan ada beberapa merek yang saking terkenalnya, sehingga produk saingan pun dipanggil dengan merek tersebut. Seperti Honda, meskipun yang dikendarai itu Yamaha atau Suzuki, tetap saja disebut Honda. Honda Mio, Honda Satria dan lain-lain. Hal yang sama terjadi pada Aqua, Rinso dan seterusnya. Yang paling legendaris tentunya Odol yang sebenarnya merupakan merek dagang pasta gigi di jaman penjajahan Belanda dulu. Sekarang sedikit sekali orang yang tau bahwa Odol sebenarnya adalah sebuah merek.

Saking kuatnya sebuah merek, hak atas penggunaan merek itu sendiri juga bisa diperjualbelikan. Inilah yang dinamakan dengan hakcipta merek. Merek-merek terkenal dan mendunia seperti Coca Cola ataupun Apple sudah dihargai ratusan juta dollar. Uang sebesar itu bukan untuk membeli produknya hingga sekian banyak gudang, namun hanya untuk izin penggunaan merek saja.

Begitu pula dengan kemasan. Terkadang konsumen bisa lupa bahwa produk yang dibelinya itu sebenarnya mahal karena kemasan yang menarik. Bandingkanlah harga sekantong Chitato dengan kerupuk kentang goreng hasil produksi UKM yang dibungkus dengan plastik polos dan dilampirkan kertas kecil, akan sangat terasa harganya mahal sekali. Jika dibandingkan harga per-gram nya, Chitato pasti jauh lebih mahal. Kemasannya gemuk, isinya sedikit.

Merek dan kemasan yang hebat dapat juga meningkatkan citra dari produk yang dijual. Seperti ayam goreng KFC, kopi Starbucks dan lain-lain. Kedua perusahaan tersebut adalah contoh yang baik tentang bagaimana pentingnya merek bagi sebuah produk yang biasa-biasa saja. Kopi di Starbucks sebenarnya tak ubahnya kopi biasa yang diproses secara lebih baik dan rapi, kemudian diberikan kemasan dan merek yang kuat.Jika di warung harga kopi adalah lima ribu rupiah, di Starbucks secangkir kopi bisa dihargai sampai lima puluh ribu rupiah.

Namun sayangnya pemahaman dan pemaksimalan penentuan merek dan kemasan belumdianggap sebagai prioritas oleh mayoritas pelaku UKM di Sumatera Barat. Dengan menjamurnya berbagai usaha kecil yang dirintis oleh masyarakat, rasanya baru ada beberapa saja yang memiliki merek yang kuat serta kemasan yang menarik.

Pelaku UKM kita sepertinya masih belum berani untuk menentukan sebuah merek yang berbeda dengan merek-merek usaha sejenis yang sudah ada sebelumnya. Seperti misalnya, menggunakan kata makmur, jaya, berkah, dan lain sebagainya.

Jika pembaca berkunjung ke los lambuang Bukittinggi, lihatlah hampir semua merek kedai nasi kapau merupakan nama pemiliknya, dengan imbuhan Uni atau Hajjah. Misalnya Uni Lis, Uni Cah, Hj. Anna, Hj. Mes  dan seterusnya. Bagi yang sering berkunjung tentu tidak masalah karena sudah biasa. Namun bagi yang baru datang ke los lambuang pasti akan cukup kebingungan. Karena semua kedai penampilannya sama, gaya penjualnya sama, setting tempatnya sama, kemasan sama, dan mereknya hampir-hampir sama. Pernah seorang teman saya yang pertama kali berkunjung ke los lambuang, berkali-kali menelpon untuk memastikan, “tadi katanya nasi kapau yang enak uni yang mana ya?”.

Pemberian merek produk yang diambil dari nama pendiri atau pemilik sebenarnya bukan monopoli usaha nasi kapau saja. Masih banyak lagi yang lain seperti nama toko, nama keripik sanjai, dan seterusnya. Pernah satu kali saya membeli roti di Bukittinggi yang memiliki merek Roti Bakar. Ternyata rotinya tidak dibakar dulu sebelum diserahkan ke konsumen, namun kebetulan saja penjual nya bernama pak Bakar.

Demikian juga dengan merek-merek produk lainnya. Seperti kios jualan pulsa harus diakhiri dengan kata “cell” atau warnet dengan akhiran “net”. Atau seluruh kedai isi ulang air galon menggunakan warna biru dan lampu neon. Tata letaknya juga mirip semuanya di manapun kita membeli. Padahal dengan banyaknya usaha yang menjamur saat ini, semestinya merek dan kemasan digunakan agar konsumen bisa membedakan kita dengan pesaing-pesaing dekat kita. Sehingga merek yang unik dan kemasan yang menarik dapat menjadi kekuatan.

Untuk itu perlu dipikirkan sebuah merek yang unik, kemasan standar internasional, slogan yang kuat serta logo yang menarik bagi produk-produk yang ditawarkan. Seringkali pelaku UKM lupa, bahwa dalam memulai niaga, sebenarnya merek dan kemasan adalah hal pertama yang perlu dipikirkan secara serius. Karena merek dan kemasan itulah yang akan menjadi pembeda antara produk yang kita tawarkan dengan pesaing-pesaing yang sudah lama berdiri sebelum kita.

Tuntutan untuk meletakkan merek dan kemasan yang baik juga semakin mendesak mengingat sudah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Artinya dalam waktu dekat Indonesia akan dibanjiri oleh produk-produk dari negara-negara ASEAN.

Untuk itu, sebenarnya diperlukan sebuah pelatihan atau penyuluhan oleh pemerintah mengenai bagaimana pemberian merek dan pembuatan kemasan yang menarik dari UKM Sumatera Barat. Kita ingin nantinya, agar produk-produk rumahan UKM Sumatera Barat dapat bersaing dan bahkan mampu pula menginvasi pasar di negara-negara tetangga.

Bayangkanlah kerupuk sanjai dijual di mall Singapura dalam kemasan seperti produk-produk indofood. Atau bayangkan batu akik sungai dareh di pamerkan di pameran Royal Jewelry Brunei Darussalam. Atau galamai payakumbuh dipasarkan di Malaysia dengan iklan televisi seperti iklan produk cokelat.

Semuanya itu tidak ada yang tidak mungkin, selama ada pemahaman yang kuat mengenai pentingnya merek dan kemasan. Semoga bermanfaat.

 

*sumber gambar: kawanpendi.wordpress.com

Ikuti tulisan menarik Okki Trinanda Miaz lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu