x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Lingkaran Api Mega Skandal Proyek e-KTP

Perkembangan kualitatif paling menarik kasus korupsi e-KTP adalah keputusan KPK mencekal Setya Novanto selama enam bulan terhitung sejak 9 April 2017.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mega skandal proyek e-KTP, jika ditamsilkan, mungkin akan mirip dengan efek ring fire (patahan atau parit di bumi, pemicu gempa) yang melintang di perairan selatan Indonesia, dari pulau Sumatera sampai Nusa Tenggara. Efek goyangannya pada akhirnya bisa mengguncang sampai jauh.

Dan guncangan itu bisa amat dahsyat, karena nilai anggarannya sangat jumbo (dianggarkan sebesar Rp6,95 triliun dalam APBN 2011, padahal biaya real proyeknya hanya sebesar Rp2,66 triliun); Perhitungan sementara, skandal ini merugikan negara sekitar Rp2,55 triliun; Dan para pihak yang terlibat adalah tokoh dan/atau pejabat di dua lembaga penjuru proyeknya: Depdagri dan DPR-Parpol.

KPK telah menetapkan beberapa tersangka terkait korupsi e-KTP: Irman (mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Dukcapil), Sugiharto (mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Dukcapil Kementerian Dalam Negeri); Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Miryam S. Haryani (mantan anggota Komisi II dari fraksi Hanura).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nah, dalam dakwaan terhadap Irman dan Sugiharto itulah, muncul nama-nama besar seperti Setya Novanto, yang kini menjabat Ketua DPR, sebagai salah satu pihak yang berperan dalam pengadaan e-KTP. Setya Novanto bahkan sudah dipanggil bersaksi dalam sidang keenam kasus korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 6 April 2017.

Dari semua perkembangan kasusnya, sampai sejauh ini, yang paling menarik barangkali adalah keputusan KPK mencekal Setya Novanto bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan, terhitung sejak 09 April 2017.

Dari sini kemudian muncul spekulasi bahwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan pada 11 April 2017 ada kemungkinan terkait dengan posisinya sebagai salah satu penyidik utama KPK dalam kasus korupsi e-KTP.

Dan jika kasus mega skandal ini ditelanjangi sekalipun, arahnya mungkin hanya bisa diulas melalui beberapa poin berikut:

Pertama, di Kemendagri yang merupakan penjuru utama proyek e-KTP, tersangkanya baru menyokok satu pejabat Eselon-I (Dirjen) dan satu pejabat eselon-II (Direktur). Dan biasanya akan sangat sulit membuktikan secara administratif keterlibatan jajaran eselon-I dan apalagi menterinya. Meskipun lazim diketahui, bahwa tidak mungkin Eselon-II bertindak tanpa “arahan” dari pejabat eselon-I dan Menterinya.

Kedua, keterlibatan fungsionaris Parpol lebih bersifat pribadi, meskipun masing-masing bertindak atas nama dan untuk kepentingan Parpolnya. Infografis Tempo.co yang menyebut satu per satu fungsionaris Parpol menunjukkan bahwa anggota DPR yang terlibat tidak akan jauh-jauh dari: anggota Banggar DPR, Ketua dan anggota Fraksi, Ketua dan anggota Komisi dan bendaraha Parpol.

Ketiga, dengan perkiraan kerugiaan negara mencapai Rp2,55 triliun, mega skandal e-KTP memang menjadi kasus sogok terbesar yang pernah-dan-masih-sedang ditangani dan diungkap oleh KPK. Atau mungkin peringkat kedua setelah BLBI.

Keempat, sebagian besar penerima dana (menurut info grafis tempo.co), sudah berubah atau beralih status dari posisinya ketika bancakan itu terjadi. Ganjar Pranowo misalnya kini menjabat Gubernur Jateng. Sebagian lainnya malah berada di balik jeruji penjara, karena kasus lain (Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin). Sebagian fungsionaris Parpol yang terlibat masih tetap di parlemen, misalnya, Setya Novanto yang dulu sebagai Ketua Fraksi, kini menjadi Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar pula. Bahkan ada yang sudah almarhum (Ignatius Mulyono, ketika itu sebagai anggota Komisi Pemerintah dari Fraksi Demokrat). Atau ada juga yang sudah “pulang kampung”: Sang Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.

Kelima, karena ini kasus jumbo dan melibatkan fungsionaris papan atas di setiap Parpol, maka seperti lazimnya, mungkin sulit berharap pemain utamanya akan terseret menjadi tersangka. Namun keputusan KPK untuk mencekal Setya Novanto, layak diposisikan sebagai terobosan. Sebab penetapan sebagai “tercekal”, lazimnya akan menjadi entri untuk menetapkannya sebagai tersangka. Dan jika akhirnya Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka, inilah yang saya maksud melalui tamsil ring fire: berpotensi mengguncang sampai jauh dan efek goncangannya berpotensi amat dahsyat.

Keenam, berdasarkan data info grafis Tempo.co, selain para pemain utama yang memiliki “nama besar”, juga tercatat nama-nama anggota komisi dan staf yang “tersiram” (jadi bukan sekedar kecipratan) dana mega skandal itu: total berjumlah 77 orang. Wow.

Ketujuh, biar tidak terlalu galau membaca angka-angka dan pat gulipat mega skandal e-KTP, saya ingin menyegarkan otak kanan-kiri saya sambil bercanda begini: satu triliun itu adalah seribu miliar, dua triliun setara dua ribu miliar. Sehingga kalau Rp2,55 triliun ditulis lengkap, maka akan menciptakan deretan angka-angka yang terdiri dari 13 digit: Rp2.550.000.000.000. Sungguh nilai ini – tidak lain dan tidak bukan – adalah simbol kerakusan, greedy, yang sudah sampai ke ubun-ubun. Dan ini juga yang saya maksudkan dengan tamsil ring fire dalam judul artikel ini: lingkaran api yang membakar sila kelima Pancasila: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Syarifuddin Abdullah | Rabu, 12 April 2017 / 15 Rajab 1438H

Sumber ilustrasi: https://grafis.tempo.co.

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB