x

Iklan

Dewi puspa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Air Bersih dan Tantangan untuk Menjaga Ketersediaannya

Air seolah tak kunjung habis karena hidupnya berputar. Akan tetapi kenapa satu dekade ini masyarakat Jakarta mulai was-was akan ketersediaan air bersih?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketika duduk di bangku sekolah dasar saya ingat tentang materi daur hidup air, dari hulu kemudian ke hilir. Air seolah tak kunjung habis karena hidupnya berputar. Akan tetapi kenapa satu dekade ini dunia juga masyarakat Indonesia mulai was-was akan ketersediaan air bersih?

Rupanya ada berbagai hal yang membuat daur hidup air tak berjalan sempurna, juga kebiasaan buruk masyarakat dan kondisi alam yang sudah mulai tidak ideal. Hal inilah yang menyebabkan terjadi kegentingan akan masalah pasokan air bersih. Jika tidak segera diatasi secara serius dan bersama-sama maka bisa jadi air bersih akan menjadi rebutan dan menjadi benda berharga.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Buyut dan nenek kakek kita mungkin tidak pernah menyangka dan terpikir suatu saat anak cucunya harus mengeluarkan uang untuk membeli air. Dulu air dianggap sesuatu yang sudah tersedia alam, seperti halnya udara. Namun, dengan maraknya pembangunan yang tak berbasis lingkungan, pertumbuhan penduduk yang tak terkendali dan perilaku buruk masyarakat terhadap kebersihan lingkungan maka air bersih pun seolah makin tak teraih. Kondisi ini diperburuk dengan adanya intrusi air laut karena penggunaan air tanah yang tak terkendali di kawasan pesisir.

Bumi memang sebagian besar terdiri atas perairan. Namun dari besarnya persentasi perairan tersebut, jumlah air tawar hanya tiga persen. Itupun yang dua persen di antaranya berupa air yang membeku yaitu es di kutub dan glasier. Dari satu persen jumlah air tawar di bumi, sebagian besar berupa air di bawah permukaan, hanya sebagian kecil di udara dan permukaan seperti sungai dan danau.

Jika melihat kondisi sungai-sungai di ibukota, pantas jika banyak pihak yang merasa cemas kebutuhan air bersih warga bakal semakin sulit dipenuhi jika kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan dan menghemat air bersih belum membudaya. Saat ini beberapa sungai di Jakarta memang telah dinormalisasi dan dibersihkan, tapi tetap saja masih ada masyarakat yang masih suka membuang sampah di sungai atau membuang sampai sembarangan kemudian ketika hujan masuk ke selokan, menyumbat dan membuat banjir. Namun selain masalah sampah, rupanya limbah rumah tangga adalah salah satu biang keladi. Limbah domestik ini menyumbang bakteri e-coli yang berbahaya bagi tubuh.

Pihak pengelola air minum sendiri telah memiliki teknologi untuk mengelola air dari sungai menjadi air bersih yang layak untuk minum. Namun jika air sungai terlalu keruh dan juga dangkal maka persediaan air pun berkurang. Apalagi ada ancaman intrusi air laut di wilayah dekat pesisir. Air bersih ini juga belum menjangkau seluruh masyarakat. Masih banyak yang mengandalkan air tanah dan ada juga oknum yang 'mencuri' air. Jika air tanah ini terus digerogoti juga tentunya bakal membahayakan struktur geologi kawasan tersebut.

Ada banyak pekerjaan rumah terkait kelangsungan air bersih. Di Indonesia memang saat ini belum diaplikasikan teknologi mengelola air laut menjadi air tawar juga embun menjadi air siap minum karena biaya produksinya yang mahal. Namun sebenarnya BPPT telah melakukan riset tersebut dan berhasil.

Dari pihak pengelola air minum Jakarta juga ada teknologi memanfaatkan mikroorganisme (Moving Bed Biofilm Reactor) yang cukup efektif untuk meminimasi polutan seperti mangan, amonium dan detergen. juga berbagai penemuan dari pihak Kementrian PuPera terkait air bersih seperti sistem pengelolaan air siap minum, sistem mengolah limbah rumah tangga, industri dan rumah sakit menjadi air yang bisa digunakan untuk menyiram tanaman dan siap dialirkan ke sungai. Produk penelitian ini seyogyanya mudah dijangkau oleh masyarakat umum sehingga nantinya berujung ke penghematan air. Budaya menghemat air seperti membuat bio pori dan menanam pepohonan, menyediakan tandon untuk menampung air hujan juga sepatutnya terus disosialisasikan ke masyarakat.

foto: dokpri

Artikel ini diikutsertakan dalam lomba InfrastrukturKitaSemua.

Ikuti tulisan menarik Dewi puspa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu