Foto oleh Frans Ari Prasetyo (11 okt 2015). Kampung Siliwangi atau Kampong Kolase yang digusur oleh Walikota Ridwan Kamil 13/10/2015
Penggusuran kampung (kota) sebagai upaya melaksanakan fungsi kuasa dan pendisiplinan warga atas nama pembangunan terus terjadi. Setelah Kampung Pulo di Jakarta, hal yang sama terjadi di Bandung di kampung Siliwangi (Kampung Kolase). Penggusuran baik dengan atau tanpa kekerasan tetap saja bekerja dalam formasi satu arah, formasi kekuasaan. Formasi yang dibentuk atas dalih hak pemerintah dalam upaya melakukan akselerasi pembangunan, namun formasi ini cacat bila melihat hak warga atas lahan dan kehidupan. Sebuah hak yang digusur dengan meninggalkan trauma psikologis geografis dan historis bagi masyarakatnya.
Menghilangkan kampung (kota) sebagai bagian dari lansekap kota dan lansekap multikulturalisme dalam format hak atas kota hanya untuk mendapatkan indeks-indeks pengukuran laju pertumbuhan dan pembangunan (kota), tetapi dengan mengindahkan kebudayaan keseharian warga, kondisi eksisting geografis, historis dan memori kolektif warga sebagai bagian dari multikultularisme kota ; sama dengan menghilangkan bahkan membunuh hak atas kota dan hak multikulturalisme itu sendiri.
Ini kuasa kota, kuasa pemimpin (walikota) dan bukan kuasa publik apalagi hak atas kota walaupun cuma sekedar kampung. Akhirnya salah satu kampung (kota) di Bandung bernama kampung (Kolase) itu musnah. Begitu pula dengan Kampong Pulo atau kampung-kampung (kota) lainnya yang berada di bantaran sungai khususnya, akan selalu dianggap illegal, kumuh dan tidak memenuhi persyaratan standarisasi pemerintah, maka itu layak dimusnahkan. Kampung boleh musnah, kebudayaan sungai boleh saja selesai, tetapi memori kolektif warga kampung dan warga kota umumnya tetap ada dan terjaga, bahwa pernah ada kehidupan dan peradaban masyarakat dikampung ini dengan beragam macam asesori kehidupannya.
Frans Ari Prasetyo | Urbanist
Diterbitkan pertama kali 13/10/2015
http://membunuhindonesia.net/2015/10/penggusuran-dan-hak-atas-kampung-kota/
Ikuti tulisan menarik Frans Ari Prasetyo lainnya di sini.