x

Pembalap Formula 1, Lewis Hamilton dan pesepakbola tim Barcelona, Neymar Jr menggunakan ponselnya saat merekam pertandingan gim kedua Final NBA antara Cleveland Cavaliers melawan Golden State Warriors di Oracle Arena, Oakland, California, AS, 4 Juni

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ortu, Generasi Net, dan Twitter

Benturan terjadi ketika masing-masing generasi menanggapi kemajuan teknologi secara berbeda-beda.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tak peduli kita tanggap atau tidak, kemajuan teknologi terus-menerus mengajukan tantangannya. Ini berlangsung di lapangan apapun: mulai dari komunikasi orang tua dan anak, memilih sekolah, membeli sebungkus makaroni panggang, hingga membentuk opini masyarakat demi kepentingan politik.

Ada beragam respon terhadap perkembangan teknologi untuk kebutuhan apapun. Sebagian orang masih khawatir bertransaksi melalui e-banking. Untuk mendaftar masuk ke sebuah sekolah, orang tua masih harus menyerahkan berkas asli meski sudah memasukkan data melalui website resmi. Banyak orang tua kerepotan berkomunikasi melalui WA, sedangkan anak yang masih remaja begitu cepat beradaptasi.

Sesuatu terjadi ketika muncul respon yang beragam. Alamiah belaka, sebab setiap masa diisi oleh manusia yang lahir dari generasi yang berbeda. Peristiwa yang sama, termasuk kemajuan teknologi, dipahami dan ditanggapi secara beragam. Sebagian generasi tua masih terikat oleh masa lampau, sebagian lainnya berusaha menyesuaikan diri dengan zaman.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di sisi lain, banyak anak ‘generasi net’ yang lepas dari sejarah—mereka yang lahir tepat pada pergantian milenium bahkan tidak tahu tentang apa yang terjadi pada tahun 1998. Kemajuan teknologi tak selalu punya makna dalam membantu meningkatkan kesadaran sosial seseorang tentang lingkungannya sekarang (sekalipun), terlebih lagi tentang sejarah masa lampaunya.

Howard Gardner, yang mashur dengan Teori Kecerdasan Majemuk-nya, bersama Katie Davis menulis dalam The App Generation perihal efek teknologi terhadap inner landscape seseorang, termasuk dalam hal pertemanan, komunikasi, dan khususnya cara-cara memakai aplikasi teknologi. Konflik terjadi manakala inner landscape orang-orang dari generasi yang berlainan ternyata berbeda.

Anak-anak generasi net, yang lahir ketika internet tengah berkembang pesat, memakai teknologi dengan cara yang sama sekali berbeda dari orang tua dan kakek-nenek mereka. Bahkan, ini bukan hanya perkara bagaimana memakai, tapi bagaimana memaknai sejumlah isu yang krusial dalam kehidupan: identitas, keintiman, dan imajinasi. Seberapa penting identitas bagi mereka?

Generasi net memakai teknologi hampir secara naluriah. Mereka memakai smartphone terbaru tanpa membuka buku panduan seperti generasi sebelumnya. Tatkala baby boomers dan generasi X berusaha mencari keseimbangan antara bekerja di kantor dan kehidupan keluarga, generasi net memadukan bekerja, bermain, berinteraksi sosial, dan hidup di rumah jadi satu.

Ketika bayi terakhir Gen Net lahir pada 1997, Google, Facebook, Twitter, dan YouTube belum lagi ada. Di kurun yang sama, baby boomers dan generasi X masih menonton video musik hanya di televisi karena koneksi internet masih payah dan sangat terbatas serta mengirim pesan melalui pager—yang dipajang di ikat pinggang agar tampak gaya. Generasi net tumbuh dan menjadi hidup bersama pertumbuhan semua teknologi itu, di sebuah dunia yang serba-cepat dan interaktif.

Generasi net kini tengah membanjiri tempat kerja, bahkan setiap ceruk kehidupan masyarakat. Di Indonesia, mereka yang berusia 15-30 tahun mencapai 60 juta orang atau sekitar 28% dari total penduduk—sebuah kekuatan sekaligus pasar yang amat besar. Benturan dengan cara pandang generasi sebelumnya tidak terhindarkan—dalam cara berorganisasi, berkomunikasi, memandang persoalan, cara menyelesaikan masalah, dst.

Sebagai generasi yang tumbuh bersama Internet dan media sosial, generasi net membentuk nilai-nilai baru. Mereka menghargai kebebasan (biarkan kami memilih sendiri), menginginkan kustomisasi (saya suka yang ini), mewaspadai setiap hal (oke, saya akan cek dulu), membangun relasi dan kolaborasi, menjunjung integritas institusi dan korporasi (apakah perusahaan ini pro-lingkungan?), ingin bersenang-senang saat bersekolah dan bekerja, percaya bahwa kecepatan sebagai hal yang normal, dan menganggap inovasi sebagai fakta kehidupan. Mereka memandang kehidupan secara berbeda.

Bagaimana bersikap optimistis terhadap semua itu—inilah tantangannya. Secara metaforis, Kahlil Gibran pernah berkata: “Anakmu bukanlah anakmu, ia anak masa depan.” Dalam ekspresi lain pebisnis Don Tapscott: “Otoritas bukan lagi sepenuhnya milik orang tua.” Para orang tua barangkali tidak menyukai kata-kata itu, tapi itulah faktanya—pengalaman serupa akan dialami generasi net ketika mereka membesarkan anak-anak mereka dan menghadapi tantangan kemajuan teknologi yang berbeda. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler