x

Membincangkan Plagiarisme, Mempertanyakan Kejujuran

Iklan

A.P. Edi Atmaja

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Plagiarisme Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah

Plagiarisme dalam naskah akademik dapat menggugurkan keabsahan naskah itu sendiri dan peraturan perundang-undangan yang terbentuk darinya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

A.P. Edi Atmaja

Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro

Belum lama berselang, masyarakat dikejutkan dengan kabar dugaan plagiarisme dalam penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah Pemerintah Kabupaten Bekasi tentang izin lingkungan hidup. Hal itu mengemuka dalam Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Bekasi pada 12 Juni 2017. Menurut anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Uriyan Uriayana, Pemerintah Kabupaten Bekasi telah menjiplak naskah akademik milik Pemerintah Kabupaten Malang. Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Bekasi, Carwinda, selaku pemrakarsa naskah akademik tersebut berkilah naskah itu disusun oleh konsultan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Uriyan menyatakan dalam naskah tersebut ditemukan, antara lain, ketidaksesuaian penyebutan nama organisasi perangkat daerah, ketidakjelasan lokasi pengambilan survei dalam metode pengambilan data, serta ketiadaan peserta dan hasil diskusi kelompok terarah. Hal ini mengakibatkan naskah itu tidak sesuai dengan kondisi faktual di Kabupaten Bekasi.

Dugaan plagiarisme naskah akademik rancangan peraturan daerah sesungguhnya bukan merupakan hal baru. Tercatat, pada pengujung 2016, dugaan plagiarisme naskah akademik juga terjadi di Kabupaten Manggarai Barat dan Kota Pematangsiantar. Pemerintah dua daerah itu diduga menjiplak naskah akademik tentang susunan perangkat daerah milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Bantaeng.

Pada Februari 2017, dugaan plagiarisme juga mencuat di Kabupaten Semarang. Hal itu pertama kali diungkap oleh anggota DPRD Kabupaten Semarang, The Hok Hiong. Ia menengarai Pemerintah Kabupaten Semarang telah menjiplak naskah akademik tentang penanggulangan kemiskinan milik Pemerintah Kota Magelang.

Naskah akademik merupakan elemen esensial dalam penyusunan peraturan. Ia merupakan fondasi dari suatu peraturan dan disusun berdasarkan permasalahan serta kebutuhan hukum di masyarakat.

Sebagaimana laiknya produk penelitian, naskah akademik wajib tunduk pada metode penelitian yang rasional, kritis, obyektif, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pertanggungjawaban secara ilmiah mensyaratkan orisinalitas dari produk naskah akademik tersebut.

Adanya anasir plagiarisme dalam naskah akademik dapat menggugurkan keabsahan naskah itu sendiri dan peraturan perundang-undangan yang terbentuk darinya. Misi naskah akademik sebagai juru potret permasalahan dan kebutuhan hukum di masyarakat pun dipertanyakan. Hal ini lantas mencederai elan hukum yang partisipatoris-bahwa hukum mesti diciptakan dari bawah, bukan dipaksakan dari atas-dan akan menihilkan efektivitas keberlakuan hukum di masyarakat.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mensyaratkan penyusunan naskah akademik pada dua tahap pembentukan peraturan. Pertama, tahap perencanaan undang-undang atau peraturan daerah dalam program legislasi nasional atau program legislasi daerah. Pada tahap ini, materi yang hendak diatur dalam peraturan daerah dan keterkaitannya dengan peraturan lain dituangkan dalam naskah akademik.

Kedua, tahap penyusunan peraturan. Pada tahap ini, terjadi dualisme mengenai keharusan penyusunan naskah akademik. Dalam tahap penyusunan undang-undang, naskah akademik harus menyertai rancangan undang-undang. Adapun dalam tahap penyusunan peraturan daerah, undang-undang itu tidak secara tegas mengaturnya. Regulasi tersebut hanya menyatakan, "rancangan peraturan daerah disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik".

Dengan rumusan seperti itu, pengaturan perlu-tidaknya naskah akademik dalam peraturan daerah menjadi taksa. Ketaksaan itu secara nyata telah menimbulkan pelbagai macam penyimpangan yang bermuara pada kerugian negara. Penyimpangan dipicu oleh pemahaman oknum akademikus dan pemerintah daerah yang kelewat culas mengenai naskah akademik-bahwa penyusunan naskah akademik wajib hukumnya karena ia adalah sarana untuk mendulang keuntungan pribadi. Lalu disusunlah siasat: penyusunan naskah akademik dilakukan melalui pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Dengan anggaran puluhan hingga ratusan juta rupiah, penyusunan naskah akademik yang diselenggarakan melalui pengadaan jasa konsultansi menjadi ajang kolaborasi para pelacur intelektual dan pemburu rente. Oknum pemerintah daerah menyiapkan jalan bagi terpilihnya oknum akademikus sebagai konsultan, sementara oknum akademikus menyiapkan produknya, yakni naskah akademik.

Pengamat yang jeli pada gilirannya akan mencatat, oknum akademikus yang nakal sekaligus ceroboh pada akhirnya bakal memilih jalan pintas dengan menjiplak bulat-bulat naskah akademik karya orang lain. Ia tidak merasa takut melakukan perbuatan yang tercela itu barangkali dengan keyakinan bahwa masyarakat tidak akan dapat menguji keabsahan naskah akademiknya. Peraturan daerah bermasalah tentu saja akan selalu ada dan semakin berlipat ganda apabila mental penyusun naskah akademiknya sekorup itu.

Sudah dimuat di rubrik Pendapat Koran Tempo edisi Selasa, 1 Agustus 2017

 

Ikuti tulisan menarik A.P. Edi Atmaja lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler