x

Ilustrasi pria konsultasi dengan Psikolog. shutterstock.com

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memimpin: Sulitnya Beralih dari Doing ke Leading

Transisi sulit dari doing ke leading memang kerap dihadapi siapapun yang dipromosikan ke posisi memimpin dalam organisasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Seorang kepala bagian yang diangkat menjadi manajer akan dihadapkan pada tantangan baru: sebagai manajer, ia harus mengubah caranya bekerja. Bila sebelumnya ia masih banyak terlibat urusan teknis, sebagai manajer ia harus lebih membatasi diri. Sebagai manajer, ia diharapkan dapat memainkan peran yang berbeda dari sebelumnya. Terlebih lagi, bila ia naik ke jenjang direksi.

Dalam proses menuju jenjang karir yang lebih tinggi inilah, seringkali seseorang menjalani transisi yang sukar. Sebagai pemimpin di jenjang menengah, ia harus mulai beralih peran dari ‘lebih banyak bekerja’ (secara teknis) ke ‘lebih banyak memimpin’. Ibarat mudahnya, ia mesti lebih sering memakai ‘jari telunjuknya’: “Yang itu kerjakan dulu, ya. Yang ini ditunda saja.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Transisi sulit dari doing ke leading memang kerap dihadapi siapapun yang dipromosikan ke posisi memimpin dalam organisasi. Mereka yang terbiasa mengerjakan langsung tugas-tugasnya, kini ia harus mendelegasikan sebagian pekerjaan kepada bawahan atau anggota timnya. Diperlukan adaptasi pada peran dan tanggung jawab baru. Sebagian orang barangkali merasa canggung ketika harus memberi perintah. Sebagian lainnya merasa khawatir pekerjaan yang ia delegasikan tidak akan beres.

Pada akhirnya, siapapun yang menempati posisi lebih tinggi harus menghadapi kenyataan bahwa naik jenjang berarti pekerjaan yang semakin kompleks dan tanggung jawab yang kian besar. Peran yang harus dimainkan berbeda. Tantangannya berbeda. Kualitas kinerja yang diharapkan juga berbeda.

Dalam hal yang sederhana saja, sebagian orang mungkin kikuk ketika di hari pertama datang ke kantor diantar sopir, sebab biasanya ia mengendarai sendiri mobilnya. Ia tak bisa lagi mengendarai mobil sendiri, sebab pekerjaan ini akan menyita tenaga, waktu, dan pikiran—yang lebih diperlukan untuk mengurus hal-hal yang lebih esensial. Ia tidak lagi dapat mengerjakan sendiri setiap urusan.  

Begitulah konsekuensi dari kenaikan jenjang karir: semakin kurang terlibat dalam hal-hal teknis dan semakin diperlukan dalam hal-hal yang lebih esensial. Keterlibatannya dalam kegiatan organisasi sekarang berbeda dari sebelumnya. Hal terpenting yang diperlukan darinya sekarang adalah wawasan mengenai apa yang harus dilakukan oleh tim yang ia pimpin. Wawasan menunjukkan apa tujuan yang ingin dicapai, ke mana organisasi harus melangkah, dan bagaimana cara mencapai tujuan.

Sebagai pemimpin, perannya diperlukan untuk menemukan peluang dan membuka jalan bagi kemajuan timnya, membuat keputusan, memberi arah organisasi, maupun memberi mandat kepada anggota tim atau bawahan. Penting bagi pemimpin baru untuk mengartikulasikan pandangannya mengenai sesuatu sedari awal. Juga penting untuk menjelaskan kepada anggota tim mengapa suatu isu penting dan dalam konteks apa, sehingga anggota tim mengerti mengapa mereka harus mengerjakan sesuatu dan tidak mengerjakan yang lain.

Bagian penting dari semua itu ialah memberi kepercayaan kepada anggota tim bahwa mereka dapat diandalkan untuk melakukan sesuatu yang sudah diputuskan. Kepercayaan kepada anggota tim menjadi modal dasar yang diperlukan agar anggota tim percaya diri dalam melakukan pekerjaannya. Jika manajernya tidak percaya, bagaimana mungkin orang lain akan memercayai dirinya.

Bentuk kepercayaan pemimpin kepada bawahannya itu ditunjukkan antara lain dengan memberi kesempatan kepada anak buah untuk mengambil keputusan dalam batas-batas tertentu, membuka jalan bagi anak buah untuk melakukan pekerjaan tanpa banyak mengatur ini dan itu. Tanpa kepercayaan, seorang manajer atau pemimpin akan direpotkan oleh banyak hal teknis yang menyita waktu, sehingga tugas esensialnya akan kedodoran.

Umumnya, para pemimpin yang berhasil memberi saran: “Terlibatlah pada jenjang yang tepat. Sebagai pemimpin, Anda perlu tahu kapan terlibat dan kapan menjaga jarak.” Menjalani saran ini, menurut mereka, tidak mudah. Kadang-kadang pemimpin tidak hadir pada waktu momen krusial terjadi, ketika anggota tim sedang memerlukan masukan atau dukungan. Sebaliknya, mereka malah banyak terlibat ketika keadaan sedang normal. ** 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB