x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menelisik (Lagi) Tugas Guru 'Zaman Now'

Masalah pendidikan, yang di dalamnya terdapat lembaga, tenaga pendidik, dan peserta didik, tampaknya masih tetap ramai, dan akan terus diperbincangkan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masalah pendidikan tampaknya tak akan pernah habis untuk diperbincangkan. Bagaimanapun pendidikan, yang memiliki kata dasar didik(v),  menurut KBBI berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan). Kemudian mendapat imbuhan ‘pen-’ di depan dan ‘-an’ di belakangnya, sehingga bermakna proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses, perbuatan, cara mendidik; tidak akan pernah lepas seiring dengan dinamika perkembangan zaman.

Sebagaimana yang terjadi di negeri ini, semenjak proklamasi kemerdekaan 72 tahun lalu, hingga sekarang ini yang disebut zaman millenial,   dinamika perkembangan pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia yang mampu bersaing di kancah global, senantiasa menjadi sorotan. Sehingga tuntutan kualitas pendidikan yang, tentu saja, sangat tinggi harus dibarengi pula oleh tenaga kependidikan, atau guru yang lebih profesional.

Akan tetapi jika memperhatikan profesionalisme tenaga kependidikan, atau guru dewasa ini, acapkali memunculkan sikap pesimistis yang mengenyahkan harapan, jika suatu saat nanti bangsa ini benar-benar akan mampu bersaing, bahkan menguasai percaturan di kancah global. Betapa tidak, kalau boleh menilai, selama ini pada umumnya guru itu masih memiliki asumsi yang hanya menguasai pengetahuan dan cakap menyampaikannya belaka. Sehingga tugas utama guru sebagai penyedia dalam pembelajaran, dan sumber keteladanan dalam pengembangan kepribadian siswanya, menjadi terabaikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Padahal berhasilnya suatu pendidikan, bukan hanya merubah keadaan yang semula tidak bisa menjadi bisa, melainkan – dan bisa jadi dipandang lebih primer, perubahan karakter, yang menurut KBBI berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; tabiat; watak, misalnya sebelum mendapat pendidikan sebagai individu yang kerapkali disebut kurang ajar, maka setelah mengenyam pendidikan menjadi seorang yang terpelajar.

Terlebih lagi apabila memperhatikan dinamika kehidupan bangsa ini, dewasa ini, apabila dilihat dengan menggunakan kacamata moral, dan agama, maupun dasar negara, suka maupun tidak, sungguh memprihatinkan, sekaligus menghawatirkan. Perilaku korup yang sudah melembaga di seluruh lembaga, dari atas hingga bawah; budaya gotongroyong yang konon menjadi ciri mandiri bangsa ini, saat ini hanya tinggal kata tanpa makna, karena tergerus sikap individualistis; bahkan Tuhan yang diagungkan pun diganti oleh sikap materialistis yang membabi-buta.

Kondisi semacam itu pun sudah tentu menjadi bagian dari tugas tenaga kependidikan, atau guru, sekiranya di dalam hati nuraninya tidak berharap untuk melihat kehancuran bangsa ini pada suatu saat nanti. Bisa jadi untuk langkah pertama yang mesti dilakukan para guru adalah memberi contoh, keteladanan yang baik, yang sesuai dengan agama, dan etika yang berlaku, di dalam perilaku keseharian di depan anak didiknya.  

Rasa-rasanya bagi seorang pendidik, atau guru pada zaman ‘now’, untuk bersikap sesuai dengan hal itu, bukanlah sesuatu yang sulit. Terlebih lagi jika masih berkutat memikirkan nasib seperti guru Oemar Bakri tempo hari. Pemerintah sudah memberikan hak yang cukup memadai untuk para pendidik pada saat ini. Dengan adanya sertifikasi, tunjangan hidup sehari-hari seorang guru, sepertinya tidak akan merasa sebagai sebuah beban profesi yang terpinggirkan lagi. Paling tidak guru dapat berkonsentrasi, bagaimana memberikan keteladan yang baik terhadap anak didiknya.

Jangan sampai malah sebaliknya, para pendidik, guru justru ikut terseret dalam pusaran hedonisme, berlomba-lomba mengejar materi yang tak akan ada habisnya. Sehingga pada ahirnya cul dogdog tinggal igel (peribahasa Sunda: manakala kewajiban ditinggalkan, yang tersisa hanyalah sebutannya saja). Bahwa lembaga pendidikan tersebar secara merata, tapi hasilnya malahan nol besar!  Apa kata dunia?

Selamat Hari Guru! ***

Sumber ilustrasi: di sini

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler