x

Iklan

andre HI

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Garam Industri Tidak Bisa Dikonsumsi

Garam dan peruntukkannya ditengah pentingnya pemenuhan kuota melalui impor

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jakarta, Indonesiana.tempo.co - Kelangkaan serta permasalahan yang menyertai keputusan impor garam industri masih dalam pembahasan pemerintah pusat saat ini. Polemik pun bergulir, bukan hanya dinilai dapat menumbangkan produsen garam lokal, banyak anggapan jika garam industri serupa dengan garam konsumsi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani menyebutkan senyatanya garam industri tidak bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Sebab, garam industri memiliki kriteria berbeda dibandingkan garam konsumsi, garam industri harus mengandung natrium klorida (NaCL) sebesar 97,4 persen atau lebih, sedangkan garam konsumsi di bawah angka tersebut.

"Permasalahan ini juga terjadi pada tahun lalu (2017), pemerintah tidak bisa membedakan antara garam industri dan konsumsi, sehingga terjadi kerancuan data. Industri sudah teriak-teriak ini (garam) tidak cukup stoknya, tetapi KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) waktu itu bersikukuh kalau garam cukup, padahal ini juga ada kerancuan di pemerintah sendiri," ujarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurutnya, apabila impor garam tidak dilakukan untuk menambah stok garam industri dalam negeri, keberlangsungan industri seperti makanan minuman, kaca, kertas hingga pengeboran minyak akan terganggu. Karena itu dirinya berharap agar pemerintah pusat dalam hal ini, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan harus transparan dan bersinergi ke depannya.

"Kembali ke posisi sekarang, disampaikan memang terjadi kekurangan garam, kalau terjadi kekurangan dan itu juga datanya dari industri kurang, ini sama saja seperti tahun lalu. Jadi kembali lagi ke datanya, itu kan kalau dari industri tentunya sudah diserahkan oleh pemerintah. Tapi yang jelas rekomendasinya 2,2 juta ton itu betul atau tidak, kembali lagi harus disesuaikan dengan kebutuhan industri," jelasnya

Diketahui sebelumnya, kelangkaan garam industri diatasi pemerintah pusat lewat keputusan impor garam. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian lewat

rekomendasi Kementerian Perindustrian mengeluarkan keputusan untuk mengimpor garam industri sebanyak 3,7 juta ton untuk tahun 2018, sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan berpendapat kebutuhan garam nasional hanya sebanyak 2,17 juta ton.

Besarnya jumlah impor garam tersebut dinilai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dapat mempengaruhi kelangsungan usaha petani garam lokal. Sebab, masuknya garam impor dapat mempengaruhi harga garam di pasar lokal. "Impor sekarang tidak mengindahkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh KKP," kata Susi Pudjiastuti, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri menyampaikan, walau merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia bukan merupakan negara penghasil garam industri. Alasannya, selain membutuhkan lahan yang luas, terkendalanya produksi garam di Indonesia juga dipicu curah hujan serta kelembaban udara yang tinggi.

Karena itu, impor garam katanya menjadi solusi, mengingat garam industri sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan industri nasional, mulai dari pengasinan ikan, farmasi, kosmetik hingga industri kertas. Keputusan tersebut pun berbanding lurus dengan rendahnya kapasitas produksi garam industri lokal saat ini.

"Produsen terbesar (garam) di dunia adalah China, padahal garis pantainya hanya seperempat wilayah Indonesia. Kenapa bisa begitu? Karena sumber produksi garam tidak hanya dari air laut, melainkan dari danau, tambang garam," paparnya.

"Tapi, sekalipun China berada di urutan pertama produsen garam dunia, China merupakan negara pengimpor garam terbesar ketiga. Jadi tak ada jargon swasembada walaupun menjadi produsen garam terkemuka," jelasnya menambahkan. (dre/ist)

Ikuti tulisan menarik andre HI lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler