x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Membangun Rumah dalam Pikiran Orang lain

Ada motif dan momen menakjubkan di balik kepenulisan.yang membuat mereka merasa nyaman dan memperoleh kesenagan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Jika ada buku yang ingin kau baca, tapi belum lagi ditulis, maka tugasmulah untuk menulis buku itu.”

--Toni Morrison (1931-...)

“Mengapa Anda menulis?” Inilah pertanyaan favorit yang paling sering diajukan kepada penulis, kata Orhan Pamuk, peraih Nobel Kesastraan 2006. Dan Pamuk punya jawabannya: “Saya menulis karena saya memiliki kebutuhan bawaan untuk menulis. Saya menulis karena saya tidak bisa melakukan pekerjaan normal seperti yang dilakukan orang lain... Saya menulis karena saya marah kepada setiap orang. Saya menulis karena saya suka duduk di ruangan sepanjang hari untuk menulis....” Begitulah, penulis novel My Name is Red ini punya empat alasan yang berbeda dan begitu personal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

George Orwell, yang mashur berkat karyanya seperti Animal Farm dan Nineteen Eighty-Four, juga menyodorkan empat motif di balik aktivitas menulis. Keempat motif itu, seperti tertuang dalam esainya yang terbit pada 1946, Why I Write: egoisme belaka, antusiasme pada estetika, impuls historis, dan tujuan politik. Masing-masing ada pada setiap penulis, ata Orwell, dengan derajat yang berbeda-beda. Bahkan, pada penulis yang sama, takaran masing-masing motif itu berubah-berubah, “tergantung pada atmosfer ketika ia hidup.” Orwell agaknya becermin pada pengalaman dirinya sendiri. Setidaknya, motif itu memengaruhi karyanya.

Pada dasarnya, kata Orwell, semua penulis itu besar kepala, mementingkan diri sendiri, pemalas, dan di dasar yang paling dalam dari motif-motif mereka terletak misteri. Ya, siapa tahu? Di dalam egoisme itu tersimpan hasrat untuk terlihat pintar, diperbincangkan orang banyak, atau dikenang setelah kematiannya. Meski Orwell tidak memungkiri adanya antusiasme akan estetika, menemukan kebenaran sejarah, serta menyuarakan gagasan politik tertentu.

Sebagian penulis menikmati kesenangan tersendiri saat menjalani momen kreatifnya, dan inilah salah satu alasan Truman Capote selalu menulis. “Bagiku, kesenangan terbesar dalam menulis bukanlah mengenai apa, melainkan pada musik batin yang tercipta oleh kata-kata,” ujarnya.

Kenikmatan serupa menjadi alasan Neil Gaiman. “Hal terbaik tentang menulis fiksi,” kata penulis The Graveyard Book yang mengasyikkan itu, “adalah ketika cerita itu menyalakan apinya dan menjadi hidup di halaman-halaman naskahmu, dan tiba-tiba semuanya jadi masuk akal, lalu kamu tahu tentang apa ini dan mengapa kamu melakukannya serta apa yang orang-orang katakan dan lakukan, dan kamu merasa seperti pencipta sekaligus penonton. Segalanya tiba-tiba menjadi jelas dan mengejutkan... ajaib, indah, dan aneh.”

Momen-momen keajaiban itulah barangkali yang membuat para penulis kecanduan karena menulis membuat mereka merasa nyaman dan memperoleh kesenangan. Dengan menulis, mereka menuangkan pengalaman dengan cara yang berbeda. Seperti kata Alfred Kazin dalam The Self as History, dengan menulis ia menghidupkan kembali masa lalu. Menulis, kata Kazin, tidak ubahnya membangun rumah untuk diri sendiri, di atas kertas, dalam ruang waktu, di dalam pikiran orang lain.

Momen-momen dan alasan-alasan itulah yang membuat banyak penulis rela menghabiskan hidup dengan duduk di ruang sepi, jam demi jam, hari demi hari, tahun demi tahun, berjuang meletakkan kata-kata di atas secarik kertas. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB