x

Seorang peserta penyandang tuna netra mengikuti ujian SBMPTN 2017 dengan pendamping di ruang F-MIPA Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2017. Total sebanyak 40.894 peserta mengikuti SBMPTN melalui ujian tertulis yang terdiri dari Paper Based Testin

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mall Perlu Sediakan Pendamping Bagi Pengunjung Disabilitas

Pendamping atau usher diperlukan karena infrastruktur mall belum memungkinkan aksesibilitas bagi pengunjung berkebutuhan khusus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjadi seorang penyandang disabilitas bukan berarti seseorang langsung anti datang ke pusat perbelanjaan atau mall. Beberapa teman dengan disabilitas mengaku enggan diajak nongkrong di mall karena takut menabrak atau malas. Kebanyakan beralasan, tidak ada pendamping yang menuntun ketika berbelanja atau sekedar berjalan-jalan di mall. Hingga saat mereka membutuhkan barang yang harus dibeli. Mereka memilih menyuruh atau menitip orang lain.

 

Hingga saat ini, mall masih tidak ramah dengan pengunjung disabilitas. Misalnya, masih banyak yang menggunakan eskalator dari pada travelator. Eskalator tentu tidak dapat diakses teman-teman pengguna kursi roda. Selama ini, juga banyak orang yang tidak mengerti fungsi toilet disabilitas yang tersedia di mall. Masih banyak pengunjung umum yang menggunakan toilet disabilitas, dengan alasan toilet umum sedang penuh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Apalagi, dewasa ini, pusat perbelanjaan atau mall banyak yang memiliki fungsiganda. Misalnya, mall juga jadi tempat dokter membuka praktek. Sehingga untuk pasien dengan disabilitas agak kesulitan memeriksakan diri. Untuk mengakses tempat penting seperti itu di mall, pengunjung disabilitas sangat membutuhkan bantuan pendamping atau usher. Terutama dalam keadaan pasien dengan disabilitas tidak mendapatkan usher pribadi.

 

Memang sebaiknya, mall menugaskan salah satu pegawai untuk menjadi pendamping bagi pengunjung disabilitas. Tentu tugas usher tersebut tidak mengantar pengunjung yang hanya bertujuan mengelilingi mall. Setidaknya, usher dapat mengantar sampai ke salah satu tempat tujuan saja.

 

Misalnya, salah satu tempat terpenting yang tidak dapat diakses pengunjung disabilitas adalah supermarket. Padahal tempat ini adalah tempat yang mau tidak mauharus dikunjungi teman teman disabilitas, karena  menjual kebutuhan sehari-hari seperti sabun, sampo atau bahan makanan. Pengunjung disabilitas harus didampingi usher untuk mencapai supermarket  yang biasanya terletak di bagian dalam dan lantai terbawah mall. Usher juga berperan  untuk melihat jenis barang, harga sekaligus proses pembayarannya..

 

Padahal, menurut salah satu teman Tunanetra, daya beli Tunanetra cukup baik. Apalagi terhadap barang-barang yang terakses dengan mereka. “Saya suka sekali dengan jeruk Sunkist, buah seperti itu hanya ada di supermarket, tapi kalau tidak ada yang mengantar, saya tidak bisa membeli buah itu,” ujar Irma Hikmayanti, salah satu Tunanetra yang pernah tinggal di Amerika Serikat ini. Sekali berbelanja jeruk Sunkist Irma bisa membeli hingga berkilo-kilo. Tentu dapat dibayangkan, bila tidak ada pendamping, penyandang disabilitas kesulitan membawa barang belanjaannya.

 

Sebagai perbandingan, menurut cerita Irma, supermarket di negara-negara barat sudah mengenal usher in duty atau pendamping bagi pengunjung disabilitas dan manula untuk membantu mereka berbelanja. Pendamping ini tidak direkrut secara khusus melainkan karyawan harian yang bekerja dengan sistem piket. “Usher ini seharian hanya bertugas melakukan pendampingan, makanya di sana yang mendapat tugas seperti ini senang sekali karena banyak waktu senggangnya,” ujar Irma.

 

Walau belum seakses mall di Amerika atau negara barat lainnya, secara infrastruktur ada beberapa mall yang bisa dijadikan rujukan bagi pengunjung disabilitas untuk sekedar berjalan-jalan di dalamnya. Salah satu mall tersebut adalah Mall Kelapa Gading. Selain sejuk, mall tersebut menyediakan jalur khusus bagi pengunjung disabilitas. “Ada railing di jalur khususdari satu bagian ke beberapa bagian mall,” ujar Teguh Hariyanto, salah satu Tunanetra yang sering berkunjung ke Mall Kelapa Gading.

 

Jadi, bila selama ini ada stigma yang melekat pada penyandang disabilitas enggan berkunjung ke ruang publik, bukan karena enggan terlihat berbeda atau menutup diri. Tapi memang sarana yang tersedia tidak memungkinkan bagi mereka melewatinya. Banyak resiko yang harus ditanggung, bukan hanya dari sisi penyandang disabilitas. Melainkan pula pihak mall sekaligus pengunjung umum. Seperti barang milik merchant yang bisa saja tersenggol, menutupi jalan atau menabrak pengunjung lain, hingga resiko yang dapat mencelakai diri sendiri.

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB