Buku, Teman di Kala Sakit

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di saat tubuh sakit, membaca buku adalah cara untuk menjaga pikiran agar tetap sehat.

 

Sakit adalah salah satu saat terbaik untuk membaca buku. Ketika terbaring di ranjang dan dicekam demam, berusaha tidur bukanlah selalu cara yang menyenangkan untuk mengusir rasa tak nyaman. Tidur barang 2-3 jam seringkali sudah cukup, sebab tidur berjam-jam malah melelahkan. Waktu selebihnya akan membingungkan bila kita tak tahu mesti berbuat apa. 

Dokter bilang istirahat membantu penyembuhan, tapi berbaring di ranjang dan berselimut untuk meredam demam bukanlah cara yang menyenangkan juga. Maka, membaca jadi pilihan, meskipun membaca buku bukanlah sebentuk istirahat, sebab pikiran bekerja, emosi pun bereaksi, tapi barangkali inilah cara mengusir kebosanan saat sakit yang cukup logis. Buku dapat menemani saya kapan saja, bahkan ketika semua orang sudah terlelap di larut malam.

Di saat sakit, seperti halnya di saat sehat, saya lebih suka membaca buku cetak ketimbang buku digital atau e-book. Saya dapat merasakan pengalaman menggenggam sebuah buku, ketebalan kertasnya, membuka halaman demi halaman, dan menyesap aromanya. Sedangkan ketika membaca e-book, saya tidak merasa menggenggam sebuah buku, melainkan sebuah gawai.

Di bagian marjin buku cetak kita dapat menulis komentar, pertanyaan, catatan, atau ekspresi personal—sesuatu yang membuat kita tertaut dengan buku dan penulisnya. Coretan di marjin menandakan adanya tautan antara fisik buku dan kognisi pembacanya. Coretan di marjin menjadi pengingat perjalanan intelektual orang yang membacanya. Di saat sakit, coretan di marjin buku terasa lebih emosional dan lebih ekspresif.

Di saat sakit, kiriman buku selalu jadi penghibur yang mengurangi ketidaknyamanan. Berbagi buku merupakan pengalaman menyenangkan, ini yang saya ingat—bagi yang meminjamkan atau memberi maupun bagi yang dipinjami atau menerima. “Kamu harus membaca buku ini,” kata seorang teman sembari meletakkan buku di tangan saya. Menggenggam sebuah buku baru, ataupun buku lama yang belum pernah saya baca, selalu jadi pengalaman menyenangkan; sekalipun ketika terbaring sakit. Efek stimulasi kognitif biasanya langsung terasa ketika melihat sampulnya, judulnya, nama penulisnya, dan mengetahui temanya.

Efek stimulasi kognitif semacam itu mampu menjangkau yang lebih luas manakala kita membaca buku di tempat-tempat umum: di kereta, stasiun, bandara, rumah sakit, maupun tempat lain. Membaca buku di tempat umum mengilhami orang lain untuk ingin membaca buku itu dari melihat judulnya—efek yang sukar diperoleh bila kita membaca e-book di tempat yang sama (orang lain  tak akan mengintip apa yang sedang kita baca di gawai kita, kan?)

Di ranjang sendiri, efek stimulasi semacam itu hanya saya nikmati sendiri sebagai cara mengisi waktu menunggu kesembuhan. Di saat tubuh sakit, membaca buku adalah cara untuk menjaga pikiran agar tetap sehat. Itulah yang saya rasakan. (sumber foto: pexels.com)

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua