Cuti bersama lebaran 2018 dimulai 11 sd 20 Juni 2018 ditambah tiga hari sudah ditetapkan oleh pemerintah pada tanggal 18 April 2017 melalui keputusan bersama tiga menteri, yaitu Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Nagera dan Reformasi Birokrasi dan penandatanganan keputusan tersebut disaksikan oleh Menko bidang PMK dan Menteri Perhubungan. Alasan penambahan cuti lebaran tersebut untuk mengurangi beban kemacetan, diharapkan para pemudik lancar pulang ke kampung halamannya dan lancar pula pulang ke rumah untuk bekerja kembali.
Namun para pelaku bisnis merasa keberatan dengan penambahan cuti lebaran tersebut karena akan mengurangi produktivitas dan peningkatan biaya. Keberatan pelaku bisnis tersebut menjadi pertimbangan pemerintah untuk melakukan revisi atas keputusan SKB tiga menteri yang sudah ditanda-tangani, walaupun sampai saat ini cuti lebaran bersama belum diputuskan, mungkin hari Jumat ini.
Cuti Bersama Lebaran
Lebaran merupakan agenda tahunan mudik kampung bagi umat muslim, memang membutuhkan perhatian khusus utamanya berkaitan dengan pelayanan sarana dan prasarana transportasi. Untuk mengurangi beban kemacetan, pemerintah menyiasati memperpanjang cuti bersama untuk tahun 2018 sekitar 3 hari. Namun pemerintah akan melakukan evaluasi dalam rangka revisi karena pelaku bisnis merasa keberatan dengan tambahan cuti bersama tersebut.
Yang menjadi pertanyaan, kok bisa sesuatu yang sudah dirapatkan dengan berbagai lembaga yang berkaitan dengan hari lebaran 2018 dan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan dan sudah diputuskan lalu dilakukan evaluasi karena ada pihak yang merasa keberatan?.
Adiministrasi Pemerintah
Presiden itu komandan sedangkan Menteri adalah pembantunya. Setiap keputusan pembantunya adalah tanggung jawab komandan selama kebutusan tersebut sudah dikonsultasikan atau dilaporkan. Menurut saya tidak mungkin Presiden tidak dilapori tentang keputusan cuti bersama lebaran yang sudah ditanda-tangani oleh pembantunya.
Kejadian seperti ini bukan hanya sekali, bahkan ada surat yang sudah ditanda-tangani eksekutif dianulir kembali. Ini menunjukkan buruknya administrasi pemerintahan saat ini. Jangan-jangan kegaduhan yang terjadi selama ini seperti “isu tenaga kerja asing”, mungkin karena buruknya koordinansi antar Menteri dalam menyikapi permasalahan tenaga kerja asing, kurang jelinya melihat akar permasalahan ketenagakerjaan Indonesia.
Contoh lain, Debat utang. Presiden yang nyuruh para politikus dan pakar untuk berdebat langsung dengan Menteri Keuangan. Ketika Rizal Ramli menyambut tantangan itu, ternyata tidak ada respon dari Menteri Keuangan langsung. Padahal itu perintah Presiden. Harusnya Menteri Keuangan bukan humasnya yang memberikan respon langsung apapun bentuk keputusannya, agar kredibilitas pemerintah tetap terjaga di mata masyarakat.
Saran bagi Pemerintah
Untuk menjaga kredibilitas dan kewibawaan pemerintah di mata masyarakat, sebaiknya tidak perlu dilakukan revisi cuti bersama lebaran yang telah ditetapkan. Keberatan yang diajukan oleh para pelaku bisnis diserahkan kepada para pelaku bisnis untuk mencari jalan keluarnya. Ini adalah pelajaran berharga dan biaya mahal yang harus dibayar untuk sebuah kealpaan kalau itu disebut sebuah kealpaan. Semoga keputusan hari Jumat tetap seperti semula.
Ke depannya setiap keputusan pemerintah perlu mengikuti stakehorhers agar dikemudian hari tidak ada komplain dari mereka seperti yang terjadi sekarang ini.
Ikuti tulisan menarik Nizwar Syafaat lainnya di sini.