x

Iklan

Nizwar Syafaat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kesabaran SBY mulai Menampakkan Buahnya

Kesabaran SBY mulai menampakkan buahnya karena Jokowi menerapkan kembali subsidi premium dan menahan harganya sampai tahun 2019

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mungkin rasa perih hati SBY belum juga hilang karena dipermalukan di depan rakyat Indonesia oleh regim pemerintahan Jokowi (JKW) mengenai kebijakan subsidi BBM-nya dengan kata-kata: “hangus dibakar tanpa bekas”.  Menyalahkan kebijakan SBY seakan akan hanya kebijakan BBM regim JKW saja  yang paling benar.  Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri (QS: surat 31, ayat 18).

Mulai dari Presiden, Wakil Presiden, para Menteri bahkan Dirjen Sri Mulyani kompak mengatakan hal tersebut kepada publik. Jelas itu menyinggung dan menyakiti hati SBY.  “Allah tidak suka kepada hamba yang menyakiti hati hamba-KU”.  SBY mencoba bersabar dan menahan amarahnya,  “Allah selalu bersama orang-orang yang sabar”.  Untuk menghindari kegaduhan yang lebih luas, SBY bersabar dan tidak melayani kritikan regim JKW.

Faktanya regim JKW masih memberlakukan kebijakan subsidi BBM.  Rata-rata subsidi BBM per tahun era JKW sebesar Rp 57 trilliun diperuntukkan solar dan minyak tanah, sedangkan era SBY sebasar Rp 129.7 trilliun diperuntukkan premium, solar dan minyak tanah (CNN-Infografis, 16-5-2018).  Rendahnya subsidi BBM pada era JKW tersebut ditolong karena harga BBM era JKW berkisar ½ era SBY. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Subsidi premium era SBY yang dianggap “hangus dibakar tanpa bekas”, justru sekarang JKW menerapkan kembali kebijakan subsidi premium.  Satu dari 6 kebijakan populis JKW yaitu akan menahan kenaikan BBM premium termasuk kenaikan BBM non subsidi harus siizin pemerintah sampai tahun 2019.  Penahanan kenaikan BBM tersebut dalam kondisi harga BBM dunia meningkat jelas berpeluang besar menambah subsidi BBM dua tahun ke depan.  Inilah kesabaran SBY mulai menampakkan.  Kalau pembaca sebagai bagian regim JKW bagaimana perasaan anda?

 

Keyakinan Mulai Runtuh

          Pemberlakuan kembali subsidi premium menunjukkan  keyakinan regim JKW bahwa pencabutan subsidi premium tidak berdampak pada perekonomian nasional mulai runtuh.   Setelah dianalisis kembali oleh Tim Ekonomi dan menjaga elektabilitas JKW dalam pilpres 2019 maka disarankan lebih baik memberikan subsidi kembali pada premium karena berdampak besar terhadap perekonomian nasional, bahkan regim JKW memperdalam subsidi BMM melalui kebijakan bahwa kenaikan BBM non subsidi harus seizin pemerintah.   Kalau JKW tetap mencabut subsidi premium dikuatirkan terjungkal dalam pilpres 2019.   

Hasil analisis saya dengan menggunakan model Input-Output menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga BBM 10% akan meningkatkan biaya produksi sebesar 35.93%.  Artinya kenaikan BBM lebih besar dampaknya terhadap kenaikan biaya produksi.  Implikasinya jangan main-main mencabut subsidi BBM. PM Mahathir Mohamad saja menereapkan kembali subsidi BBM untuk mendorong pertumbuhan ekonominya.

Ketika regim JKW menahan pasokan premium akhir-akhir ini, rakyat menjerit akhirnya pasokan kembali dinormalkan.  Kalau ketersediaan BBM premium dijamin dan harganya disubsidi, maka ongkos transportasi untuk “rakyat banyak” menjadi terkendali dan rendah sehingga pendapatan masyakat untuk alokasi konsumsi menjadi lebih besar dengan harga barang konsumsi yang lebih murah karena biaya produksinya rendah.   Inilah yang menjadi penyebab kenapa pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY lebih besar dibanding pemerintahn JKW. 

Sekarang regim JKW menggelontorkan THR triliiunan rupiah ke kantong PNS agar mendorong konsumsi.  Dibanding subsidi BBM, harga barang konsumsi pada kebijakan THR PNS tetap lebih tinggi dan cakupan konsumennya lebih rendah, sehingga daya dorong terhadap produksi nasional jelas lebih rendah.      

          Kebijakan  subsidi BBM premium SBY, menurut regin JKW “hangus dibakar tanpa bekas”.  Pernyataan itu menyalahi terminologi ekonomi.  Subsidi BMM  bukan dibakar tapi mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penurunan biaya produksi dan terbukti lebih unggul dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.  Kalau Presiden JKW, Wakil Presiden dan Menterinya mengatakan seperti itu, bisa saya maklumi karena saya anggap sebagai pernyataan politik murahan, tapi kalau bawahannya Sri Mulyani yang bukan jabatan politik, sangat saya sesalkan karena pernyataan  subsidi BBM “hangus dibakar tanpa bekas” menyesatkan bagi seorang ekonom.

        

Nizwar Syafaat, Ekonom dan  Pengamat Kebijakan Publik

Ikuti tulisan menarik Nizwar Syafaat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB