x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

10 Tip Sederhana Bersikap Positif di Medsos

Memperlakukan status dan postingan di media sosial sebagai sapaan biasa saja. Jika tertarik, saya akan membacanya. Jika tidak, saya melewatinya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Media sosial adalah fenomena zaman dan ruang, yang suka tidak suka, kita pasti terpaksa atau rada dipaksa terlibat dan melibatkan diri di dalamnya. Kendali mestinya bisa tetap berada di pihak kita. Sepuluh tip sederhana ini mungkin bisa dipertimbangkan:

Pertama, ketika menonton acara talkshow politik-sosial di sebuah stasiun televisi, yang biasanya menjadi bahan percakapan di Medsos secara real-time, saya akan meletakkan remote control tidak jauh dari jangkauan tangan saya. Begitu saya mendengar narasumber di layar kaca lebih banyak banyolannya, dan menurut feeling saya, raut wajahnya mengirim sinyal kebohongan, langsung saya mute (televisi dibuat tidak bersuara). Jika pembicara sudah berganti, saya normalkan lagi suaranya. Jika pembicara berikutnya juga ngebanyol dan mengirim sinyal kedustaan, ya, saya mute lagi. Dan begitu seterusnya. Sesederhana itu.

Kedua, saya memperlakukan status atau postingan di akun media sosial, baik yang asli dari pengirimnya ataupun hasil forward dari akun lain sebagai sapaan biasa saja. Jika tertarik, saya akan membacanya. Jika tidak, saya melewatinya. Sesederhana itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketiga, sering malah, di group-group chatting seperti Whatsapp, Line, Telegram, bila sudah menumpuk notifikasinya, saya akan scroll langsung ke postingan terakhir, dan hanya membaca dua-tiga biji postingan terakhir. Namun saya tidak menghapus semua status/chatting yang sudah masuk. Biarin aja. Mana tahu sesekali di perlukan. Dan kecuali untuk kasus-kasus yang sangat langka, saya tidak pernah merasa rugi jika kelewat atau tidak membaca status orang lain di Medsos.

Keempat, saya amat jarang men-forward status/postingan orang lain, termasuk misalnya ucapan duka atau ucapan selamat (pernikahan, ulang tahun, kelahiran anak dll). Ucapan selamat saya buat sendiri dalam bentuk meme, pake nama, agar tak bisa di-copy-paste atau di-forward oleh orang lain.

Kelima, jika ada meme atau video, yang menurut saya sangat menarik, saya akan membaca atau menontonnya, lalu meng-save-nya di album, namun sangat jarang sekali saya men-forward-nya kepada orang lain atau group lain. Sesederhana itu.

Keenam, di Twitter dan Facebook, saya membaca twit/status sekedarnya saja. Tentu saya punya akun-akun pavorit. Namun itu tidak banyak. Saya nge-follow misalnya akun Twitter beberapa tokoh dan pejabat nasional atau tokoh dan pejabat negara lain, termasuk Presiden Jokowi dan Presiden Amerika Donald Trump. Namun sekedar membacanya saja. Tujuannya hanya ingin tahu suasana batin tokoh dan pejabat tersebut. Sebab status seorang pejabat negara di Medsos dapat dijadikan acuan untuk membaca arah kebijakannya.

Ketujuh, jika ada akun yang sudah terlanjur di-follow, dan dari waktu-ke-waktu, terbukti lebih sering membuat status/postingan yang provokatif, dusta dan hoax, saya akan langsung unfolllow (berhenti menjadi follower-nya). Saya memposisikan akun provokatif tersebut persis seperti saya sedang ngobrol langsung dengan seseorang yang suka memprovokasi di warung kopi, ya, saya tinggalkan. Sesederhana itu.

Kedelapan, jika dikaitkan dengan kontestasi publik (Pemilu atau sejenisnya), tiap status di Medsos mestinya disikapi secara proporsional dan sesantai mungkin. Contoh: tokoh yang bergabung dengan koalisi X, tentu dia akan mendukung koalisi X, sering dengan segala cara. Begitu juga sebaliknya. Artinya, kalau saya berharap agar tokoh koalisi X mendukung koalisi Y, yang error itu adalah saya. Bukan tokoh itu.

Terkait ini, setiap orang (saya, Anda dan dia) sebenarnya sangat berkuasa untuk “menghukum” akun-akun milik tokoh dan koalisinya yang suka berbohong, dan cenderung menggunakan segala cara untuk meraih simpati dan dukungan, dengan cara tidak memilihnya di bilik pencoblosan.

Kesembilan, jika sempat dan berkenan, sesekali bolehlah melakukan cross-check terhadap kebenaran dan kebohongan sebuah status. Dan ini bisa dilakukan antara lain dengan mencari status pembanding atau membentuk group terbatas yang anggotanya direkrut untuk saling mengingatkan dan untuk saling melakukan verifikasi terhadap suatu kasus yang lagi trending topic.

Kesepuluh, Medsos dengan segala kelebihan dan kekurangannya, atau sisi positif dan negatifnya, sebaiknya jangan disikapi sebagai hal yang serius-serius amat. Diposisikan seperti bagian hidup lainnya saja. Dan jangan lupa, seperti dalam kehidupan riil, banyak orang yang menganjurkan agar orang lain tidak nyinyir, namun anjuran itu disampaikan dengan nyinyir juga. Dan menegur nyinyir dengan cara yang nyiyir adalah puncak hoax, meski dibantah dengan berbusa-busa.

Dengan tip-tip yang sederhana itu, saya belum dan semoga tidak akan pernah merasa terganggu oleh sebuah status atau postingan di Medsos, yang paling brutal dan vulgar sekalipun, bahkan pun yang porno.

Sebab, kalau mau jujur, jika Medsos diposisikan sebagai salah satu sumber informasi, sebenarnya tidak berbeda jauh dengan media-media konvensional. Bedanya hanya pada dua hal: pertama, asupan informasi sangat intens di Medsos; kedua, di Medsos banyak sumber yang tidak jelas (akun-akun hantu). Soal konten atau substansinya, media-media konvensional juga tidak steril dari kebohongan atau hoax. Begitu, Bung.

Syarifuddin Abdullah | 22  Agustus 2018 / 10 Dzul-hijjah 1439H

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler