x

Iklan

DPP GMNI

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

DPP GMNI: Gagal Land Reform, Sofyan Djalil Harus Mundur

Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia menuntut : 1. Mendesak pemerintah untuk menerapkan UUPA dan melaksanakan Reforma Agraria sejati.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional yang jatuh pada hari Rabu (26 /9/2018) kemarin, sekitar ratusan kader GMNI menggelar aksi demonstrasi yang bertempat di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.

Aksi yang dipimpin oleh Ketua DPP GMNI Bidang Reforma Agraria Mukhammad Haykal Shokat Ali tersebut dikarenakan rumitnya persoalan ketimpangan yang melahirkan konflik-konflik agraria di seluruh penjuru tanah air tersebut salah satunya adalah dikarenakan terjadinya over akumulasi modal oleh beberapa perusahaan raksasa di Indonesia. Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia menuntut :

1. Mendesak pemerintah untuk menerapkan UUPA dan melaksanakan Reforma Agraria sejati.

2. Mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik-konflik agraria di seluruh tanah air.

3. Mendesak pemerintah menurunkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

“Aksi tersebut kami laksanakan karena melihat permasalahan agraria di Indonesia tidak kunjung menurun, malah terjadi peningkatan setiap tahunnya,” ucap Mukhammad Haykal saat dihubungi reporter kilasmanado.com via telepon selular, pada hari Kamis, (27/9/2018) tadi malam.

Lebih lanjut pria yang akrab disapa Bung Haykal ini menuturkan bahwa banyak sektor yang menjadi penyumbang terbesar adanya konflik-konflik agraria.

“Dikarenakan hal tersebut, Presiden Joko Widodo sudah masukkan dalam nawacita nomor 5 mengenai Land Reform yang kemudian dilaksanakan dalam hal berbeda serta tidak sesuai Undang-Undang ?5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,” tegas Haykal.

Dirinya juga mengkritik kinerja Menteri Agraria, Sofyan Djalil. “Konflik-Konflik agraria ini terjadi karena tidak kompetennya Pak Sofyan Djalil sebagai Menteri Agraria, Tata Ruang dan BPN. Karena sepanjang 3,5 tahun Kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla hingga sampai hari ini, sekitar 761 konflik agraria yang dilaporkan dari seluruh tanah air,” tegasnya.

Haykal juga menjelaskan latar belakang aksi yang mereka gelar kemarin. “Kami menggelar aksi di depan Istana Negara kemarin (26/9/2018) untuk mendesak Pemerintah agar menggunakan kembali Undang-Undang ?5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria sebagai dasar dalam mengambil kebijakan mengenai persoalan tanah, penguasaan tanah, dan pengembalian tanah kepada masyarakat,” jelas Haykal.

Perlu diketahui, Undang-Undang ?5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan istilah UUPA adalah sebuah UU yang mengatur tentang dasar-dasar dan ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria Nasional di Indonesia.

UUPA memiliki landasan filosofis yaitu untuk mengubah susunan masyarakat, dari suatu struktur warisan sistem feodalisme dan kolonialisme menjadi suatu masyarakat yang adil dan sejahtera.

Tujuan dari UUPA itu sendiri adalah untuk meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan menjadi alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, meletakan dasar-dasar untuk menyatukan dan menyederhanakan hukum pertanahan nasional dan meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak tanah atas rakyat. Hal untuk kesejahteraan rakyat. Ini mejelaskan bahwa para pendiri atau pendahulu bangsa ini telah mengobarkan semangat reforma agraria sejati.

Reforma agraria sejati ialah reforma agraria yang sesuai dengan mandat UUPA dan cita-cita para pendiri bangsa tersebut, yaitu penguasaan tanah untuk didistribusikan kepada petani, buruh tani dan rakyat kecil yang bertujuan untuk menghapuskan penindasan dan penghisapan dengan menggunakan tanah sebagai alatnya. Hal ini sesuai dengan pasal 6, 7, 9. 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan 17 UUPA.

Sederhananya, reforma agraria sejati adalah salah satu alat untuk mewujudkan kemakmuran rakyat dan keadilan sosial. Salah satunya dalam UUPA adalah dibatasinya jumlah luas tanah kepada pemilik hak untuk kemudian diberikan kepada rakyat kecil untuk dilakukan penggarapan dan menjalankan fungsi sosialnya.

Hal ini tentunya menjadikan tanah bukan sebagai komoditas yang dapat dipergunakan sebagai alat penindasan oleh manusia pada manusia lainya dan tanah tak dapat lagi dimiliki oleh sebagian kecil masyarakat dengan jumlah luas yang banyak.

Namun pada kenyataannya, kondisi agraria di Indonesia saat ini pun masih dalam keadaan yang memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh ketimpangan kepemilikan atau penguasaan tanah yang sangat besar, yaitu sebanyak 71 persen tanah di seluruh daratan di Indonesia telah dikuasai oleh korporasi kehutanan. Di samping itu, 23 persen tanah dikuasai oleh korporasi perkebunan skala besar dan para konglomerat.

Sementara, data BPS menyebutkan bahwa ketimpangan tanah di Indonesia mencapai 0,397% yang berarti rata-rata petani di seluruh Indonesia hanya memilki tanah sebanyak 0,8 hektar. Tentunya hal tersebut sangat jauh dari mandat UUPA yang menghendaki keadilan kepemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik DPP GMNI lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu