x

Iklan

Pryandhika GF

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Diktatorisme diantara Demokrasi

Tulisan ini membahas tentang diktator-diktator kecil yang berada di tengah masyarakat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

            Kemarin saya membaca sebuah postingan di Facebook oleh satu grup komikus yang membahas tentang demokrasi dan kebebasan berbicara. Di postingan tersebut mereka menyatakan bahwa kita berfikir kita memiliki sosieta yang bebas dikarenakan kita bisa secara terbuka mengkritik pemerintahan kita yang sekarang, tetapi nyatanya kehidupan kita jauh lebih dipengaruhi oleh perusahaan tempat kita bekerja untuk mencari nafkah dimana jika kita mengkritik mereka perusahaan secara publik, kita akan dipecat atau dihukum perusahaan.

            Lantas saya berpikir “benar juga pernyataan mereka, memang kita bebas mengkritik pemerintah asalkan ada data yang jelas. Tetapi mengapa kita tidak boleh mengkritik perusahaan? Yang jelas-jelas memiliki efek yang lebih besar di kehidupan sehari-hari kita” Tentu tidak semua perusahaan seperti itu, tetapi memang secara umum yang saya lihat sejauh ini di dalam suatu perusahaan memang dalam hal penanganan kritik secara adil sangat kurang diperhatikan. Para pekerja yang mengkritik perusahaan meskipun itu benar dan memiliki data yang konkret juga akan menerima sanksi atau hukuman, bahkan sampai dipecat. Memang betul, sebagai individu kita bebas memilih dimana kita akan bekerja. Namun kita juga harus memikirkan bahwa uang sangatlah diperlukan untuk melanjutkan hidup kita, jadi kekuasaan perusahaan/instansi untuk memonopoli hidup kita sangatlah besar, belum lagi kualifikasi pekerjaan yang tidak semua orang memiliki, cara mendapatkan kualifikasi dan ini pun memerlukan uang.

            Pemerintahan pun kebingungan, antara membuat peraturan yang longgar atau membuat peraturan yang ketat dan melaksanakanya (yang sering tertinggal) Di masa pemerintahan Suharto perlindungan pekerja dan kekuatan serikat pekerja sengaja ditekan agar pengusaha asing memiliki kebebasan dan keringanan mengenai kondisi kerja dan gaji buruh, menarik perusahaan asing sebanyak-banyaknya masuk. Memang kondisi buruh zaman sekarang sudah lebih baik, pemerintah sudah gencar memperbaiki nasib para pekerja, namun bukan berarti kita harus puas dengan ini. Beberapa serikat pekerja saat ini diisi kepentingan politik, memperjuangkan tidak hanya kesejahteran kaum pekerja tapi juga kepentingan politik. Demokrasi yang salah arah, yang mengalihkan perhatian kaum pekerja. Jika hak para buruh terlalu tinggi maka pebisnis pun akan enggan mendirikan bisnisnya di Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

            Masih banyak hal-hal yang dianggap sebagai normal yang sebenarnya masih dapat perjuangkan dan perbaiki untuk membuat kehidupan lebih sejahtera, terutama demokrasi di dalam tempat kerja ini. Karena kebanyakan tempat kerja selama ini dijalankan seperti pemerintahan diktator, bukan seperti pemerintahan demokratik, kaum pekerja menjadi terbiasa dengan kondisi yang seperti ini, menutup mata akan nasib lebih baik yang dapat diperjuangkan. Sayangnya akumulasi kekayaan pada hari ini jauh lebih penting dari kemanusiaan. Maka terciptalah diktatorisme-diktatorisme kecil diantara masyarakat kita yang bebas

Ikuti tulisan menarik Pryandhika GF lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler