x

Iklan

Bujaswa Naras

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kebijakan HGU bagi Masyarakat Petani, Muluskah?

Dan penyelesaian reformasi agraria, HGU dan konflik yang memakan korban masyarakat masih panjang dan berliku, seperti kelok 44 danau maninjau, Sumbar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kabar baik datang dari Pemerintah yakni dari Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan pemerintah terus berupaya mengoptimalkan program reforma agraria. Langkah tersebut berupa melepaskan hak guna usaha (HGU) lahan yang ditelantarkan oleh pengusaha pemegang HGU.

"Komponen lain reforma agraria pelepasan HGU yang terlantar. Tanah terlantar akan dibatalkan dan kemudian dijadikan objek reforma agraria," di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (31/10). Sumber www.merdeka.com.

Termasuk bagi lahan yang tidak diperpanjang HGU-nya. Dimana HGU yang habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang dan tidak diurus, juga akan dibagi. Jumlah luas lahan sekitar 400.000 hektar lahan yang tidak terurus.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Contoh kasus pelepasan HGU dari program reformasi agraria adalah pelepasan HGU atas 500 hektar lahan di Wilayah Mantik, Sulawesi Utara.

Komitmen pemerintah secara lisan disampaikan Sofyan Djalil bahwa HGU yang terlantar akan diambil dan dibatalkan HGU-nya dan langkah pertama kalau ada masyarakat disitu akan dibagikan kepada masyarakat dalam bentuk reforma agrarian. Sedangkan data-data belum dapat ditelusuri sebagai upaya memperjelas lahan HGU yang akan dilepas oleh pemerintah.

Penilain Kritis

Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) merilis pernyataan sikap bahwa terbitnya Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan, pada 19 Oktober 2017 kembali pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melakukan langkah gegabah atas nama percepatan reforma agraria (RA) dan perhutanan sosial (PS) dengan mengikat kerjasama (MoU) dengan World Wild Fund (WWF).

Organisasi non-pemerintah ini ditunjuk Kemenko sebagai pelaksana manajemen proyek (project management office atau PMO) program RA dan PS. Langkah mendapat tanggapan negatif dari hampir semua kalangan organisasi rakyat, pegiat RA dan pegiat PS.

Pemerintahan Jokowi memasukkan reforma agraria sebagai prioritas nasional yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019. Dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017.

Luas Tanah yang menjadi rencana redistibusi dan legalisasi aset bagian dari payung reforma agraria adalah 9 juta hektar. Sumber tanahnya berasal dari kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan (perkebunan).

Sedangkan dalam rangka memperluas wilayah kelola masyarakat di kawasan hutan, target 12,7 juta hektar hendak dialokasikan untuk dapat diberikan ijin kelolanya kepada masyarakat.

Kepecayaan yang mulai tumbuh, kemudian layu sebab dialog usulan reformasi agraria lambat dalam menyerap aspirasi dari bawah. Kebijakan ini tidak terkoordinasi antara kementerian terkait.

Moratorium Izin perkebunan sawit

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa sawit yang ditandatangai 19 September 2018.

Berisikan langkah untuk meningkatkan tata kelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, memberikan kepastian hukum, dan menjaga kelestarian lingkungan. Dalam Inpres mengikat pelaksanaan beberapa kementerian dan pemerintahan daerah. Diantaranya:

Pertama, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian melakukan koordinasi penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas kelapa sawit. Tugas Menko berupa verifikasi data pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, peta Izin Usaha Perkebunan atau Surat Tanda Daftar Perkebunan, Izin Lokasi, dan Hak Guna Usaha (HGU).

Kedua, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunda pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Penundaan ini ditujukan kepada permohonan baru, permohonan yang telah diajukan namun belum melengkapi persyaratan atau telah memenuhi persyaratan namun berada pada kawasan hutan yang produktif, dan permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip namun belum ditata batas dan berada pada kawasan hutan yang masih produktif.

Ketiga, Menteri Pertanian menyusun dan verifikasi data dan pendaftaran Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan Kelapa Sawit secara nasional yang mencakup nama dan nomor, lokasi dan luas, tanggal penerbitan, peruntukan, luas tanam, dan tahun tanam.

Keempat, Menteri Agraria dan Tata Ruang menyusun dan verifikasi data HGU yang mencakup nama dan nomor, lokasi, luas, tanggal penerbitan dan peruntukan.

Kelima, Menteri Dalam Negeri membina dan pengawasan kepada gubernur dan bupati/walikota dalam pelaksanaan penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.

Keenam, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal menunda permohonan penanaman modal baru untuk perkebunan kelapa sawit atau perluasan perkebunan yang telah ada yang lahannya berasal dari pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan kecuali diatur dalam Diktum Kedua angka 2 Inpres ini.

Diktum Kedua angka 2 ialah, penundaan dikecualikan untuk permohonan pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapan kelapa sawit yang telah ditanami dan diproses berdasarkan ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah nomor 104 tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Ketujuh, meminta Gubernur melakukan penundaan penerbitan rekomendasi/izin usaha perkebunan kelapa sawit dan izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit baru yang berada pada kawasan hutan kecuali yang diatur dalam Diktum Kedua angka 2.

Kedelapan, Bupati/Walikota melakukan penundaan penerbitan rekomendasi/izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit baru yang berada pada kawasan hutan, kecuali yang diatur dalam Diktum 2 angka 2.

Kesembilan Inpres ini meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian melapor ke Presiden secara berkala setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu diperlukan. Pada Diktum kesebelas, disebutkan penundaan pelaksanaan perizinan perkebunan kelapa sawit dan evaluasi atas perizinan perkebunan kelapa sawit yang telah diterbitkan, dilakukan paling lama 3 tahun sejak Inpres ini dikeluarkan. Sumber www.detiknews.com.

Kasus Konflik Masyarakat Petani, Pengusaha dan Aparat

Dua petani dari Kecamatan Takokak, Cianjur, Jawa Barat, bernama Sholihin Abdurahman dan Koko Koswara, akhir Agustus lalu dihukum penjara selama 1 tahun 5 bulan.

Dalam konflik tanah di desa mereka, Sholihin dan Koko dinyatakan terbukti secara ilegal menggarap lahan PT Pasir Luhur, perusahaan perkebunan pemegang hak guna usaha (HGU) di kawasan tersebut.

Termasuk juga kejadian aparat TNI, Polri dan Satpol PP di Simpang Tonang, Kecamatan Dua Koto, Kab. Pasaman, Sumatera Barat. Dimana masyarakat menolak tambang. Dalam hal ini beberapa masyarakat di tahan oleh Kepolisian.

Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat mendampingi masyarakat yang menjadi korban dari kebijakan pemerintah tentang pemberian izin pertambangan emas oleh PT Inexco Jaya Makmur (PT IJM).

Solusi Penyelesaian

  1. Sinkronisasi Peraturan Pemerintah, Inpres Presiden, Undang Undang di Mahkamah Konsitusi. Hal ini membutuhkan para pakar hukum negara untuk menyelesaikan sengkarut HGU dalam tataran peraturan perundang-undangan.
  2. Dialog terbuka antara pemerintah mulai dari pusat sampai bupati, organisasi masyarakat, masyarakat yang focus dalam RA dan PS berbasiskan wilayah perpropinsi. Hal ini berguna untuk menyelesaikan kasus demi kasus perwilayah dan tidak terjadi generalisasi secara nasional.
  3. Penegakan hukum, bagi aparatur TNI, Polisi dan Satpol PP. Termasuk masyarakat yang melanggar hukum. Penyelesaian ini berada dalam sidang pengadilan dan dapat diawasi oleh berbagai komponen masyarakat dan pemerintah.
  4. Kemauan baik Partai Politik dan Politisi untuk menjadikan ini bagian dari ikhtiar politik dalam sidang-sidang di DPR RI dan DPRD Propinsi dan Kota/Kab. perbaikan kesejahteraan masyarakat petani, keamanan berusaha bagi pengusaha dan pendapatan pajak bagi pemerintah.
  5. Kejelasan sikap dari Presiden sampai dengan Bupati sebagai penguasa yang diamanahkan oleh masyarakat, termasuk masyarakat petani.
  6. Pengawalan oleh media massa untuk memberitakan perkembangan kasus demi kasus. Keberpihakan terhadap prinsip dan nilai keadilan.

Dan penyelesaian reformasi agraria, HGU dan konflik yang memakan korban masyarakat masih panjang dan berliku, seperti kelok 44 danau maninjau, Sumatera Barat.

Dan pemilu 2019 akan menguji siapapun yang benar dan serius membela masyarakat pemilik sah kedaulatan negara.

Ikuti tulisan menarik Bujaswa Naras lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu