x

Iklan


Bergabung Sejak: 1 Januari 1970

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Perseteruan Rencana Versus Prasangka Di Tahun Baru 2019

Tiap tahun baru datang, rencana selalu "berkelahi" dengan pasangka. Segudang rencana dan resolusi tahun baru akhirnya tidak jadi apa-apa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tiap tahun baru tiba, selalu ada yang berkelahi. Selalu ada yang dibikin berantem.

Siapa yang berkelahi? Ternyata, si rencana vs si prasangka.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tiap tahun baru, berapa banyak orang yang bikin rencana bikin resolusi. Tapi di saat yang sama dia tanamkan juga prasangka. Jadilah berkelahi, segudang rencana vs segudang prasangka. Punya banyak rencana tapi punya banyak prasangka. Apalagi diselimuti prasangka buruk, gimana bisa rencana baik bisa terealisasi?

 

Banyak rencana telah dibuat. Tapi banyak pula prasangka yang mencegahnya. Rencana belum dijalankan sementara prasangka sudah menumpuk. Kita sering lupa, gagal atau batal itu terjadi ketika rencana “kalah berani” dibandingkan prasangka.

 

Rencana itu “musuh besarnya” adalah prasangka.

Nelayan itu pasti gagal melaut bila berprasangka ombak bakal tinggi. Pilot pun batal terbang bila ketakutan pada cuaca buruk. Tentara mana pun pasti takut berperang bila prasangkanya lawannya lebih mahir. Maka wajar, musuh besar setiap rencana manusia adalah prasangka buruk manusia itu sendiri.

 

Bangsa ini pun begitu. Rencananya ingin punya dan memilih pemimpin terbaik. Tapi di saat yang sama, prasangka buruk pun dibenamkan kepada calon pemimpinnya. Rencananya baik tapi prasangkanya buruk. Jangankan negara, hidup bertetangga pun bawaannya mau “perang” melulu bila diisi dengan prasangka buruk. Ujaran kebencian, hujatan, caci-maki, bahkan hoaks itu hakikatnya hanya bisa dihadirkan oleh mereka yang berprasangka buruk. Pikirannya negatif tentang calon pemimpinnya. Apa sih susahnya, bila punya rencana dapat pemimpin baik, tinggal coblos pada saatnya nanti? Tanpa perlu prasangka buruk.

 

Manusia itu sering lupa. Allah SWT itu tidak pernah marah bila kita “tidak melanggar” ajarannya, tidak lalai atas hukum-Nya. Bahkan Allah itu lebih banyak memaafkan atas kesalahan yang diperbuat umat-Nya. Asal tidak mengulanginya. Maka jalankan, setiap rencana baik tanpa perlu berprasangka buruk.

 

Rencana versus prasangka ….

Segudang rencana belum dijalankan selalu dibarengin prasangka buruk. Manaruh curiga di atas segalanya. Takut ini takut itu, nanti begini nanti begitu. Pada diri sendiri penuh curiga, apalagi pada orang lain. Berprasangka orang lain tidak layak, tidak mampu hingga merasa terancam atas sebab yang tidak jelas. Kita hampir lupa, prasangka itu cuma segudang perasaan yang sifatnya hanya angan-angan. Merasa terancam oleh bahaya yang sebenarnya tidak ada. Sungguh, dibesarkan dalam prasangka hampir pasti dia tumbuh tidak percaya diri, merasa hancur lahir batin. Maka hidupnya, akan penuh pesimisme penuh prasangka penuh pikiran negatif.

 

Tiap tahun baru, segudang rencana baik bergelut melawan prasangka buruk.

Hingga akhirnya tidak mampu berbuat apa-apa. Niat baik terus-menerus hanya sebatas rencana, tanpa aksi nyata. Akibat terlalu banyak prasangka.

 

Ketahuilah di tahun ini. Prasangka buruk sama sekali tidak pantas dijadikan amunisi untuk "menembak jatuh" diri sendiri atau orang lain. Dalam bingkai yang lebih besar, negara dan solidaritas sosial itu pasti hancur jika dikotori oleh prasangka buruk. Bahkan tidak ada peradaban baik yang dibangun oleh prasangka buruk. Apapun namanya, kebersamaan, kekeluargaan, pertemanan terlalu mudah hancur bila orang-orang yang membangunnya, di saat yang sama menggerogotinya dengan prasangka buruk.

 

Amanah, kekuasaan, rencana baik dan apapun namanya. Adalah mandat yang diberikan kepada manusia atas dasar rasa saling percaya, bukan rasa saling curiga. Tidak akan pernah ada “kebaikan” yang maslahat bila dihadirkan dari “prasangka buruk”.

 

Segudang rencana versus segudang prasangka.

Katanya, rencana baik pasti tercapai bila mau dilakukan tanpa prasangka. Katanya, musuh besar rencana baik itu prasangka buruk. Maka sederhana saja, bangunlah prasangka baik dalam hal apapun. Karena hanya prasangka baik dan pikiran positif yang bisa memberikan maslahat dan kebaikan.

 

Adalah omong kosong, kemenangan dan harapan bisa terealisasi di tahun 2019 bila moralitasnya penuh dengan prasangka, pikirannya negatif dan penuh curiga.

 

Manusia adalah “raja” atas pikirannya sendiri, raja rencana dan prasangkanya sendiri. Jadi tinggal pilih, mau berpikir positif atau negatif. Mau optimis atau pesimis dalam hidupnya. Kita sering lupa, “raja” yang baik itu harus berani memilih respon positif, meski di lingkungan paling buruk sekalipun.

 

Rencana baik itu hanya butuh ikhtiar dan doa. Tapi prasangka hanya butuh rasa curiga dan pesimisme. Maka hikmah tahun baru yang selalu berulang setiap tahun sangat sederhana. Apakah umur yang sudah dijatah Allah SWT menjadikan kita “defisit – rugi” atau “profit – untung”.

 

Tahun baru selalu datang. Tahun depan pun ada tahun baru lagi.

Segudang rencan pun selalu “berkelahi” dengan segudang prasangka. Maka akhirnya, banyak orang “jalan di tempat”. Waktu berganti, tapi dia tidak kemana-mana; hanya begini-begini saja atau begitu-begitu terus. Tahun baru itu butuh eksekusi bukan diskusi apalagi ekspektasi.

 

Jadi apa artinya tahun baru?

Sederhana. Jadilah pribadi yang lebih senang menilai diri sendiri ketimbang memvonis orang lain. Karena yang tampak indah itu tidak selalu indah dan yang tampak buruk tidak selalu buruk.

 

Maka rencana baik tidak lagi berkelahi dengan prasangka buruk.

Ketika tahun baru tiba, kita lebih berani untuk "memberi" kebaikan sebagai awal untuk "menerima" keberkahan sebagai karunia Allah SWT.... #TGS #SelamatTahun2019

Ikuti tulisan menarik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu