x

Iklan

Hamzah Zhafiri Dicky

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengantisipasi Bertambahnya Hotel di Kota Yogyakarta

Moratorium pemberian izin pembangunan hotel dicabut oleh Pemkot Yogyakarta, namun terbatas untuk hotel bintang empat dan lima.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di awal tahun 2019, Pemkot Yogyakarta mencabut moratorium pemberian izin pembangunan hotel baru. Namun, pencabutan ini hanya berlaku untuk hotel bintang empat dan lima, selain itu tidak. Artinya, di tahun 2019 ini, hotel berbintang empat dan lima akan kembali mengisi ruang-ruang Kota Yogyakarta.

Seperti yang telah diketahui bersama, maraknya pembangunan hotel di Yogyakarta memang sudah disoroti sejak lama. Pembangunan yang seolah tidak terkendal ini tentu mendapat banyak kecaman dari warga, karena menimbulkan berbagai masalah sosial dan lingkungan. Dari segi sosial, warga takut dengan potensi kegiatan asusila yang mungkin terjadi di daerah hotel dan sekitarnya. Dari segi lingkungan, hotel seringkali menyedot air tanah untuk keperluannya, membuat sumur-sumur warga sekitar menjadi kering.

Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta pun disorot keras atas hal ini. Dalam hal ini mungkin Pemkot mengalami dilema. Di satu sisi pemberian izin hotel dan pajak yang menyertainya menjadi salah satu sumber pendapatan Pemkot. Di sisi lain, tekanan warga pun makin kuat karena dampak sosial dan lingkungan akibat keberadaan hotel makin terasa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Akhirnya, Pemkot pun mengeluarkan moratorium alias penghentian sementara dalam mengeluarkan izin pembangunan hotel sejak tahun 2014. Moratorium ini berlaku hinggal 2016, yang kemudian diperpanjang sampai tahun 2018. Pada akhirnya, moratorium ini dicabut pada tahun 2019, namun hanya untuk hotel bintang empat dan lima.

Pencabutan moratorium ini pun disertai dengan berbagai alasan. Pertama, kebutuhan penginapan bagi wisatawan makin bertambah. Pada musim natal dan tahun baru, semua hotel menjadi penuh, bahkan SPBU menjadi tempat parkir bagi wisatawan yang tidak mendapat penginapan. Kedua, pemkot berharap Kota Yogyakarta mendapat pemasukan dari pariwisata, terutama dari adanya hotel yang digunakan wisatawan untuk menginap. Selama ini banyak wisatawan yang ingin menginap di hotel kota, namun jika penuh, akhirnya hotel di kabupaten sekitar kota jadi pilihan. Harapannya dengan begini, pendapatan Kota Yogyakarta dari pariwisata bertambah.

Keinginan Pemkot memang dapat dipahami. Sebagai sebuah kota di tengah-tengah Daerah Istimewa Yogyakarta yang wilayahnya tidak luas, tentu pendapatan asli daerahnya tidak seberapa banyak. Salah satu sumber pendapatan yang besar tentu saja adalah pemberian izin pembangunan hotel dan pajak atas hotel tersebut.

Berdasarkan data Pemerintah Kota Yogyakarta, tercatat ada 624 hotel di kota ini. Hotel berbintang 5 ada 4, hotel berbintang 4 ada 14, hotel berbintang 3 ada 30, hotel berbintang 2 ada 19, dan hotel berbintang 1 ada 19. Sedangkan hotel melati 3 ada 29, melati 2 ada 43, melati 1 ada 314, dan losmen ada 152.

Untuk menjawab isu kekeringan, Pemkot mensyaratkan bahwa hotel yang baru dibangun harus menerima air dari PDAm, bukan dari sumber lain. Namun, seperti apa bentuk pengawasan atas regulasi inim sanksi seperti apa yang akan dikenakan jika ada yang melanggar, dan bagaimana menjawab isu sosial dengan warga, belum ada penjelasan lengkap.

Seiring dengan pencabutan moratorium ini, tincggal menunggu waktu adanya pembangunan hotel berbintang empat dan lima baru di Kota Yogyakarta. Jika belum, bisa jadi moratorium kembali dicabut untuk hotel berbintang tiga ke bawah.

Kemungkinan besar memang investasi di bidang perhotelan akan terus tumbuh di Yogyakarta. Hal ini sejalan dengan akan berdiri dan beroperasinya Bandara NYIA Kulon Progo. Jumlah wisatawan lokal dan internasional akan bertambah dengan cepat. Tidak mengherankan bahwa investasi di bidang pariwisata akan juga ikut bertambah untuk meraup potensi kue ekonomi ini.

Pada akhirnya yang patut dipertanyakan adalah, bagaimana tepatnya hal ini akan berkorelasi positif dengan masyarakat Yogyakarta. Apakah membludaknya pariwisata dapat membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat luas, atau hanya akan dinikmati segelintir pengusaha elit saja.

Dalam hal ini, pemerintah daerah, baik pemprov, pemkot, maupun pemkab, harusnya sudah mulai memikirkan bagaimana membagi kue ekonomi ini pada rakyat kecil. Dibukanya berbagai macam investasi di bidang pariwisata harus dilengkapi regulasi untuk menyerap tenaga kerja lokal. Di sisi lain, dampak lingkungan juga harus menjadi sorotan. Bisakah kemudian investasi pembangunan sarana pariwisata tetap ramah lingkungan dan tidak mengancam sumber-sumber air bersih.

Kegelisahan ini turut dirasakan oleh salah seorang tokoh di Yogyakarta. Beliau adalah Bambang Soepijanto, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD DIY). Baginya, kesejahteraan rakyat kecil adalah yang utama. Maka itu, penting menurutnya untuk mengembangkan UMKM rakyat Yogyakarta. Bahkan jika hotel dibangun pun, harus ada kebermanfaatan bagi UMKM di sana.

Sebagai mantan Dirjen Planologi Kehutanan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Soepijanto juga menyorot bencana kekeringan yang sering terjadi di Yogyakarta. Sejumlah kekeringan memang masih sering terjadi di Sleman dan Kulon Progo. Apakah kemudian Kota Yogyakarta bisa juga mengalami kekeringan, itu bisa saja terjadi, jika kemudian pembangunan hotel menyedot air tanah secara berlebihan. Bisa saja kemudian sumur-sumur warga mengalami kekeringan kembali.

Pada akhirnya , Bambang Soepijanto pun sangat menyayangkan jika pembangunan hotel disemarakan kembali, tanpa melibatkan partisipasi rakyat dan UMKM. Keuntungan hanya dirasakan oleh sebagian kecil elit, dan rakyat kecil kebagian kekeringannya saja. Jika memang hotel akan kembali dibangun di Yogyakarta, kebermanfaatannya bagi masyarakat lokal harus dirasakan. Dan regulasi untuk meminimalisir dampak lingkungannya harus dibuat dan diawasi betul.

Ikuti tulisan menarik Hamzah Zhafiri Dicky lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler