x

Iklan

Hamidulloh Ibda

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Penguatan Dolanan Nusantara untuk Memajukan Kebudayaan

Penguatan Dolanan Nusantara untuk Memajukan Kebudayaan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai bangsa yang kaya budaya, seni, dan kearifan lokal, Indonesia memiliki banyak khazanah dolanan (permainan) tradisional yang dapat menguatkan pendidikan. Masalahnya, di era Revolusi Industri 4.0 ini, eksistensi dolanan itu mulai punah, hilang, dan banyak anak-anak khususnya usia SD/MI tidak mengenalnya. Padahal, dalam permainan tradisional khas Nusantara sarat akan nilai-nilai, karakter, kearifan yang dapat menguatkan pendidikan.

 

Permainan anak di wilayah Indonesia sangat melimpah dan menjadi bagian dari khazanah budaya. Lebih dari tiga puluh permainan Nusantara kita miliki. Sepertigobag sodor, petak umpet, engklek, bentik, dakon (congklak), egrang, lompat tali, lempar batu, ular naga, layang-layang, kotak pos, gundu (kelereng), cublak-cublak suweng, sepak sekong, gasingan, boi-boinan, bentengan, gasingan, gatrik, kasti, balap karung, masak-masakan, rangku alu, paraga, tengklek, kucing-kucingan, pletokan, polisi-polisinan, wong-wongan, setan-setanan, perang-perangan, tembak-tembakan, barongan, wayangan, kekean, kapal-kapalan, dan lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Jika digali lagi, hampir tiap daerah memiliki puluhan permainan tradisional yang kini mulai tidak dikenal bahkan punah. Hal itu karena gempuran globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat di era Revolusi Industri 4.0 ini. Jika dibiarkan, akan mencerabut kekayaan budaya kita. Meski dalam prinsipnya, kita tidak boleh menolak perubahan, namun harus menjaga budaya dan kesenian termasuk permainan tradisional kita.

 

Menempatkan Games Online

Games online tidak bisa ditolak, namun harus ditempatkan pada tempatnya. Dalam sejarahnya, permainan online muncul berbarengan dengan perkembangan internet di Indonesia. Ketika muncul jaringan komputer berbasis paket (packet based computer networking), jaringan komputer tidak hanya sebatas Local  Area  Network (LAN), Wide  Area Network (WAN)  menjadi  internet pada 1970 menjadi awal lahirnya games online (Ermilasari, 2019: 5).

 

Cepatnya games online berawal dari single players  game dan multiplayers  game, kini di era Revolusi Industri 4.0 sudah tersambung internet dan berbasis aplikasi. Awalnya, games online diperuntukkan simulasi perang, pesawat, atau militer yang kemudian dikomersilkan hingga kini. Bahkan, Tomafi (2018) menemukan, games onlines dikembangkan untuk kepentingan terorisme karena menjadi alat komunikasi yang sudah dideteksi. Kita tentu ingat temuan game Pokemon Go yang jelas digunakan untuk kepentingan jahat yang merugikan bangsa ini.

 

Dengan gempuran teknologi yang rentan disalahgunakan, permainan tradisional urgen dikuatkan kembali agar anak-anak kita tidak menjadi korban. Meski games hanya alat bukan tujuan, namun dampak negatifnya harus diminimalkan bahkan harus dimanfaatkan untuk menguatkan pendidikan sekaligus memajukan kebudayaan.

 

Permainan manual dan digital hanyalah alat yang dinikmati anak-anak. Sebagai manusia yang masih labil, anak-anak harus diarahkan dan diberi konsumsi permainan yang edukatif, berisi karakter, dan mengandung asupan budaya yang membangun nasionalisme. Dalam konteks ini, permainan tradisional tentu lebih baik daripada games online.

 

Memajukan Dolanan Tradisional

Permainan tradisional menjadi salah satu bentuk kebudayaan yang strategis untuk menguatkan pendidikan. Ada beberapa formula yang dapat dilakukan. Pertama, integrasi paradigma games online yang di dalamnya ada permainan tradisional. Hal ini dapat dimasukkan dalam mobile learning media berbasis siber dan aplikasi. Inilah yang biasa disebut “game edukasi” yang mengutamakan aspek pendidikannya daripada permainannya.

 

Kedua,permainan tradisional harus menjadi paradigma pembelajaran untuk membentuk jiwa nasionalis, religious, gotong-royong yang menerima perubahan zaman. Sebab, Milovich (2013) berpendapat kecerdasan budaya tidak bersifat innate (bawaan lahir) namun keadaan ini bisa dibentuk. Untuk menanamkan nilai-nilai budaya pada siswa dapat dilakukan dengan menguatkan pendidikan dengan permainan tradisional.

 

Ketiga, meskipun permainan tradisional dapat dimasukkan ke dalam aplikasi, namun tidak semuanya mengajarkan anak mendapatkan pengalaman langsung. Artinya, permainan tradisional secara praktik harus dilakukan dalam pembelajaran sebagai sebuah pendekatan atau model yang dapat dimasukkan ke semua mata pelajaran. Keempat, penguatan pendidikan menjadi kunci memajukan kebudayaan. Untuk itu, kecerdasan budaya harus melekat ke dalam pembelajaran.

 

Menurut Dyne (2005), ada empat faktor penunjang kecerdasan budaya, yaitu motivasi, pengetahuan, strategi, dan aksi. Motivasi, pengetahuan, strategi, dan aksi tentu melekat pada setiap permainan tradisional anak.

 

Kelima, perlu kebijakan strategis dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, atau sekolah yang menjadikan lima sampai sepuluh permainan khas daerah masing-masing sebagai permainan tradisional wajib yang harus diterapkan di semua sekolah. Jika sudah menjadi kebijakan, maka semua sekolah akan menerapkannya.

 

Keenam, sinergitas antara dinas, sekolah, dan guru sebagai elemen pendukung dalam menguatkan pendidikan dan memajukan kebudayaan melalui implementasi permainan tradisional di sekolah. Artinya, tugas menguatkan pendidikan dengan memanfaatkan permainan tradisional tidak hanya tugas guru, namun juga orangtua dan pelaku kebudayaan seperti Dewan Kesenian Daerah, komunitas budaya, dan juga masyarakat.

 

Maju dan mundurnya kebudayaan nasional sangat ditentukan kebudayaan lokal. Salah satu bentuknya adalah permainan tradisional yang turun-temurun menjadi harta karun bangsa ini. Di dalam permainan tradisional, tidak sekadar permainan, iseng, main-main, di dalamnya terdapat karakter tegas, bertanggungjawab, kerjasama, peduli lingkungan, peduli sosial dan lainnya yang sesuai dengan amanat Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).

 

Sudah saatnya permainan tradisional menjadi garapan serius untuk menguatkan pendidikan sebagai wahana memajukan kebudayaan. Banyak cara untuk memajukan kebudayaan, salah satunya melalui permainan tradisional. Mengapa? Karena hanya bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa seperti permainan tradisional. Jadi, kapan kita menguatkan pendidikan melalui permainan tradisional khas Nusantara?

-Hamidulloh Ibda, Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) STAINU Temanggung

Ikuti tulisan menarik Hamidulloh Ibda lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler