x

Iklan

Yuliana Dina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Misteri Polisi Dukung Pemenangan Jokowi

Isu keterlibatan polisi dalam pemenangan capres petahana Joko Widodo makin hari makin marak saja

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Isu keterlibatan polisi dalam pemenangan capres petahana Joko Widodo makin hari makin marak saja. Berulang-ulang Polri membantah, tapi berulang-ulang pula tersiar kejadian-kejadian aneh yang membuat kita geleng-geleng kepala.

Mulai dari viralnya aksi dua polisi yang memandu emak-emak untuk mengucapkan terima kasih pada Jokowi atas bantuan sosial, berikut yel-yel: Jokowi yes yes yes. Hingga isu aparat polisi membentuk 100 buzzer di setiap Polres.

Pengerahan aparat polisi ini agaknya bukan omong kosong. Mantan Kapolsek Pasirwangi Garut AKP Sulman Azis mengaku diperintah Kapolres Kabupaten Garut untuk menggalang dukungan dari masyarakat agar memilih Jokowi-Ma'ruf. Perintah serupa juga diberikan kepada Kapolsek lain di wilayah Kabupaten Garut. Konon apabila Jokowi-Ma'ruf kalah di wilayahnya, ada ancaman mutasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ini sebenarnya cuma punyak gunung es. Dulu publik juga dihebohkaan terkait rumor isi pertemuan Gubernur Papua Lukas Enembe dengan Kepala BIN, Budi Gunawan; Kapolri Tito Karnavian; dan eks Kapolda Papua Paulus Waterpauw. Tempatnya di rumah Budi Gunawan. Tersiar kabar Lukas dipaksa menandatangani klausul khusus dalam pertemuan itu. Dua poin diantaranya adalah memenangkan Jokowi dan PDIP dalam pemilu 2019. Padahal Lukas Enembe nyata-nyata adalah kader Partai Demokrat.

Boleh jadi Jokowi sebenarnya tidak tahu menahu dengan kejadian-kejadian ini. Bisa saja ada institusi gelap yang menggerakkan polisi untuk mendukung Jokowi. Ada aktor-aktor jahat yang menjadikan polisi sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan.

Apapun yang terjadi di sisi tergelap tersebut hal ini sejatinya menandakan telah terjadi krisis demokrasi di Indonesia. Ada krisis kepercayaan kepada intitusi polisi.

Indonesia patut berduka pasalnya sudah dua dekade negeri ini melakukan gerakan reformasi polisi. Aparat keamanan negara itu dicabut dari politik praktis dan politik partisan. Ketidaknetralan polisi dalam pemilu yang marak terjadi sebelum reformasi dihentikan.

Dan barangkali yang paling bersedih atas krisis ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bagaimanapun SBY adalah pelaku utama reformasi TNI dan Polri. Ketika SBY menjabat Presiden RI ke-6, dengan dukungan penuh Partai Demokrat, ia secara konsisten dan konsekuen meneruskan reformasi polisi.

Sewaktu SBY menjadi orang nomor satu di Indonesia, publik sudah kenyang dengan instrusikan SBY agar  TNI, Polri dan BIN netral alias tidak ikut main politik kekuasaan. Pileg itu urusan parpol dengan rakyat. Pilkada dan Pilpres adalah urusan paslon dengan rakyat. TNI, Polri dan BIN jangan sampai ikut campur untuk melanggengkan kekuasaan.

Dan semua ini dilakukan SBY sesuai dengan filosofi: kesatuan kata dan tindakan. Makanya ketidaknetralan polisi tidak pernah menjadi isu besar sepanjang partai Demokrat menjadi the rulling party.

Hari ini sudah saatnya bangsa Indonesia melakukan evaluasi, berbenah diri. Pemilu adalah satu agenda besar untuk melanjutkan atau mematahkan reformasi polisi. Sudah selayaknya kita berpartisipasi dengan memilih sosok dan parpol yang serius berkomitmen untuk memastikan polisi terus melangkah di jalan darmanya. Dan Demokrat beserta kader-kadernya bisa menjadi satu pilihan yang sesuai akal sehat untuk dijadikan tumpuan atas harapan ini.

Ikuti tulisan menarik Yuliana Dina lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB