x

Iklan

Bhinuka Anandani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Mei 2019

Senin, 13 Mei 2019 16:55 WIB

Tradisi Nyadran, Perlukah Dilestarikan?

Tradisi nyadran adalah salah satu tradisi yang masih dilakukan hingga saat ini. Namun dalam perkembangannya ada yang menolak adanya tradisi nyadran karena dianggap masih mengandung unsur dinamisme yang diharamkan oleh agama Islam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di tengah-tengah perkembangan zaman yang serba modern ini pastilah kita semua mengalami dampak yang namanya globalisasi. Pengaruh globalisasi ini membuat dunia seakan berada di dalam genggaman kita. Bagaimana tidak, semua informasi yang ada di belahan dunia ini dapat kita akses dengan mudah. Kita dapat mengetahui segala hal yang ada di dunia ini mulai dari gaya hidup, budaya dan lain sebagainya. Maka tak jarang generasi muda saat ini cenderung menirukan gaya hidup budaya luar untuk sekedar menutupi rasa gengsi karena takut dianggap ketinggalan jaman. Budaya sendiri tak lagi dihiraukan, bahkan mungkin dilupakan. Sangat sayang, budaya Indonesia yang sangat terkenal dengan keindahan dan keanekaragamannya di mata dunia seharusnya membuat kita lebih bangga memilikinya. Salah satu budaya/tradisi yang masih berkembang di Indonesia adalah tradisi “nyadran”. Tradisi ini berasal dari daerah Trenggalek yang biasanya diperingati pada hari Jum’at  Kliwon  bulan  Selo  atau  bulan  Jawa. Tradisi ini dilakukan sebagai simbol perwujudan agar kehidupan warga Trenggalek gemah ripah loh jinawi (subur, makmur dan sejahtera).

Namun tradisi ini ternyata juga menyimpan banyak kontroversi salah satunya tradisi “nyadran” yang dianggap masih mengandung unsur dinamisme dalam tata cara ritual maupun serangkaian acara perayaannya. Lantas apakah tradisi ini masih perlu untuk kita lestarikan? Atau justru harus kita tinggalkan karena dianggap menyeleweng dari ajaran agama? Untuk menjawab hal ini maka kita harus terlebih dahulu mengetahui bagaimana proses dari tradisi nyadran itu sendiri, apa saja nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya, serta apa maksud dan tujuan dari diadakannya prosesi nyadran ini.

PROSESI NYADRAN

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Prosesi adat nyadran sendiri diawali dengan penyembelihan kerbau yang kemudian diambil kepala, kulit beserta tulangnya. Setelah prosesi penyembelihan kerbau selesai, prosesi selanjutnya adalah pemberian sesajen yang biasanya dilakukan oleh dalang ketika ruwatan. Perlengkapan sesajen tersebut diantaranya adalah nasi tumpeng yang melambangkan kesuburan, kemakmuran, dan kesejahteraan (harapan), ayam ingkung sebagai wujud rasa tunduk dan pasrah terhadap Tuhan yang Maha Esa, bunga sekar setaman sebagai simbol keharuman (diharapkan manusia dapat menjaga “keharuman” di dalam dirinya, jenang abang putih yang melambangkan sikap hormat kepada orang yang lebih tua, pisang raja sebagai simbol raja yang adil dan bijaksana kita sebagai manusia diharapkan memiliki kedua sifat tersebut, degan (kelapa muda) sebagai lambang pengharapan agar kita mampu berdiri sendiri dalam mencari rezeki, wedang kopi dan wedang susu melambangkan rasa persaudaraan (berbeda tapi tetap saling menghargai), jajanan pasar sebagai simbol tercukupinya kebutuhan manusia yang beranekaragam, wajik yang memiliki makna agar hubungan kita dengan keluarga kita yang sudah meninggal semakin erat, kue cucur dan jadah melambangkan persatuan, kerja sama dan gotong royong, daun tawa memiliki makana agar kita senantiasa bersikap dan berfikir dengan baik, daun dadap memiliki makna agar manusia dapat berfikir dengan tenang dalam menghadapi suatu masalah, serta becer kambing yang melambangkan alam tempat dimana kita menjalani kehidupan. Setelah acara sesajen akan dilakukan doa bersama di makam Minak Sopal sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya. Setelah prosesi doa, iring-iringan bupati dan para warga akan meninggalkan makam dan menuju dam bagong untuk melakukan prosesi larung, dimana akan dilakukan pelemparan kepala, kulit serta tulang kerbau ke dalam sungai. Biasanya, banyak warga akan memperebutkan bagian tubuh kerbau tersebut karena adanya anggapan bahwa siapa yang bisa mendapatkan kepala kerbau akan memperoleh berkah dalam hidupnya. Setelah acara larung selesai dilakukan, para warga akan makan bersama dengan menu daging kerbau yang telah dimasak sebelumnya, selain itu menu makanan yang  dipersiapkan juga berupa nasi gurih beserta lauknya. Setelah prosesi makan bersama selesai, prosesi selanjutnya adalah prosesi puncak yang akan ditutup dengan acara ruwatan wayang kulit semalam suntuk.

TUJUAN ADAT NYADRAN

Gotong royong yang biasanya dilakukan oleh warga dalam mencari perlengkapan apa saja yang akan digunakan dalam prosesi upacara adat nyadran  ini secara tidak langsung membuat hubungan antar masyarakat menjadi lebih akrab serta lebih mempererat hubungan silaturahmi antar masyarakat. Selain itu nyadran juga dianggap oleh sebagian besar warga masyarakat Trenggalek  sebagai salah satu wujud rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa sekaligus sebagai wujud terima kasih atas jasa Minak Sopal yang telah membangun Dam Bagong sebagai sumber pengairan bagi sawah-sawah para petani yang ada di Trenggalek kala itu sehingga para petani tidak perlu khawatir lagi apabila sawahnya akan kekurangan air. Hal inilah yang secara otomatis membuat pendapatan para petani di kota Trenggalek kala itu semakin meningkat.

Yang menjadi kontroversi dari tradisi  nyadran ini adalah tata cara upacara adat nyadran yang dianggap oleh sebagian oknum sebagai tindakan yang musyrik dan itu berarti haram dilakukan oleh umat Islam.  Mengapa demikian? hal ini dikarenakan nyadran masih menggunakan ritual agama Hindu dalam tata cara prosesi adatnya. Sehingga untuk mengatasi hal ini, nama “Nyadran Bagong” kini diganti dengan “Peringatan Dam Bagong” ini bertujuan agar masyarakat tidak lagi salah persepsi, dan lebih mengerti bahwa prosesi adat ini hanyalah sebatas tradisi dimana tujuannya sebenarnya juga baik namun hanya tata caranya saja yang sedikit bertentangan dengan keimanan kita mengingat nyadran merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang.

Lantas bagaimanakah tindakan kita mengenai hal ini? Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi nyadran harus kita lestarikan, ini karena tradisi merupakan warisan dari nenek moyang, peninggalan yang bersejarah, yang mencerminkan keunikan dan identitas di setiap daerah, lebih-lebih bangsa kita sendiri pun juga telah dikenal dengan keanekaragaman budayanya, jadi sebisa mungkin kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus bisa melestarikan kekayaan-kekayaan budaya kita ini. Selain itu dengan tetap dipertahankannya tradisi nyadran ini dapat memberikan manfaat antara lain terciptanya kerukunan dan kebersamaan antar warga masyarakat serta dapat dijadikan sarana promosi/objek wisata yang dapat menguntungkan negara.

Ikuti tulisan menarik Bhinuka Anandani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler