x

Iklan

Daeng

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 16 Juli 2019 02:55 WIB

Pentingnya Kedewasaan Berdemokrasi untuk Kemenangan Bersama!

Marilah kita rajut kembali persaudaraan bangsa ini dari goresan-goresan hajatan demokrasi. Kedamaian negeri ini menjadi kepentingan bersama dan semua komponen masyarakat untuk menjaganya bukan malah memanas - manaskan suasana yang sudah tenteram ini dengan postingan atau ajakan provokatif yang dapat merugikan masyarakat, bangsa dan Negara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hajatan besar demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April 2019 memiliki rentetan peristiwa. Pemilu dimulai masa pencalonan, kampanye, pencoblosan, rekapitulasi suara dan penetapan calon terpilih. Pemilu kali ini memang cukup kompleks, karena sistem pemilu serentak antara pemilihan Calon Presiden-Wakil Presiden dan para Calon Legislator diberbagai tingkatan.

Waktu pencoblosan juga diisukan dengan adanya kecurangan-kecurangan di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Isu-isu ini membuat para pendukung kontestan Pemilu cukup tegang dan semua saling mencurigai. Disisi lain para petugas penyelengara Pemilu banyak yang kelelahan bahkan berujung maut. Jumlah ratusan petugas Pemilu yang meninggalpun digoreng menjadi isu-isu negatif untuk memecah-belah rakyat.

Bergulir kemasa rekapitulasi bertahap mulai dari kecamatan, kabupaten, provinsi sampai kepusat cukup tegang dengan ada pihak yang sengaja mosi tidak percaya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mosi tidak percaya KPU sudah digoreng sejak KPU menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan isu adanya pemilih ganda. Diperhitungan suara KPU dituduh melakukan kecurangan yang merugikan salah satu kontestan Pemilu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

21 Mei 2019 rekapitulasi hasil Pemilu selesai. Dari rekapitulasi menghasilkan siapa yang layak jadi pemenang. Tapi ironinya ada tokoh-tokoh yang menyerukan demostrasi melawan ketidakadilan. Seruan ada yang mengatasnamakan people power. Glagat people power tercium kearah makar. Kemudian banyak tokoh yang menyerukan diamankan aparat. Tidak berhenti disitu tokoh people power mencabutnya dengan gerakan kedaulatan rakyat.

Apapun dalihnya para tokoh yang tidak menerima kekalahan ini menujukkan ketidakdewasaan berdemokrasi. Provokasi untuk menurunkan massa menjadi nyata. Mulai 21-22 Mei 2019 masa demo mengepung Kantor Bawaslu Pusat. Pendemo awal-awal seolah damai pas waktu menjalankan puasa, tetapi setelah sholat tarawih dua malam ini pendemo membuat kerusuhan dan menyerang aparat. Banyak korban terluka, ada yang meninggal, ada yang ditahan aparat untuk pengamanan. Sungguh memprihatinkan melihat situasi ini.

Pemilu 2019 yang mempertemukan kompetisi Pak Jokowi dan Pak Prabowo yang kedua kalinya. Jadi Pemilu kali ini memang cukup panas dan memprihatinkan. Banyak para pendukung buta hati membela jagoannya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi seharusnya menyadarkan para peserta demokrasi untuk bersikap dewasa dalam menyikapi hasil Pemilu. Bangsa ini lebih penting daripada kepentingan segelintir orang yang tidak terima kekalahan.

Adnan Buyung Nasution dalam bukunya “Demokrasi Konstitusional” mencoba memandang demokrasi dari perspektif hukum. Aspek ini menjadi sangat penting mengingat fungsi hukum sebagai jalan tengah atau jangkar supaya tidak terjadi kekacauan (chaos) di dalam masyarakat.

Menurut Adnan, demokrasi bukan hanya sekedar cara, alat, atau proses melainkan juga nilai-nilai atau norma yang harus menjiwai keseluruhan proses bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Marilah kita rajut kembali persaudaraan bangsa ini dari goresan-goresan hajatan demokrasi. Kedamaian negeri ini menjadi kepentingan bersama dan semua komponen masyarakat untuk menjaganya bukan malah memanas - manaskan suasana yang sudah tenteram ini dengan postingan atau ajakan provokatif yang dapat merugikan masyarakat, bangsa dan Negara.

Ikuti tulisan menarik Daeng lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler