x

Iklan

Muhammad Itsbatun Najih

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 9 September 2019 07:13 WIB

Dengan HOTS Memberangus Hoaks

Buku menyorongkan corak baru dan terbilang urgen di ranah pembelajaran sebagai konsekuensi menghadapi era revolusi industri 4.0/revolusi digital. Lebih-lebih efektif membendung sebaran hoaks yang kian mewabah seperti hari ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Eksis di dunia maya tidak sepenuhnya menghadirkan imbas positif. Justru, ujaran kebencian dan kabar bohong alias hoaks terus-menerus menghunjam para pemakai gawai. Kian mengkhawatirkan saat pengguna media sosial tidak bisa membedakan antara informasi sahih dan tidak. Semua paparan informasi apa pun di layar gawai, nyaris teranggap benar.

Fenomena banjir informasi di era digital macam sekarang, mengandaikan saban orang memerlukan sikap kritisisme; semacam seperangkat pengetahuan dan praktik untuk menelaah ulang dan tidak buru-buru mengaminkan sebuah informasi. Lebih-lebih hal ini dialamatkan kepada kawula muda, generasi anak-anak sekolah; yang hampir-hampir kesemuanya telah memiliki ponsel pintar (smart phone).

Secara tidak langsung, tapi boleh jadi cara ampuh, buku ini mendedahkan alternatif memberangus hoaks. Menujukan untuk para guru agar diajarkan kepada anak didik. Sekolah teranggap masih menjadi sarana efektif untuk memulai atas apa saja berkait pembentukan mental dan lebih-lebih berpikir kritis. Kini, peserta didik berjumlah jutaan; dan mereka terlalu aktif serta reaktif atas segala hal untuk kemudian dikomentari dan dibagikan (sharing).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ditilik mendalam, pergaulan kaum pelajar di media sosial tampak begitu riuh tapi nirfaedah. Padahal, bila kecakapan nalar mereka terasah, bukan tidak mungkin justru menjadi modal berharga sebagai investasi masa depan Indonesia yang lebih baik. Dengan kata lain, kecakapan berpikir kritis melahirkan pembentukan mental dan nalar yang lebih mapan. Sehingga, mereka sejak muda telah dimampukan untuk mengeksplorasi sebuah wawasan-pengetahuan.

Sedangkan, apa yang tersaji dalam lanskap interaksi anak-anak sekolah hari ini adalah disparitas yang kian menganga antara kehidupan literasi di sekolah pada satu sisi, dan kehidupan pasca sekolah; di rumah dan pergaulan sosial. Nyaris tiada kesinambungan untuk bias teraplikasikan antara diktum-diktum pengetahuan yang diajarkan dengan realitas keseharian.

Boleh jadi, musabab utama adalah ketiadaan kecakapan atau keterampilan peserta didik berpikir kritis. Pada pembelajaran konvensional, anak didik masih terjejali  metode hapalan dan doktrinasi. Pertanyaan begini dan jawaban harus begini. Keseragaman metode pembelajaran macam itu, bisa-bisa menumpulkan tumbuhkembang nalar. Karena itu, sudah waktunya metode penalaran pada anak didik menjadi corak baru pembelajaran.

Lantas, bersebutlah HOTS (Higher Order Thinking Skill) atau keterampilan berpikir kritis sebagai istilah formal. Melalui buku ini, HOTS lebih cepat-lebih baik ditibakan pada usia sekolah dasar dan berlanjut pada bangku sekolah menengah atas (SMA). Bila HOTS tersampaikan dengan sistematis, anak didik kita telah mempunyai pondasi kokoh untuk kemudian secara tepat dan benar dapat menempatkan masalah beserta langkah-langkah pemecahan.

 

Data buku:

Penulis: Dr. Helmawati

Penerbit: Rosda, Bandung

Cetakan: Pertama, Maret 2019

Tebal: 301 halaman

ISBN: 978-602-446-330-4

Loris Anderson, seorang pakar pendidikan, membabarkan struktur ranah kognitif secara ideal; memperbaiki teori penalaran-taksonomi ala Bloom. Oleh penulis buku, Helmawati, taksonomi Anderson cocok untuk peserta didik dalam era pendidikan abad ke-21 seperti hari ini. Selain “menganalisis”, taksonomi Anderson juga berlanjut pada tahapan “menilai” dan “berkreasi/menciptakan” (hlm: 78).

Kemampuan “menganalisis” sebagai bagian HOTS merinci dengan pertanyaan berkait: fungsi, asumsi, relevansi, dan motif. Sementara “menilai” mendefinisikannya berupa: konsistensi, validitas, dan kredibilitas. Sedangkan tahapan “berkreasi-mencipta”, berfokus pada pengajuan alternatif sebagai pembeda pemecahan masalah (problem solving). Dan, buku ini menawarkan cara-cara pengembangan keterampilan berpikir kritis untuk diterapkan pada semua mata pelajaran (hlm: 80).

Konsekuensi lanjutannya, berpikir metode HOTS juga diandaikan diterapkan pada kehidupan di luar jam sekolah, di area rumah dan lingkungan sosial. Lebih-lebih mampu dipraktikkan pada penggunaan media sosial dan aktivitas berinternet. Konklusinya, kawula muda sebagai pengguna aktif media sosial, akan lebih peka dan selektif  menjaring segala rupa informasi. Dengan kata lain, informasi yang berseliweran di jagat maya, mestilah diklarifikasi dahulu dengan menggunakan tahapan di atas.

Ada banyak rupa anasir positif yang bisa dimanfaatkan peserta didik ketika mereka mulai berpikir ala HOTS. Selain menjadikan lebih literat-kritis pada banjir informasi di dunia maya, HOTS juga sangat berfaedah meningkatkan kecepatan belajar. Belajar pun menjadi menyenangkan lantaraan HOTS antitesis kegiatan hapal-menghapal yang kerap membikin peserta didik jemu-jenuh belajar. Walhasil, praktikkan HOTS, maka hoaks akan turun.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Itsbatun Najih lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler