Isu pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi sebetulnya sudah mencuat sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Begitu pula revisi Undang-undang KPK. Rencana revisi itu sudah pernah muncul dalam Program Legislasi Nasional 2011 dan 2012, tapi kalangan aktivis antikorupsi mengkritiknya.
Di era Presiden Joko Widodo sempat pula muncul dalam Prolegnas 2015, tapi akhirnya terganjal juga oleh penolakan KPK dan penggiat antikorupsi. Nah, kini setelah Jokowi terpilih kembali, kenapa ia merestui pembahasan revisi UU KPK? Kenapa Presiden seakan tidak menghitung kemungkinan penolakan dari masyarakat?
Faktor konsolidasi politik
Pemerintah Jokowi terkesan terlalu percaya diri setelah melakukan konsolidasi politik pasca pemilu. Presiden Jokowi berhasil merangkul Prabowo Subianto, rivalnya dalam pemilihan presiden yang lalu. Partai politik juga berlomba-lomba merapat ke pemerintah.
Situasi itulah yang mungkin menyebabkan Jokowi terlena. Pemerintah mulai mengabaikan amanat reformasi dengan dalih untuk melancarkan investasi dan pembangunan. Presiden lalu merestui pengkerdilan Komisi Pemberantasan lewat revisi UU KPK. Apalagi semua partai politik kompat mendukung revisi undang-undang tersebut.
Masalahnya, pelemahan KPK hanya akan membuat para politikus dan elit penguasa leluasa melakukan korupsi atau menerima suap. Motif tak elok seperti ini mudah tercium oleh masyarakat. Presiden Jokowi semestinya tidak memberikan lampu hijau terhadap revisi UU KPK.
Sikap elite partai politik tak bisa menjadi pegangan karena belum tentu mencerminkan kepentingan publik. Mereka cenderung bersikap pragmatis. Partai politik terkesan hanya membutuhkan suara pemilih pada saat pemilu.
Guncangan demo milineal
Seperti ditulis dalam opini Majalah.Tempo edisi terakhir, gelombang demo kaum milenial sebenarnya mendobrak sistem politik kita yang memanjakan elite penguasa dan mengabaikan kepentingan khalayak. Mula-mula mereka memprotes Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang terlalu mengurusi privasi dan moral warga negara--masalah yang memang menyentuh langsung kepentingan generasi milenial. Tapi belakangan mahasiswa juga menyoroti revisi UU KPK.
Demonstrasi mahasiswa dan pelajar kali ini merupakan fenomena baru. Generasi milenial yang dikira apatis, ternyata cukup peduli terhadap urusan negara. Wajah mereka masih imut, poster yang mereka bawa pun lucu-lucu. Tapi, amat beresiko jika pemerintah meremehkan aspirasi mahasiswa dan pelajar. Apalagi, mereka mewakili kelompok umur 15--24 tahun yang mencapai 40 juta jiwa, termasuk kelompok besar dalam piramida kependudukan. ***
Baca juga: Ketika Pendemo Dihujani Gas Air Mata: Jokowi Mikir Konser, DPR pun Cuek
Ikuti tulisan menarik Y. Suprayogi lainnya di sini.