x

Puluhan aktivis yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi Kamisan ke-602 di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis 19 September 2019. JSKK menyampaikan kekhawatiran terhadap kondisi demokrasi di Indonesia saat ini. JSKK menyoroti masalah penyelesaian pelanggaran HAM, RUU KUHP yang disebut banyak mengandung pasal ngawur, hingga revisi UU KPK. TEMPO/Subekti.

Iklan

Y. Suprayogi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 September 2019

Selasa, 1 Oktober 2019 04:21 WIB

Inikah Penyebab Jokowi Tersandung Revisi UU KPK?

Revisi UU KPK sebelumnya sempat muncul dalam Prolegnas 2015, tapi akhirnya terganjal juga oleh penolakan KPK dan penggiat antikorupsi. Nah, kini setelah Jokowi terpilih kembali, kenapa ia merestui pembahasan revisi UU KPK?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Isu pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi sebetulnya sudah mencuat  sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Begitu pula  revisi Undang-undang KPK.  Rencana revisi itu sudah pernah muncul dalam Program Legislasi Nasional 2011 dan 2012, tapi kalangan aktivis antikorupsi mengkritiknya.

Di  era Presiden Joko Widodo sempat pula muncul dalam Prolegnas 2015, tapi akhirnya terganjal juga oleh penolakan KPK dan penggiat antikorupsi.  Nah, kini setelah Jokowi terpilih kembali, kenapa ia merestui pembahasan revisi UU KPK?  Kenapa Presiden seakan tidak menghitung kemungkinan penolakan dari masyarakat?

Faktor konsolidasi  politik
Pemerintah Jokowi terkesan terlalu  percaya diri setelah melakukan konsolidasi politik pasca pemilu.  Presiden  Jokowi  berhasil merangkul Prabowo Subianto, rivalnya dalam pemilihan presiden yang lalu.  Partai politik  juga berlomba-lomba merapat ke pemerintah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Situasi itulah yang mungkin menyebabkan Jokowi terlena. Pemerintah mulai mengabaikan amanat reformasi dengan dalih untuk melancarkan investasi dan pembangunan.  Presiden   lalu merestui pengkerdilan Komisi Pemberantasan  lewat  revisi UU KPK. Apalagi semua partai politik kompat mendukung revisi undang-undang tersebut.

Masalahnya, pelemahan KPK  hanya akan membuat  para politikus dan elit penguasa leluasa melakukan korupsi atau menerima suap. Motif tak elok seperti ini mudah tercium oleh masyarakat.    Presiden Jokowi semestinya tidak memberikan lampu hijau terhadap revisi UU KPK.

Sikap elite partai politik tak bisa menjadi pegangan karena belum tentu mencerminkan kepentingan publik. Mereka cenderung bersikap pragmatis. Partai  politik terkesan hanya membutuhkan suara pemilih pada saat pemilu.

Guncangan demo milineal
Seperti ditulis dalam opini Majalah.Tempo edisi terakhir, gelombang  demo kaum milenial sebenarnya mendobrak sistem politik kita yang memanjakan elite penguasa dan mengabaikan kepentingan khalayak.  Mula-mula mereka  memprotes Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana  yang terlalu mengurusi privasi dan moral warga negara--masalah yang  memang menyentuh langsung kepentingan generasi milenial.  Tapi belakangan mahasiswa  juga menyoroti revisi UU KPK.

Demonstrasi  mahasiswa dan pelajar  kali ini merupakan  fenomena  baru. Generasi milenial yang dikira apatis, ternyata cukup peduli terhadap  urusan negara.  Wajah mereka masih imut, poster  yang mereka bawa pun lucu-lucu.  Tapi,  amat beresiko jika pemerintah meremehkan aspirasi  mahasiswa dan pelajar.  Apalagi, mereka mewakili kelompok umur 15--24 tahun yang mencapai 40 juta jiwa, termasuk kelompok besar dalam piramida kependudukan.  ***

Baca juga: Ketika Pendemo Dihujani Gas Air Mata: Jokowi Mikir Konser, DPR pun Cuek

Ikuti tulisan menarik Y. Suprayogi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler