Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan semestinya meniru cara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam mengurus anggaran daerah. Ahok berani mengungkapkan ke publik bila ada anggaran yang aneh. Masyarakat pun ramai-ramai ikut mengontrolnya.
Ahok juga melakukan sistem e-budgeting sekaligus menampilkan rancangan DKI sejak dini di situs apbd.jakarta.go.id. Kini situs ini hanya memuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang sudah disahkan. Ini berarti anggaran paling baru yang muncul adalah APBD 2019 yang telah sudah berjalan. Padahal menampilkan rancangan anggaran 2020 jauh lebih penting agar publik bisa ikut mencermatinya.
Mencegah anggaran siluman
Prinsip keterbukaan anggaran bisa mencegah anggaran siluman, baik yang dilakukan di awal proses maupun di akhir proses penganggaran. Dalam rancangan anggaran DKI 2016, misalnya pernah ditemukan anggaran siluman yang cukup besar. Banyak Satuan Kerja Perangkat Daerah mencantumkan anggaran tanpa nama kegiatan atau nomenklatur.
Modus itu merupakan cara paling kasar untuk menghambur-hamburkan duit daerah dan negara. Anggaran sudah dipatok, tapi kegiatannya baru dipikirkan nanti. Logikanya, kalau kegiatannya belum jelas kenapa dianggarkan?
Saat itu total anggaran tanpa nama kegiatan mencapai 1,88 trilun yang tersebar di beberapa SKPD. Dinas Pendidikan, misalnya memiliki total anggaran Rp 1,58 triliun. Dari jumlah itu hanya Rp 194 miliar yang memiliki nama kegiatan. Selebihnya, sekitar Rp 1,39 triliun, tidak ada nomenklaturnya.
Transparansi pembuatan anggaran juga mencegah pos anggaran yang kurang wajar. Dulu Ahok memangkas anggaran kegiatan tertentu bisa sampai 50 persen dari angka yang diusulkan SKPD.
Mengatasi tekanan DPRD
Proses pembuatan anggaran yang terbuka justru membantu Gubernur untuk menghadapi Dewan yang sering menginginkan anggaran yang aneh-aneh. Pada 2015, Ahok pernah mencoret anggaran pokok pikiran (pokir) yang diusulkan DPRD. Angkanya besar sekali, Rp 12 triliun.
Anggaran pokir adalah anggaran untuk sejumlah kegiatan yang diusulkan oleh anggota Dewan. Kegiatan ini untuk memenuhi aspirasi masyarkat yang dijaring oleh anggota DPRD. Tujuannya sebetulnya bagus. Hanya, banyak sekali kegiatan yang diusulkan tidak memiliki manfaat langsung bagi masyarakat dan terkesan sekedar membuang-buang duit.
Bahaya sikap tertutup
Sikap pemerintah DKI yang terkesan tertutup mengenai perencanaan anggaran justru mencurigakan. Publik akan gambang berprasangka buruk bahwa DPRD dan pemerintah saling menutupi pembuatan anggaran yag tak wajar. Gubernur Anies sebaiknya membeberkan saja rincian rancangan ke publik, jauh hari sebelum dibawa ke DPRD, sehingga masyarakat bisa ikut mengawasi. ***
Ikuti tulisan menarik Ratna Asri lainnya di sini.