x

Presiden Joko Widodo mengundang Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat 11 Oktober 2019. TEMPO/Subekti.

Iklan

Anas M

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 Oktober 2019

Sabtu, 12 Oktober 2019 12:13 WIB

Prabowo dan SBY Merapat ke Jokowi, Inilah Pemicu Mereka Kompak

Selama era reformasi mungkin baru kali ini, dukungan terhadap pemerintah amat solid nyaris tanpa oposisi. Fenomena ini menarik karena hampir semua kubu seolah melupakan dulu pertarungan dalam pemilu, dan berusaha masuk ke pemerintahan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjelang penyusunan kabinet Jokowi periode 2019-2024, lobi-lobi  politik semakin gencar. Presiden Jokowi tampaknya cukup serius  merangkul  kubu Prabowo, rivalnya dalam pemilu lalu.  Ia juga ingin menggandeng kubu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhyono.

Jokowi mengadakan pertemuan dengan SBY di  Istana Mereka, 10 Oktober lalu. Kesokan harinya, giliran Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang diundang ke Istana. Dari pemberitaan media massa, kemungkinan SBY menyodorkan putranya, Agus Yudhoyono, untuk masuk kabinet. Adapun  dari kubu Prabowo belum terlalu jelas, siapa yang  akan masuk ke pemerintahan  Jokowi.

Merapatnya SBY dan Prabowo  ke Istana tentu akan membikin pemerintah Jokowi periode kedua lebih kuat dari segi dukungan politik.  Ada tambahan kekuatan di luar partai-partai seperti  PDIP,  Golkar , Nasdem, PKB,  dan PPP, yang selama ini menyokong Jokowi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fenomena baru
Selama era reformasi mungkin baru kali ini, dukungan terhadap pemerintah amat solid  nyaris tanpa oposisi.  Fenomena ini menarik karena hampir semua kubu seolah melupakan dulu pertarungan dalam pemilu, dan berusaha masuk ke pemerintahan.

Di era Presiden SBY, misalnya, tidak semua partai besar bergabung ke pemerintahan.  Bahkan PDIP selalu mengambil  posisi di luar pemerintahan selama dua periode  masa kepemimpinan SBY.  Salah satu faktornya saat itu adalah tidak akurnya Ketua Umum PDIP  Megawati dengan SBY.

Puasa politik itu  justru membuahkan hasil positif  bagi PDIP pada pemilu 2014: berhasil mengegolkan Jokowi sebagai presiden dan  menjadikan partai  ini sebagai pemenang pemilu.  Sukses ini  terulang lagi pada pemilu 2019.

Nah, di era  Jokowi periode pertama,  kubu Prabowo –terutama Gerindra dan PKS-- jelas berada di luar pemerintah.  Perubahan sikap Prabowo yang memimpin Gerindra baru terjadi belakangan ini.  Partai Demokrat pun pada periode lalu juga berada di luar pemerintahan.

Penyebab kompak
Boleh jadi, situasi bahwa Jokowi tidak menjadi rival lagi pada pemilu 2024 karena sudah dua kali memimpin merupakan faktor pemicunya. Artinya siapa melawan siapa  dalam pemilu  presiden mendatang  belum terlalu jelas. Ini yang menyebabkan suasana  politik lebih cair.

Di sisi lain,  ada kebutuhan, terutama  bagi SBY, untuk mematangkan kader andalannya, yakni Agus Yudhoyono. Ia jelas perlu mendapatkan pengalaman di pemerintahan.  Sementara Prabowo pun mungkin berpikiran yang sama: menyalurkan kadernya di pemerintahan.

Dalam konteks itu, kubu Megawati sedikit lebih beruntung karena memiliki  banyak kesempatan  menempatkan kadernya dalam jabatan politik.  Putrinya,  Puan Maharani yang sebelumnya menjabat menteri kini menjadi Ketua DPR.

Kini semua kubu tampak memanfaatkan dulu kesempatan yang ada sambil menunggu laga politik lima tahun lagi.  Hanya, perubahan suasana politik mungkin akan muncul pada tahun-tahun terakhir pemerintahan Jokowi . Saat itu  gesekan-gesekan politik  bisa terjadi karena masing-masing kubu mulai menyiapkan diri menghadapi pemilu 2024.  ***

Baca juga:

Isteri Sindir Wiranto, Sang Dandim Dicopot dan Dihukum: Berlebihan?
Sindir Wiranto Mirip Kasus Isteri Dandim, Politikus Hanum Rais Kebal Hukum?

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu