Menjelang penyusunan kabinet Jokowi periode 2019-2024, lobi-lobi politik semakin gencar. Presiden Jokowi tampaknya cukup serius merangkul kubu Prabowo, rivalnya dalam pemilu lalu. Ia juga ingin menggandeng kubu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhyono.
Jokowi mengadakan pertemuan dengan SBY di Istana Mereka, 10 Oktober lalu. Kesokan harinya, giliran Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang diundang ke Istana. Dari pemberitaan media massa, kemungkinan SBY menyodorkan putranya, Agus Yudhoyono, untuk masuk kabinet. Adapun dari kubu Prabowo belum terlalu jelas, siapa yang akan masuk ke pemerintahan Jokowi.
Merapatnya SBY dan Prabowo ke Istana tentu akan membikin pemerintah Jokowi periode kedua lebih kuat dari segi dukungan politik. Ada tambahan kekuatan di luar partai-partai seperti PDIP, Golkar , Nasdem, PKB, dan PPP, yang selama ini menyokong Jokowi.
Fenomena baru
Selama era reformasi mungkin baru kali ini, dukungan terhadap pemerintah amat solid nyaris tanpa oposisi. Fenomena ini menarik karena hampir semua kubu seolah melupakan dulu pertarungan dalam pemilu, dan berusaha masuk ke pemerintahan.
Di era Presiden SBY, misalnya, tidak semua partai besar bergabung ke pemerintahan. Bahkan PDIP selalu mengambil posisi di luar pemerintahan selama dua periode masa kepemimpinan SBY. Salah satu faktornya saat itu adalah tidak akurnya Ketua Umum PDIP Megawati dengan SBY.
Puasa politik itu justru membuahkan hasil positif bagi PDIP pada pemilu 2014: berhasil mengegolkan Jokowi sebagai presiden dan menjadikan partai ini sebagai pemenang pemilu. Sukses ini terulang lagi pada pemilu 2019.
Nah, di era Jokowi periode pertama, kubu Prabowo –terutama Gerindra dan PKS-- jelas berada di luar pemerintah. Perubahan sikap Prabowo yang memimpin Gerindra baru terjadi belakangan ini. Partai Demokrat pun pada periode lalu juga berada di luar pemerintahan.
Penyebab kompak
Boleh jadi, situasi bahwa Jokowi tidak menjadi rival lagi pada pemilu 2024 karena sudah dua kali memimpin merupakan faktor pemicunya. Artinya siapa melawan siapa dalam pemilu presiden mendatang belum terlalu jelas. Ini yang menyebabkan suasana politik lebih cair.
Di sisi lain, ada kebutuhan, terutama bagi SBY, untuk mematangkan kader andalannya, yakni Agus Yudhoyono. Ia jelas perlu mendapatkan pengalaman di pemerintahan. Sementara Prabowo pun mungkin berpikiran yang sama: menyalurkan kadernya di pemerintahan.
Dalam konteks itu, kubu Megawati sedikit lebih beruntung karena memiliki banyak kesempatan menempatkan kadernya dalam jabatan politik. Putrinya, Puan Maharani yang sebelumnya menjabat menteri kini menjadi Ketua DPR.
Kini semua kubu tampak memanfaatkan dulu kesempatan yang ada sambil menunggu laga politik lima tahun lagi. Hanya, perubahan suasana politik mungkin akan muncul pada tahun-tahun terakhir pemerintahan Jokowi . Saat itu gesekan-gesekan politik bisa terjadi karena masing-masing kubu mulai menyiapkan diri menghadapi pemilu 2024. ***
Baca juga:
Isteri Sindir Wiranto, Sang Dandim Dicopot dan Dihukum: Berlebihan?
Sindir Wiranto Mirip Kasus Isteri Dandim, Politikus Hanum Rais Kebal Hukum?
Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.